Cari Blog Ini

Sabtu, 12 Juni 2010

Askep Gerontik

BAB I
TUNJAUAN TEORITIS
A. Latar Belakang
Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Masyarakat atau populasi osteoporosis yang rentan terhadap fraktur adalah populasi lanjut usia yang terdapat pada kelompok di atas usia 85 tahun, terutama terdapat pada kelompok lansia tanpa suatu tindakan pencegahan terhadap osteoporosis. Proses terjadinya osteoporosis sudah di mulai sejak usia 40 tahun dan pada wanita proses ini akan semakin cepat pada masa menopause.
Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis. Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak masih muda. Tidak dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia 50 tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini. Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Dapat dibayangkan betapa besar jumlah penduduk yang dapat terancam penyakit osteoporosis.
Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasar Studi di Indonesia:
 Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%.
 Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. (Yayasan Osteoporosis Internasional)
 Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun. (Yayasan Osteoporosis Internasional)
 Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. (Yayasan Osteoporosis Internasional)
 Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. (depkes, 2006) Berdasar data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan penderita osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina.
B. Tujuan
Adapun tujuan yang dapat diambil yaitu : masyarakat Indonesia dapat mengetahui dampak berbahaya dari penyakit osteoporosis sehingga dapat dilakukan pencegahan sebelum terjadinya penyakit .Manfaat yang diharapkan yaitu : dengan dilakukan pencegahan dan penanganan yang tepat diharapkan angka kejadian penyakit osteoporosis dapat ditekan.
• Memahami macam- macam gangguan musculus sceletal pada gerontik
• Dapat memahami perubahan perubahan secara fisiologis pada gerontik
• Melaksanankan asuhan keperawatan pada gangguan sistem muskulus skeletal pada gerontik
• Pusat info kini dan masa kini
2. focus Gerontik
• Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.
• Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia melalui perawatan dengan pencegahan.
 Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup / semangat hidup lansia.
 Menolong dan merawat klien yang menderita sakit.
 Merangsang petugas kesehatan agar dapat mengenal dan menegakkan diagnosa secara dini.
 Mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu pertolongan pada lansia.
3. fokus Gerontik
• Peningkatan kesehatan (health promotion)
• Pencegahan penyakit (preventif)
• Mengoptimalkan fungsi mental.

C. Metode penulisan
o Studi kepustakaan
o Studi Internet/Website



BAB II
TINJAUAN KASUS
1. Osteoporosis
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan, kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosteron pada pria). Juga persediaan vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk menyerap kalsium dari makanan dan memasukkan ke dalam tulang. Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai kepadatan maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan berkurang secara perlahan. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.
Penyebab : Kekurangan Kalsium Pada Tubuh
2. Osteoporosis postmenopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.
3. Osteoporosis senilis
kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak memiliki gejala Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit. Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh.Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
4. Diagnosa :
Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya yang bisa diatasi, yang bisa menyebabkan osteoporosis. Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Pemeriksaan yang paling akurat adalah DXA (dual-energy x-ray absorptiometry). Pemeriksaan ini aman dan tidak menimbulkan nyeri, bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit. DXA sangat berguna untuk:
 wanita yang memiliki resiko tinggi menderita osteoporosis
 penderita yang diagnosisnya belum pasti
 penderita yang hasil pengobatannya harus dinilai secara akurat.
5. Pengobatan :
Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang.Semua wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Wanita pasca menopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis. Alendronat berfungsi:
- mengurangi kecepatan penyerapan tulang pada wanita pasca menopause
- meningkatakan massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul
- mengurangi angka kejadian patah tulang. Supaya diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas penuh air pada pagi hari dan dalam waktu 30 menit sesudahnya tidak boleh makan atau minum yang lain. Alendronat bisa mengiritasi lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga setelah meminumnya tidak boleh berbaring, minimal selama 30 menit sesudahnya. Obat ini tidak boleh diberikan kepada orang yang memiliki kesulitan menelan atau penyakit kerongkongan dan lambung tertentu. Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan dalam bentuk suntikan atau semprot hidung. Tambahan fluorida bisa meningkatkan kepadatan tulang. Tetapi tulang bisa mengalami kelainan dan menjadi rapuh, sehingga pemakaiannya tidak dianjurkan. Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi.Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron. Patah tulang karena osteoporosis harus diobati.Patah tulang panggul biasanya diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back brace dan fisioterapi
6. Pencegahan :
Pencegahan osteoporosis meliputiMempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup Melakukan olah raga dengan beban Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu). Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya semua wanita minum tablet kalsium setiap hari, dosis harian yang dianjurkan adalah 1,5 gram kalsium. Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang. Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi resiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapitidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.




BAB III
ANALISA DATA
No Symptom Etiologi Problem
1. Keluhan nyeri, ketidaknyamanan, kelelahan, berfokus pada diri sendiri, Perilaku distraksi/ respons autonomic Distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi Nyeri
2. Keengganan untuk mencoba bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.
Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ). Deformitas skeletal, nyeri, penurunan kekuatan otot Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan.
3. Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit. deformitas skeletal,
nyeri, penurunan kekuatan otot Gangguan Citra Tubuh
4. Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari. kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi Defisit perawatan diri
5. Sering terjatuh Aktifitas menggunakan alat bantu. Penurunan aktifitas motorik Hilangnya kekuatan otot dan sendi, penurunan kekuatan, Penurunan fungsi sensorik dan motorik. Kerapuhan tulang


BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS
1. Definisi
Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko fraktur oleh karena fragilitas tulang meningkat.
2. Epidemiologi
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.
Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4% per tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat barat badan lebih atau obesitas dan latihan yang teratur.
3. Etiologi
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun.
Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.
4. Faktor Resiko Osteoporosis
1. Usia
o Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
2. Genetik
o Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
o Seks (wanita > pria)
o Riwayat keluarga
3. Lingkungan, dan lainnya
o Defisiensi kalsium
o Aktivitas fisik kurang
o Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)
o
o Merokok, alkohol
o Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)
o Hormonal dan penyakit kronik
 Defisiensi estrogen, androgen
 Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme
 Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)
o Sifat fisik tulang
 Densitas (massa)
 Ukuran dan geometri
 Mikroarsitektur
 Komposisi
Selain itu ada juga faktor resiko faktur panggul yaitu,:
1. Penurunan respons protektif
o Kelainan neuromuskular
o Gangguan penglihatan
o Gangguan keseimbangan
2. Peningkatan fragilitas tulang
o Densitas massa tulang rendah
o Hiperparatiroidisme
3. Gangguan penyediaan energi
o Malabsorpsi
5. Klasifikasi Osteoporosis
Dalam terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi osteoporosis dari penderita. Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :
• Osteoporosis primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena daripada pria dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
• Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang.
• Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra menopause dengan faktor etiologik yang tidak diketahui.



6. Patogenesis
Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks
Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium
Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.
Patogenesis Osteoporosis primer
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif.
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dll.
7. Gambaran Klinis
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :
• Patah tulang akibat trauma yang ringan.
• Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
• Gangguan otot (kaku dan lemah)
• Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
8. Diagnosis
Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti :
- Tinggi badan yang makin menurun.
- Obat-obatan yang diminum.
- Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium.
- Jumlah kehamilan dan menyusui.
- Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
- Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari cukup.
- Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya.
- Apakah sering merokok, minum alkohol?
Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.

Pemeriksaan Radiologis
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur . untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:
1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score)
2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.
3. Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.
4. Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.
9. Penatalaksanaan
Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik ( senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid.Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban.
A. PENGKAJIAN
Untuk mengidentifikasi resiko pasien dan pengenalan masalah-masalah yang berkaitan dengan osteporosis, wawancara pasien mengenai riwayat keluarga, fraktur yang terjadi sebelumnya, kebiasaan diet, pola olah raga, awitan menopause dan penggunaan steroid
Amati terhadap fraktur, kifosis thorakal atau pemendekan batang tubuh saat melakukan pemeriksaan fisik
Riwayat dislokasi pada wanita post menopouse atau kondisi yang diketahui sebagai penyebab sekunder osteoporosis. Pasien (biasanya wanita tua) mungkin melaporkan penurunan kemampuan untuk mengangkat . Pasien mengatakan nyeri beberapa lama sampai beberapa tahun. Jika pasien mempunyai kolab vertebra, pasien merasakan nyeri punggung dan nyeri menjalar ke tubuh. Selain itu didapatkan :
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN UTAMA
1. Resiko tinggi Inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang kondisi, faktor resiko, terapi nutrisi dan pencegahan.
2. Potensial Komplikasi (fraktur, kifosis, paralitik ileus)
3. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
4. Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus
5. Resiko terhadap cedera; fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis tulang









C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi Inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi, faktor resiko, terapi nutrisi dan pencegahan.
Kriteria Pengkajian Fokus Makna klinis
1. Pengetahuan atau pengalaman dengan osteoporosis
2. Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi 1. Pengkajian ini membantu perawat merencanakan strategi penyuluhan
2. Klien atau keluarga yang gagal untuk memenuhi tujuan belajar memerlukan rujukan untuk bantuan pasca pulang.
KRITERIA HASIL :
Klien atau keluarga akan :
Menyebutkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi atau dihilangkan
Menggambarkan modifikasi diet
Menyebutkan tanda dan gejala yang harus dilaporkan pada profesioal pelayanan kesehatan
Sasaran utama yang lain mencakup peredaan nyeri, perbaikan eliminasi usus dan tidak terdapat fraktur tambahan.
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Diskusikan osteoporosis dengan menggunakan alat bantu pengajaran yang sesuai dengan tingkat pengertian klien dan keluarga (mis; gambar, slide, model). Jelaskan hal-hal berikut :
a. Penurunan densitas tulang
b. Peningkatan insiden fraktur vertebral, panggul dan pergelangan
2. Jelaskan faktor resiko dan yang mana dapat dihilangkan atau diubah.
a. Gaya hidup menoton
b. Kerangka tubuh kecil, kurus
c. Diet rendah kalsium dan vitamin D dan fosfor tinggi
d. Menopause atau ooforektomi
e. Obat-obatan
f. Meminum alkohol
g. Kafein
h. Kadar natrium florida rendah
i. Merokok
3. Rujuk ke sumber komunitas seperti kelompok berhenti merokok, yayasan artritis dan kelompok yang terkait.
4. Ajarkan untuk memantau dan melaporkan tanda dan gejala fraktur :
a. Nyeri hebat tiba-tiba pada punggung bawah, terutama setelah mengangkat atau membungkuk
b. Spasme otot paravertebral nyeri
c. Kolaps vertebral bertahap (dikaji dengan perubahan tinggi badan atau pengukuran tanda khiposis)
d. Nyeri punggung kronik
e. Keletihan
f. Konstipasi
5. Pertegas penjelasan untuk terapi nutrisi, konsul dengan ahli diet bila ada indikasi :
a. perbanyak masukan kalsium 1000 sampai 1500 mg/hari
b. Identifikasi makanan tinggi kalsium, mis; sardin, salmon, tahu produk dari susu dan sayuran berdaun hijau
c. Pantau tanda dan gejala intoleransi laktosa, seperti; diare, flatulens dan kembung
d. Rekomendasikan multivitamin yang mengandung 400 sampai 800 IU vitamin D setiap hari
e. Identivikasi makanan yang menjadi sumber vitamin D, mis; susu diperkaya sereal, kuning telur, hepar dan ikan laut
f. Dorong masukan protein adekuat tetapi tidak berlebih, kurang lebih 44 g/hari pada kebanyakan klien
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan aktivitas fisik dan pembatasan tertentu :
a. Dorong latihan yang menghasilkan gerakan, tarikan dan tekanan pada tulang panjang, mis; berjalan, bersepeda statis dan mendayung
b. Instruksikan klien untuk latihan sedikitnya tiga kali seminggu selama 30 sampai 60 menit setiap bagian, sesuai kemampuan
c. Hindari latihan fleksi spina dan membungkuk tiba-tiba dan tersentak, mengangkat beban berat
d. Rencanakan periode istirahat adekuat, berbaring pada posisi terlentang selama sedikitnya 15 menit saat nteri punggung meningkat atau interval tertentu selama siang hari
e. Instruksikan klien dalam menggunakan sabuk punggung, korset, belat bila perlu
f. Dorong anggota keluarga atau pemberi perawatan lain untuk memberikan latihan rentang gerak pasif pada klien yang diimobilisasi di tempat tidur
7. Jelaskan pentingnya kewaspadaan keamanan seperti berikut ini :
a. Menyangga punggung dengan matras kuat, penyokong tubu dan mekanika tubuh yang baik
b. Lindungi terhadap kecelakaan jatuh dengan menggunakan sepatu dengan tumit rendah; menyingkirkan bahaya lingkungan, seperti rak laci, lantai licin, kabel listrik dijalan dan pencahayaan yang kurang baik dan menghindari alkohol, hipnotik dan tranquilizer
c. Menggunakan alat bantu sesuai kebutuhan, mis; tongkat atau kruk
d. Hindari gerakan fleksi, seperti menunduk, membungkuk dan mengangkat. Jelaskan bahwa fraktur kompresi vertebral dapat diakibatkan dari trauma minimal karena membuka jendela, menggendong anak, batuk atau menunduk.
8. Jelaskan terapi obat yang ditentukan, ditekankan pentingnya mematuhi rencana dan mengerti kemungkinan efek samping. Sesuai keperluan, pertaegas tentang hal berikut
a. Sumplemen kalsium : 1000 sampai 1500 mg/hari, 1500 mg/hari setelah menopause, disertai dengan peningkatan masukan cairan
b. Suplemen vitamin D : 100 sampai 500 IU/hari. (catatan; bila vitamin D digunakan dalam hubungannya dengan kalsitrio, kadar kalsium plasma harus dipantau setiap minggu selama 4 sampai 6 minggu dan kemudian frekuensinya menurun)
c. Terapi estrogen dosis rendah; 0,3 sampai 0,625 mg/hari unuk wanita pasca menopausal, disertai pemeriksaan payudara mandiri setiap bulan, pemeriksaan payudara klinis regular dan mamografi dengan Pap smear untur memonitor efek samping
d. Kalsitonin Salmon parenteral; dosis yang disetujui FDA adalah 100IU setiap hari. Seringkali 100IU/hari, tiga kali seminggu pada awalnya; kemudian setelah pemeriksaan rontgen dan evaluasi kalsium serum, dosis dapat menurun sampai 50 IU/hari setiap 1-3 hari
e. Natrium florida; biasanya 60 mg/hari pada waktu yang berbeda dari pemberian kalsium.
2. Masalah Kolaboratif : Potensial Komplikasi (fraktur, kifosis, paralitik ileus)
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Pantau tanda dan gejala fraktur (vertebral, panggul atau pergelangan tangan)
a. Nyeri pada punggung bawah atau leher
b. Nyeri tekan terlokalisasi
c. Nyeri menyebar pada abdomen dan pinggang
d. Spasme otot para vertebral
2. Pantau kifosis dari spina dorsal, ditandai dengan penurunan tinggi badan. Dikatakan kifosis bila jarak antara kaki dan simfisis pubis lebih dari 1 cm
3. Pantau tanda dan gejala paralitik ileus :
a. Tak terdengar bising usus
b. Ketidak nyamanan abdomen dan distensi
INTERVENSI PROGRAM DOKTER YANG BERHUBUNGAN :
Obat-obatan :
Kalsium, suplemen vitamin D
Kalsitonin salmon
Terapi pengganti estrogen dalam konjungsi dengan progresteron
Pemeriksaan Laboratorium :
Kalsium dan fosfat serum
Fosfat alkalin
Hidroksiprolin
Ekskresi kalsium urine
Hematokrit
Osteokalsin serum
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan sinar x
Absorpsimetri foton tunggal
Absorpsimetri sinar x energi ganda
Absorpsimetri foton ganda
Tomografi komputer kuantit
3. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Ajarkan cara menghilangkan nyeri punggung melalui tirah baring dan pengunaan matras yang keras dan tidak menggulung
2. Instruksikan pasien untuk menggerakkan trunkusnya sebagai satu unit dan hindari memutar ; berikan dorongan untuk melakukan postur tubuh yang baik dan melanik tubuh yang baik
3. Pasang korset lumbosakral untuk menyangga sementara ketika turun dari tempat tidur
4. Berikan analgesik narkotik oral saat awitan nyeri punggung ; gati menjadi analgesik non narkotik setelah beberapa hari
4. Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Berikan dorongan untuk mengkonsumsi diet tinggi serat, tingkatan masukan cairan dan gunakan pelunak feces yang telah diresepkan
2. Pantau masukan pasien, bising usus dan aktivitas usus (defekasi); ileus dapat terjadi jika kolaps vertebra mengenai tulang vertebra T10-12.


5. Resiko terhadap cedera; fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis tulang
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Tingkatkan aktivitas fisik untuk menguatkan otot, mencegah atropi disuse, dan hambat demineralisasi tulang progresif.
2. Berikan dorongan untuk melakukan latihan isometrik untuk menguatkan otot-otot trunkus
3. Berikan dorongan untuk berjalan, penggunaan mekanik tubuh yang baik, dan postur tubuh yang benar
4. Hindari membungkuk tiba-tiba, gerakan mendadak, dan mengangkat berat
5. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas diluar rumah di bawah sinar matahari untuk meningkatkan kemampuan tubuh memproduksi vitamin D











BAB V
P E N U T U P

A. Kesimpulan
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alamiah yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup. Proses menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menyerang kaum lanjut usia. Seperti diketahui bahwa lanjut usia akan selalu mengalami perubahan fisiologik maupun psikologik. Oleh karena itu dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia harus secara holistik dan kompehensif yang memandang klien lanjut usia sebagai manusia yang utuh dan unik sehingga teknik dan pendekatan yang diberikan perawatan berbeda-beda namun tetap berfokus pada kebutuhan dasar manusia itu sendiri.
B. Saran
1. Untuk meningkatkan mutu dan kualitas asuhan keperawatan lanjut usia yang jumlahnya semakin meningkat diharapkan untuk menambah tenaga kerja perawat yang mempunyai potensi dan dedikasi yang baik.
2. Kepada institusi pendidikan Prima Medan diharapkan untuk lebih banyak memberikan arahan dan bimbingannya.
3. Kepada mahasiswa diharapkan supaya dapat memberikan asuhan keperawatan kepada lanjut usia dengan pendekatan holistik dan komprehensif




DAFTAR PUSTAKA
1. Bahar. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta. FKUI.
2. Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
3. Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care, Third Edition, California : Addison Wesley Nursing.
4. Luecknote, Annete Giesler. 1994. Pengkajian Gerontologi. Jakarta : EGC
5. Nugroho, Wahyudi. 1999. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC.
6. Stanhope, Knollmueler. 1995. Buku Saku Keperawatan Komunitas dan Kesehatan Rumah. Jakarta . EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar