tag:blogger.com,1999:blog-39995395266957239562023-06-20T05:50:01.107-07:00Askep TB, DM, KTI, A`Free~l CHA12Onahaiii kawan kawan prima medan yang sekarang memerlukan askep ,,,sekarang sudah bisa cma tinggal Copy paste aja askep anda sudah jadii,,,,dan bagii kawan kawan juga yang leptopnya rusak atau mau istall ulang hbngi aja ke 081396464143..........good luck....cha120naApril Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.comBlogger19125tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-28864805578287154582010-07-18T12:51:00.000-07:002010-07-18T12:53:22.081-07:00Prosudur Tindakan KeperawatanCARA KERJA MENGHITUNG PERNAFASAN<br />Pengertian <br />1.Menghitung pernafasan adalah suatu tindakan dalam menghitung jumlah pernafasan pasien dalam 1 menit.<br />2.Pernafasan adalah peristiwa mengambil oksigen (menarik nafas / inspirasi) dan mengeluarkan<br />Persiapan alat:<br />• Jam tangan dengan jarum penunjuk detik.<br />• Pena dan buku catatan.<br />Jangan memberitahu klien bahwa perawat akan menghitung frekuensi pernafasan<br /><br />Pastikan Klien dalam posisi nyaman duduk lebih baik.<br />Rasional : Ketidaknyamanan dapat menyebabkan klien bernafas cepat.<br />Menghitung pernafasan dengan menghitung turun naiknya dada sambil memegang<br />pergelangan tangan.<br />Rasional : Memegang tangan pasien bisa mencegah perubahan kecepatan pernafasan, karena merasa diamati<br />Observasi siklus pernafasan lengkap (sekali inspirasi dan sekali ekspirasi)<br />Rasional : Menjamin hitungan mulai dengan siklus pernafasan normal.<br />Hitung frekuensi pernafasan selama 1 menit penuh<br />Rasional : Menjamin hasil perhitungan lebih akurat<br />Sambil menghitung, perhatikan apakah kedalaman pernafasan: dangkal, dalam atau normal, apakah irama normal<br />Rasional : Karakter gerakan ventilasi dapat menunjukkan perubahan khusus / status penyakit.<br />Catat hasil pada bagan. Laporkan adanya tanda perubahan pernafasan<br />Rasional : Memberikan data untuk pengamatan perubahan pada kondisi pasien.<br /><br />Jumlah Pernafasan Normal permenit<br />1. Bayi = 30 – 60 permenit<br />2. Bayi pada tahun pertama = 25 – 30 permenit<br />3. Bayi pada tahun kedua = 20 – 26 permenit<br />4. Anak usia 14 tahun = 20 – 30 permenit<br />5. Wanita dewasa = 18 – 20 permenit<br />6. Laki – Laki dewasa = 16 – 18 permenit<br />7. Orang tua 50 tahun = 14 – 16 permenit<br />8. Orang tua 70 tahun = 12 – 14 permenit<br />CARA MENGHITUNG NADI <br /><br />1. Tempel dan tekankan (Jangan terlalu keras) tiga jari (telunjuk, tengah, manis) salah satu tangan pada pergelangan tagan yang lain. Temukan denyut nadi anda. Setelah itu, barulah Anda mulai menghitung.<br />2. Hitunglah denyut nadi Selama 15 detik. Kemudian, hasilnya dikalikan 4.<br />Setelah menemukan denyut nadi, tekan perlahan kemudian hitunglah jumlah denyutannya selama 15 detik, setelah itu kalikan 4, ini merupakan denyut nadi dalam 1 menit.<br />Denyut nadi pada orang yang sedang beristirahat adalah<br />60 - 80 kali permenit untuk orang dewasa,<br />80 - 100 kali permenit untuk anak-anak,<br />100 - 140 kali permenit pada bayi.<br />Bila Anda semakin bugar, denyut nadi Anda sewaktu istirahat akan makin menurun, kuat dan lebih teratur.<br />Namun denyut nadi bisa lebih cepat jika seseorang dalam keadaan ketakutan, habis berolah raga, atau demam. Umumnya denyut nadi akan meningkat sekitar 20 kali permenit untuk setiap satu derajat celcius penderita demam.<br />Sedangkan untuk mengetahui kekuatan denyut jantung maksimal yaitu dengan rumus:<br />Nadi Max = 80% x (220 - umur )<br />Misalkan anda sekarang berusia 40 tahun maka kekuatan maksimal jantung anda adalah 80 % X 180 = 144 kali/menit.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Penjahitan luka <br /> Jahitan digunakan untuk hemostasis atau untuk menghubungkan struktur anatomi yang terpotong (Sabiston,1995). Menurut Sodera dan Saleh (1991), jahitan merupakan hasil penggunaan bahan berupa benang untuk mengikat atau ligasi pembuluh darah dan menghubungkan antara dua tepi luka. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penjahitan merupakan tindakan menghubungkan jaringan yang terputus atau terpotong untuk mencegah pendarahan dengan menggunakan benang.<br /><br />Prinsip Umum Penjahitan luka<br />Menurut Brown (1995), prinsip–prinsip umum yang harus dilaksanakan dalam penjahitan luka laserasi adalah sebagai berikut :<br />1. Penyembuhan akan terjadi lebih cepat bila tepi-tepi kulit dirapatkan satu sama lain dengan hati-hati.<br />2. Tegangan dari tepi–tepi kulit harus seminimal mungkin atau kalau mungkin tidak ada sama sekali. Ini dapat dicapai dengan memotong atau merapikan kulit secara hati–hati sebelum dijahit.<br />3. Tepi kulit harus ditarik dengan ringan, ini dilakukan dengn memakai traksi ringan pada tepi–tepi kulit dan lebih rentan lagi pada lapisan dermal daripada kulit yang dijahit.<br />4. Setiap ruang mati harus ditutup, baik dengan jahitan subcutaneus yang dapat diserap atau dengan mengikutsertakan lapisan ini pada waktu mmenjahit kulit.<br />5. Jahitan halus tetapi banyak yang dijahit pada jarak yang sama lebih disukai daripada jahitan yang lebih besar dan berjauhan.<br />6. Setiap jahitan dibiarkan pada tempatnya hanya selama diperlukan. Oleh karena itu jahitan pada wajah harus dilepas secepat mungkin (48 jam–5 hari), sedangkan jahitan pada dinding abdomen dan kaki harus dibiarkan selama 10 hari atau lebih.<br />7. Semua luka harus ditutup sebersih mungkin.<br />8. Pemakaian forsep dan trauma jaringan diusahakan seminimal mungkin.<br /><br />Menurut Sodera dan Saleh (1991), penjahitan merupakan suatu cara menjahit untuk mendekatkan atau menghubungkan dua tepi luka. Dapat dibedakan menjadi :<br />1. Jahitan Primer (primary Suture Line) adalah jahitan yang digunakan untuk mempertahankan kedudukan tepi luka yang saling dihubungkan selama proses penyembuhan sehingga dapat sembuh secara primer.<br />2. Jahitan Kontinyu yaitu jahitan dengan sejumlah penjahitan dari seluruh luka dengan menggunakan satu benang yang sama dan disimpulkan pada akhir jahitan serta dipotong setelah dibuat simpul. Digunakan untuk menjahit peritonium kulit, subcutis dan organ.<br />3. Jahitan Simpul/Kerat/Knot, yaitu merupakan tehnik ikatan yang mengakhiri suatu jahitan. Digunakan untuk memperkuat dan mempertahankan jahitan luka sehingga jahitan tidak terlepas atau mengendor. Yang dimaksud dengan jerat adalah pengikatan satu kali, sedang simpul adalah pengikatan dengan dua jerat atau lebih.<br /><br /><br /><br />Jenis–jenis benang yang digunakan dalam penjahitan<br />1. Seide (Silk/Sutra): Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan perekat, tidak diserap oleh tubuh. Pada penggunaan disebelah luar, maka benang harus dibuka kembali. Berguna untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri besar. Ukuran yang sering digunakan adalah nomor 2 nol 3 nol, 1 nol dan nomor 1.<br />2. Plain Catgut: Bersifat dapat diserap tubuh, penyerapan berlangsung dalam waktu 7–10 hari dan warnanya putih kekuningan. Berguna untuk mengikat sumber pendarahan kecil, menjahit subcutis dan dapat pula digunakan untuk bergerak dan luas lukanya kecil. Benang ini harus dilakukan penyimpulan 3 kali karena dalam tubuh akan mengembang. Bila penyimpulan dilakukan hanya 2 kali akan terbuka kembali.<br />3. Chromic Catgut: Bersifat dapat diserap oleh tubuh, penyerapannya lebih lama yaitu sampai 20 hari. Chromic Catgut biasanya menyebabkan reaksi inflamasi yang lebih besar dibandingkan dengan plain catgut. Berguna untuk penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10 hari dan bila mobilitas harus segera dilakukan.<br />Komplikasi menjahit luka<br />1. Overlapping: Terjadi sebagai akibat tidak dilakukan adaptasi luka sehingga luka menjadi tumpang tindih dan luka mengalami penyembuhan yang lambat dan apabila sembuh maka hasilnya akan buruk.<br />2. Nekrosis: Jahitan yang terlalu tegang dapat menyebabkan avaskularisasi sehingga menyebabkan kematian jaringan.<br />3. Infeksi: Infeksi dapat terjadi karena tehnik penjahitan yang tidak steril, luka yang telah terkontaminasi, dan adanya benda asing yang masih tertinggal.<br />4. Perdarahan: Terapi antikoagulan atau pada pasien dengan hipertensi.<br />5. Hematoma: Terjadi pada pasien dengan pembuluh darah arteri terpotong dan tidak dilakukan ligasi/pengikatan sehingga perdarahan terus berlangsung dan menyebabkan bengkak.<br />6. Dead space (ruang/rongga mati): Yaitu adanya rongga pada luka yang terjadi karena penjahitan yang tidak lapis demi lapis.<br />7. Sinus: Bila luka infeksi sembuh dengan meninggalkan saluran sinus, biasanya ada jahitan multifilament yaitu benang pada dasar sinus yang bertindak sebagai benda asing.<br />8. Dehisensi: Adalah luka yang membuka sebelum waktunya disebabkan karena jahitan yang terlalu kuat atau penggunaan bahan benang yang buruk.<br />9. Abses: Infeksi hebat yang telah menghasilkan produk pus/nanah.<br />Kamis, 25 Desember 2008<br />TEKNIK PENJAHITAN LUKA. <br />TEKNIK PENJAHITAN LUKA<br />Sunarso Kartohatmodjo , dr, Sp B. MM.<br /><br />1. DEFINISI<br /><br />Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka dengan benang sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.<br /><br />2. INDIKASI<br /><br />Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi luka.<br /><br />3. LUKA<br /><br />3.1. Definisi:<br /><br />Luka adalah semua kerusakan kontinnuitas jaringan akibat trauma mekanis. Trauma taj am menyebabkan :<br />a. luka iris : vulnus scissum/incicivum<br />b. luka tusuk : vulnus ictum<br />c. luka gigitan : vulnus morsum<br />Trauma tumpul menyebabkan :<br />a. luka terbuka : vulnus apertum<br />b. luka tertutup : vulnus occlusum ( excoriasi dan hematom )<br />Luka tembakan menyebabkan : vulnus sclopetorum.<br />3.2. Klasiflkasi luka berdasar ada tidaknya kuman :<br /><br />a. luka steril : luka dibuat waktu operasi<br />b. luka kontaminasi : luka mengandung kuman tapi kurang dari 8 jam .<br />(golden period)<br />c. luka infeksi luka yang mengandung kuman dan telah berkembangbiak dan telah timbul gejala lokal maupun gejala umum.(rubor, dolor, calor, tumor, fungsio lesa).<br /><br /><br />4. PENGENALAN ALAT DAN BAHAN PENJAHITAN<br /><br />Alat dan bahan yang diperlukan pada penjahitan luka :<br /><br />4.1.Alat (Instrumen)<br /><br />a. Tissue forceps ( pinset ) terdiri dari dua bentuk yaitu tissue forceps<br />bergigi ujungnya ( surgical forceps) dan tanpa gigi di ujungnya yaitu<br />atraumatic tissue forceps dan dressing forceps.<br />b. Scalpel handles dan scalpel blades (lihat gambar no 1)<br />c. Dissecting scissors ( Metzen baum )lihat gambar no 2<br />d. Suture scissors.(gambar no 2)<br />e. Needleholders (gambar no 3 )<br />f. Suture needles ( jarum ) dari bentuk 2/3 circle, Vi circle , bentuk<br />segitiga dan bentuk bulat.( gambar no 3 )<br />g. Sponge forceps (Cotton-swab forceps). Lihat gambar no 4<br />h. Hemostatic forceps ujung tak bergigi ( Pean) dan ujung bergigi (Kocher) lihat gambar no 4<br />i. Retractors, double ended ( gambar 5 )<br />j. Towel clamps ( gambar 5 )<br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br /> <br /><br />4.2 Bahan :<br />a. Benang (jenis dan indikasi dijelaskan kemudian )<br />b. Cairan desifektan : Povidon-iodidine 10 % (Bethadine )<br />c. Cairan Na Cl 0,9% dan perhydrol 5 % untuk mencuci luka.<br />d. Anestesi lokal lidocain 2%.<br />e. Sarung tangan.<br />f. Kasa steril.<br /><br /><br />5. CARA MEMEGANG ALAT<br /><br />a. Instrument tertentu seperti pemegang jarum, gunting dan pemegang<br />kasa: yaitu ibu jari dan jari keempat sebagai pemegang utama,<br />sementara jari kedua dan ketiga dipakai untuk memperkuat pegangan<br />tangan. Untuk membuat simpul benang setelah jarum ditembuskan<br />pada jaringan, benang dilingkarkan pada ujung pemegang jarum<br />b. Pinset lazim dipegang dengan tangan kiri, di antara ibujari serta jari<br />kedua dan ketiga. Jarum dipegang di daerah separuh bagian belakang .<br />(lihat gambar no 6 )<br />c. Sarung tangan dipakai menurut teknik tanpa singgung,( lihat gambar<br />no7)<br /><br /> <br /><br /> <br /><br /><br /><br />6. PERSIAPAN ALAT<br /><br />6.1.Sterilisasi dan cara sterilisasi<br />Sterilisasi adalah tindakan untuk membuat suatu alat-alat atau bahan dalam keadaan steril.<br /><br />Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara :<br />a. Secara kimia : yaitu dengan bahan yang bersifat bakterisid , seperti formalin, savlon, alkohol.<br />b. Secara fisik yaitu dengan :<br />1) Panas kering ( oven udara panas ) lihat gambar no 8<br />♦ Selama 20 menit pada 200° C<br />♦ Selama 30 menit pada 180° C<br />♦ Selama 90 menit pada 160° C<br />2). Uap bertekanan ( autoclave): selama 15 menit pada 120° C dan<br />tekanan 2 atmosfer.( lihat gambar no 8 )<br />3). Panas basah, yaitu di dalam air mendidih selama 30 menit. Cara ini hanya dianjurkan bila cara lain tidak tersedia.<br /><br /> <br /><br />6.2 Pengepakan<br />Sebelum dilakukan sterilisasi secara fisik, semua instrument harus dibungkus dengan dua lapis kain secara rapat yang diikutkan dalam proses sterilisasi. Pada bagian luar pembungkus , ditempelkan suatu indikator ( yang akan berubah warna ) setelah instrument tersebut menjadi steril. Untuk mempertahankan agar instrument yang dibungkus tetap dalam keadaan steril, maka kain pembungkus dibuka menurut" teknik tanpa singgung.<br /><br />7. JENIS-JENIS BENANG<br />7.1 Benang yang dapat diserap (Absorbable Suture ):<br />a. Alami ( Natural):<br />1). Plain Cat Gut : dibuat dari bahan kolagen sapi atau domba. Benang ini hanya memiliki daya serap pengikat selama 7-19 hari dan akan diabsorbsi secara sempurna dalam waktu 70 hari. 2). Chromic Cat Gut dibuat dari bahan yang sama dengan plain cat gut , namum dilapisi dengan garam Chromium untuk memperpanjang waktu absorbsinya sampai 90 hari.<br />b. Buatan ( Synthetic ):<br />Adalah benang- benang yang dibuat dari bahan sintetis, seperti Polyglactin ( merk dagang Vicryl atau Safil), Polyglycapron ( merk dagang Monocryl atau Monosyn), dan Polydioxanone ( merk dagang PDS II ). Benang jenis ini memiliki daya pengikat lebih lama , yaitu 2-3 minggu, diserap secara lengkap dalam waktu 90-120 hari.<br />7.2 Benang yang tak dapat diserap ( nonabsorbable suture )<br />a. Alamiah ( Natural) :<br />Dalam kelompok ini adalah benang silk ( sutera ) yang dibuat dari protein organik bernama fibroin, yang terkandung di dalam serabut sutera hasil produksi ulat sutera.<br />b. Buatan ( Synthetic ) :<br />Dalam kelompok ini terdapat benang dari bahan dasar nylon ( merk dagang Ethilon atau Dermalon ). Polyester ( merk dagang Mersilene) dan Poly propylene ( merk dagang Prolene ).<br /><br /><br />8. PERSIAPAN PENJAHITAN ( KULIT)<br />a. Rambut sekitar tepi luka dicukur sampai bersih.<br />b. Kulit dan luka didesinfeksi dengan cairan Bethadine 10%,<br />dimulai dari bagian tengah kemudian menjauh dengan gerakan<br />melingkar.<br />c. Daerah operasi dipersempit dengan duk steril, sehingga bagian<br />yang terbuka hanya bagian kulit dan luka yang akan dijahit.<br />d. Dilakukan anestesi local dengan injeksi infiltrasi kulit sekitar<br />luka.<br />e. Luka dibersihkan dengan cairan perhydrol dan dibilas dengan<br />cairan NaCl.<br />f. Jaringan kulit, subcutis, fascia yang mati dibuang dengan<br />menggunakan pisau dan gunting.<br />g. Luka dicuci ulang dengan perhydrol dan dibilas dengan NacCl.<br />h. Jaringan subcutan dijahit dengan benang yang dapat diserap yaitu<br />plain catgut atau poiiglactin secara simple interrupted suture. i. Kulit dijahit benang yang tak dapat diserap yaitu silk atau nylon.<br /><br /><br />9. TEKNIK PENJAHITAN KULIT<br /><br />Prinsip yang harus diperhatikan :<br />a. Cara memegang kulit pada tepi luka dengan surgical forceps harus<br />dilakukan secara halus dengan mencegah trauma lebih lanjut pada<br />jaringan tersebut.<br />b. Ukuran kulit yang yang diambil dari kedua tepi luka harus sama<br />besarnya.<br />c. Tempat tusukan jarum sebaiknya sekitar 1-3 cm dari tepi<br />lukia.Khusus" daerah wajah 2-3mm.<br />d. Jarak antara dua jahitan sebaiknya kurang lebih sama dengan tusukan<br />jarum dari tepi luika.<br />e. Tepi luka diusahakan dalam keadaan terbuka keluar ( evferted )<br />setelah penjahitan.<br /><br />9.1. SIMPLE INTERUPTED SUTURE. (lihat gambar no 9 )<br /><br />A. Indikasi : pada semua luka<br />Kontra indikasi : tidak ada Teknik penjahitan<br /><br />Dilakukan sebagai berikut:<br />a. Jarum ditusukkan pada kulit sisi pertama dengan sudut sekitar 90<br />derajat, masuk subcutan terus kekulit sisi lainnya.<br />b. Perlu diingat lebar dan kedalam jaringan kulit dan subcutan<br />diusahakan agar tepi luka yang dijahit dapat mendekat dengan posisi<br />membuka kearah luar ( everted)<br />c. Dibuat simpul benang dengan memegang jarum dan benang diikat.<br />d. Penjahitan dilakukan dari ujung luka keujung luka yang lain.<br /><br />B. Indikasi : Luka pada persendian<br />Luka pada daerah yang tegangannya besar<br />Kontra indikasi : tidak ada<br /><br />Teknik penjahitan ini dilakukan untuk mendapatkan eversi tepi luka dimana tepinya cenderung mengalami inverse. misalnya kulit yang tipis. Teknik ini dilakukan sebagai berikut:<br />1. Jarum ditusukkan jauh dari kulit sisi luka, melintasi luka dan kulit sisi<br />lainnya, kemudian keluar pada kulit tepi yang jauh, sisi yang kedua.<br />2. Jarum kemudian ditusukkan kembali pada tepi kulit sisi kedua secara<br />tipis, menyeberangi luka dan dikeluarkan kembali pada tepi dekat<br />kulit sisi yang pertama.<br />3. Dibuat simpul dan benang diikat.<br />9.3 Subcuticuler Continuous Suture<br /><br />Indikasi : Luka pada daerah yang memerlukan kosmetik<br />Kontra indikasi : jaringan luka dengan tegangan besar.<br /><br />Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di bawah jaringan dermis sehingga yang terlihat hanya bagian kedua ujung benang yang terletak di dekat kedua ujung luka yang dilakukan sebagai berikut.<br />1. Tusukkan jarum pada kulit sekitar 1-2 cm dari ujung luka keluar<br />di daerah dermis kulit salah satu dari tepi luka.<br />2. Benang kemudian dilewatkan pada jaringan dermis kulit sisi yang<br />lain, secara bergantian terus menerus sampai pada ujung luka yang<br />lain, untuk kemudian dikeluarkan pada kulit 1-2 cm dari ujung luka<br />yang lain.<br />3. Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit pada kedua<br />sisi secara parallel disepanjang luka tersebut.<br />9.4 Jahitan pengunci (locking stich, Feston)<br />Indikasi : Untuk menutup peritoneum<br />Mendekati variasi kontinyu (lihat gambar)<br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><span style="font-weight:bold;">Pemasangan Slang Nasogastrik (NGT) </span><br />Insersi slang nasogastrik meliputi pemasangan slang plastik lunak melalui nasofaring klien ke dalam lambung. Slang mempunyai lumen berongga yang memungkinkan baik pembuangan sekret gastrik dan pemasukan cairan ke dalam lambung.<br /><br /><br />PERALATAN<br /><br />1. Slang nasogastrik (ukuran 14-18 fr)<br /><br />2. Pelumas/ jelly<br /><br />3. Spuit berujung kateter 60 ml<br /><br />4. Stetoskop<br /><br />5. lampu senter/ pen light<br /><br />6. klem<br /><br />7. Handuk kecil<br /><br />8. Tissue<br /><br />9. Spatel lidah<br /><br />10. Sarung tangan dispossible<br /><br />11. Plester<br /><br />12. Nierbekken<br /><br />13. Bak instrumen<br /><br /><br />TUJUAN<br /><br /><br />• memungkinkan dukungan nutrisi melalui saluran gastrointestinal<br /><br />• memungkinkan evakuasi isi lambung<br /><br />• menghilangkan mual<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />HASIL YANG DIHARAPKAN<br /><br />• Klien menambah berat badannya 1/2 sampai 1 kg per minggu<br /><br />• Klien tidak mempunyai keluhan mual atau muntah<br /><br /><br /><br />PENGKAJIAN<br /><br />Pengkajian harus berfokus pada:<br /><br />1. Instruksi dokter tentang tipe slang dan penggunaan slang<br /><br />2. Ukuran slang yang digunakan sebelumnya, jika ada<br /><br />3. Riwayat masalah sinus atau nasal<br /><br />4. Distensi abdomen, nyeri atau mual<br /><br /><br /><br />LANGKAH PELAKSANAAN<br /><br />1. Cuci tangan dan atur peralatan<br /><br />2. Jelaskan prosedur pada klien<br /><br />3. Bantu klien untuk posisi semifowler<br /><br />4. Berdirilah disisi kanan tempat tidur klien bila anda bertangan dominan kanan(atau sisi kiri bila anda bertangan dominan kiri)<br /><br />5. Periksa dan perbaiki kepatenan nasal:Minta klien untuk bernafas melalui satu lubang hidung saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yang lain, Bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi kapas<br /><br />6. Tempatkan handuk mandi diatas dada klien. Pertahankan tissue wajah dalam jangkauan klien<br /><br />7. Gunakan sarung tangan<br /><br />8. Tentukan panjang slang yang akan dimasukkan dan ditandai dengan plester.<br />Ukur jarak dari lubang hidung ke daun telinga, dengan menempatkan ujung melingkar slang pada daun telinga; Lanjutkan pengukuran dari daun telinga ke tonjolan sternum; tandai lokasi tonjolan sternum di sepanjang slang dengan plester kecil<br /><br />9. Minta klien menengadahkan kepala, masukkan selang ke dalam lubang hidung yang paling bersih<br /><br />10. Pada saat anda memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta klien menahan kepala dan leher lurus dan membuka mulut<br /><br />11. Ketika slang terlihat dan klien bisa merasakan slang dalam faring, instruksikan klien untuk menekuk kepala ke depan dan menelan<br /><br />12. Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan lembut tanpa memaksa saat klien menelan (jika klien batuk atau slang menggulung di tenggorokan, tarik slang ke faring dan ulangi langkah-langkahnya), diantara upaya tersebut dorong klien untuk bernafas dalam<br /><br />13. Ketika tanda plester pada selang mencapai jalan masuk ke lubang hidung, hentikan insersi selang dan periksa penempatannya:minta klien membuka mulut untuk melihat slang, Aspirasi dengan spuit dan pantau drainase lambung, tarik udara ke dalam spuit sebanyak 10-20 ml masukkan ke selang dan dorong udara sambil mendengarkan lambung dengan stetoskop jika terdengar gemuruh, fiksasi slang.<br /><br />14. Untuk mengamankan slang: gunting bagian tengah plester sepanjang 2 inchi, sisakan 1 inci tetap utuh, tempelkan 1 inchi plester pada lubang hidung, lilitkan salah satu ujung, kemudian yang lain, satu sisi plester lilitan mengitari slang<br /><br />15. Plesterkan slang secara melengkung ke satu sisi wajah klien. Pita karet dapat digunakan untuk memfiksasi slang.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><span style="font-weight:bold;">PEMBERIAN OBAT SUPOSITORIA MELALUI REKTAL </span><br />G. PEMBERIAN OBAT SUPPOSITORIA MELALUI RECTAL<br />1. Definisi<br />Pemberian obat suppositoria adalah cara memberikan obat dengan memasukkan obat melalui anus atau rektum dalam bentuk suppositoria.<br />2. Tujuan Pemberian<br />a. Untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistemik<br />b. Untuk melunakkan feses sehingga mudah untuk dikeluarkan<br />3. Persiapan alat<br />a. Kartu obat<br />b. Supositoria rectal<br />c. Jeli pelumas<br />d. Sarung tangan<br />e. Tissue<br />4. Prosedur kerja<br />a. Cek kembali order pengobatan, mengenai jenis pengobatan, waktu, jumlah dan dosis<br />b. Siapkan klien<br />(1) Identifikasikan klien dengan tepat dan tanyakan namanya<br />(2) Jaga privasi, dan mintalah klien untuk berkemih terlebih dahulu<br />(3) Atur posisi klien berbaring supinasi dengan kaki fleksi dan pinggul supinasi eksternal<br />(4) Tutup dengan selimut mandi dan ekspose hanya pada area perineal saja.<br />c. Pakai sarung tangan<br />d. Buka supositoria dari kemasannya dan beri pelumas pada ujung bulatnya dengan jelly. Beri pelumas sarung tangan pada jari telunjuk dari tangan dominan anda.<br />e. Minta klien untuk menarik nafas dalam melalui mulut dan untuk merelakkan sfingter ani<br />f. Regangkan bokong klien dengan tangan non dominan, dengan jari telunjuk masukkan supositoria ke dalam anus, melalui sfingter ani dan mengenai dinding rectal 10 cm pada orang dewasa dan 5 cm pada bayi dan anak – anak<br />g. Tarik jari anda dan bersihkan area kanal klien<br />h. Anjurkan klien untuk tetap berbaring terlentang atau miring selama 5 menit<br />i. Bila supositoria mengandung laksatif atau pelunak feses, letakkan tombol pemanggil dalam jangkauan klien sehingga ia dapat mencari bantuan untuk mengambil pispot atau ke kamar mandi<br />j. Lepaskan sarung tangan, buang ditempat semestinya<br />k. Cuci tangan<br />l. Kaji respon klien<br />m. Dokumentasikan semua tindakan <br /><br /><br /><br />Oral<br />Adalah obat yang cara pemberiannya melalui mulut. Untuk cara pemberian obat ini relatif aman, praktis dan ekonomis. Kelemahan dari pemberian obat secara oral adalah efek yang tibul biasanya lambat, tidak efektif jika pengguna sering muntah-muntah, diare, tidak sabar, tidak kooperatif, kurang disukai jika rasanya pahit (rasa jadi tidak enak),<br />Sublingual <br />Adalah obat yang cara pemberiannya ditaruh di bawah lidah. Tujuannya adalah agar efek yang ditimbulkan bisa lebih cepat karena pembuluh darah di bawah lidah merupakan pusat dari sakit. Kelebihan dari cara pemberian obat dengan sublingual adalah efek obat akan terasa lebih cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari.<br />Inhalasi <br />Adalah obat yang cara pemberiannya dengan cara disemprotkan ke dalam mulut. Kelebihan dari pemberian obat dengan cara inhalasi adalah absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat terkontrol, terhindar dari efek lintas pertama dan dapat diberikan langsung kepada bronkus. Untuk obat yang diberikan dengan cara inhalasi ini obat yang dalam keadaan gas atau uap yang akan diabsorpsi akan sangat cepat bergerak melalui alveoli paru-paru serta membran mukosa pada saluran pernapasan.<br />Rektal <br />Adalah obat yang cara pemberiannya melalui dubur atau anus. Maksudnya adalah mempercepat kerja obat serta bersifat lokal dan sistematik. <br />Pervaginam <br />Untuk obat ini bentuknya hampir sama atau menyerupai obat yang diberikan secara rektal, hanya saja dimasukan ke dalam vagina.<br />Parenteral <br />Adalah obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui saluran pencernaan) tetapi langsung ke pembuluh darah. Misalnya sediaan injeksi atau suntikan. Tujuannya adalah agar dapat langsung menuju sasara. Kelebihannya bisa untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah dan tidak kooperatif. Akan tetapi cara pemberian obat dengan cara ini kurang aman karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi jika terjadi kesalahan.<br />Topikal/lokal <br />Adalah obat yang cara pemberiannya bersifat lokal, misalnya tetes mata, salep, tetes telinga dan lain-lain.<br />Perhitungan Jumlah Tetesan Infus <br /> <br /><br />Tetesan / menit = {kebutuhan cairan (CC) /waktu (jam) }x{ tetesan dasar/60(detik)}<br />mikro = 60 tetes / 1 cc<br />Cara cepat : {keb.cairan (cc) / Waktu (jam)} x 1/3 makro, 1/1 mikro<br />Makro = 20 tetes / 1 cc<br /><br />Contoh:<br />Caian 250 cc dengan kecepatan 20 tts / menit. berapa jam habisnya cairan<br />Jawab:<br />250 cc x 1/3 = 20 tts<br />(250 x 1) / (20 x 3) = 4,116 jam<br /><br />Langkah-langkah sebelum melakukan RJP:<br />Sebelum kita melakukan RJP pada penderita kita harus :<br />Pastikan bahwa penderita tidak sadar<br />Pastikan bahwa penderita tidak bernapas<br />Pastikan bahwa nadi tidak teraba<br /><br />Untuk penderita yang tidak sadar, cari denyutan nadi karotis :<br />Letakkan dua ja ri di atas laring (jakun), jangan gunakan ibu jari.<br />Geserkan jari penolong ke samping. Hentikan di sela-sela antara laring dan otot leher.<br />Rasakan nadi. Tekan selama 5-10 detik, hindari penekanan yang terlalu keras pada arteri.<br /><br /><br /><span style="font-weight:bold;">RJP untuk orang dewasa<br /></span><br />RJP dengan satu penolong pada orang dewasa.<br />Lakukan penekanan dada dengan perbandingan 2 x tiupan diikuti 30 x penekanan dada. <br />Buka jalan nafas, kemudian berikan 2 tiupan yang masing2 waktunya 1,5 sampai 2 detik. Pastikan kita menarik nafas yang dalam sebelum memberikan tiupan nafas.<br />Lanjutkan sampai 4 kali putaran dari 15 tekanan dan 2 ventilasi.<br /><br />RJP dengan 2 penolong pada orang dewasa.<br />Penderita harus lurus dan terlentang, pada permukaan yang datar & padat. Jika memakai baju buka bajunya sehingga kita dapat melihat tulang dadanya.<br />Penolong pertama berlutut pada ujung kepala penderita. Penolong kedua berlutut pada sisi kanan dada penderita.<br /><br />Lalu lakukan penekanan dada : <br />Lokasi penekanan pada area, dua jari di atas proxesus xifoideus.<br />Penekanan dilakukan dengan menggunakan pangkal telapak tangan. Dengan posisi satu tangan diatas tangan yang lain.<br />Cara melakukan penekanan dada : <br /><br />a. Tekanan pada tulang dada dilakukan sedemikian rupa sehingga masuk 3-4 cm (pada orang dewasa).<br />b. Jaga lengan penolong agar tetap lurus, sehingga yang menekan adalah bahu (atau lebih tepat tubuh bagian atas) dan bukan tangan atau siku.<br />c. Pastikan tekanan lurus ke bawah pada tulang dada karena jika tidak, tubuh dapat tergelincir dan tekanan untuk mendorong akan hilang.<br />Gunakan berat badan saat kita berikan tekanan.<br />e. Dorongan yang terlalu besar akan mematahkan tulang dada<br />f. Waktu untuk menekan dan waktu untuk melepas harus sama waktunya.<br />g. Jangan melepaskan tangan dari atas dada penderita.<br />h. Ingat bahwa tekanan yang efektif dilakukan hanya akan mencapai 25%-30% dari sirkulasi darah normal.<br /><br />Hitungan saat melakukan penekanan sebanyak 15 kali dengan tidak terlalu cepat, karena satu kali penekanan harus menggunakan waktu kurang dari detik. Setelah penekanan seperti diatas lakukan 2 kali tiupan masing-masing selama 1,5 sampai 2 detik. Untuk lebih jelasnya bisa klik link video ini <br /><br />Pemantauan<br />Pemantauan merupakan tanggungjawab penolong yang melakukan tiupan (ventilasi). Setelah satu menit melakukan RJP, periksa nadi penderita. Periksa 3 sampai 5 detik pada arteri karotis.<br />a. Bila nadi tdk teraba dan pernapasan tidak ada teruskan RJP<br />b. Bila nadi teraba,pernapasan tidak ada berikan pernapasan buatan.<br />c. Bila nadi teraba dan penderita bernapas adekuat, hentikan RJP, pantau pernapasan dan nadi penderita.<br /><br />Ringkasan RJP pada orang dewasa:<br />Dalamnya kompresi 3-5 m, laju penekanan dada 80-100 kali per menit.<br />Lama ventilasi : 1,5-2 detik<br />Lokasi mencari nadi : arteri karotis<br />RJP sendiri : 30 penekanan– 2 tiupan<br />RJP berdua : 30 penekanan-2 tiupan<br /><br />Tanda-tanda keberhasilan RJP:<br />Dada harus naik dan turun dengan setiap tiupan (ventilasi).<br />Pupil bereaksi atau tampak berubah normal (pupil harus mengecil saat diberikan cahaya).<br />Denyut jantung kembali terdengar<br />Reflek pernapasan spontan dapat terlihat<br />Kulit penderita pucat berkurang atau kembali normal.<br />Penderita dapat menggerakkan tangan atau kakinya<br />Penderita berusaha untuk menelan<br />Penderita menggeliat atau memberontak<br /><br /><br /><br />1. Pengertian<br />Kateterisasi urine adalah memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra kedalam kandung kemih <br />2. Tujuan<br />a. Menghilangkan distensi kandung kemih<br />b. Mendapatkan spesimen urine<br />c. Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu sepenuhnya dikosongkan<br />3. Persiapan<br />a. Persiapan pasien<br />1) Mengucapkan salam terapeutik<br />2) Memperkenalkan diri<br />3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.<br />4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya<br />5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.<br />6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi<br />7) Privasi klien selama komunikasi dihargai.<br />8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan<br />9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)<br />b. Persiapan alat<br />1) Bak instrumen berisi :<br />a) Poly kateter sesuai ukuran 1 buah (klien dewasa yang pertama kali dipasang kateter biasanya dipakai no. 16)<br />b) Urine bag steril 1 buah<br />c) Pinset anatomi 2 buah<br />d) Duk steril<br />e) Kassa steril yang diberi jelly<br />2) Sarung tangan steril<br />3) Kapas sublimat dalam kom tertutup<br />4) Perlak dan pengalasnya 1 buah<br />5) Sampiran<br />6) Cairan aquades atau Nacl<br />7) Plester<br />8) Gunting verband<br />9) Bengkok 1 buah<br />10) Korentang pada tempatnya<br />4. Prosedur<br />a. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, kemudian alat-alat didekatkan ke klien<br />b. Pasang sampiran<br />c. Cuci tangan<br />d. Pasang pengalas/perlak dibawah bokong klien<br />e. Pakaian bagian bawah klien dikeataskan/dilepas, dengan posisi klien terlentang. Kaki sedikit dibuka. Bengkok diletakkan didekat bokong klien<br />f. Buka bak instrumen, pakai sarung tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset.<br />g. Bersihkan genitalia dengan cara : Penis dipegang dengan tangan non dominan penis dibersihkan dengan menggunakan kapas sublimat oleh tangan dominan dengan gerakan memutar dari meatus keluar. Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga bersih. Letakkan pinset dalam bengkok<br />h. Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra kira-kira 10 cm secara perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine keluar. Masukkan cairan Nacl/aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis. Tarik sedikit kateter. Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah masuk pada kandung kemih<br />i. Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur<br />j. Fiksasi kateter<br />k. Lepaskan sarung tangan<br />l. Klien dirapikan kembali<br />m. Alat dirapikan kembali<br />n. Mencuci tangan<br />o. Melaksanakan dokumentasi :<br />1) Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan klien<br />2) Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klienApril Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-30809915872504756592010-07-18T12:50:00.001-07:002010-07-18T12:50:35.495-07:00askep INFARK MIOKARD AKUTASUHAN KEPERAWATAN<br />PADA KLIEN INFARK MIOKARD AKUT<br /><br />I. KONSEP MEDIS<br /><br />A. Pengertian<br />Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu<br />B. Fisiologi Sirkulasi Koroner<br />Arteri koroner kiri memperdarahi sebagaian terbesar ventrikel kiri, septum dan atrium kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri, sedikit bagian posterior septum dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih sering diperdarahi oleh arteri koroner kanan daripada kiri. (cabang sirkumfleks). Nodus AV 90% diperdarahi oleh arteri koroner kanan dan 10% diperdarahi oleh arteri koroner kiri (cabang sirkumfleks). Dengan demikian, obstruksi arteri koroner kiri sering menyebabkan infark anterior dan infark inferior disebabkan oleh obstruksi arteri koroner kanan.<br /><br />C. Patogenesis<br />Umumnya IMA didasari oleh adanya ateroskeloris pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil, juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan (50-60%).<br />Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Secara morfologis, IMA dapat terjadi transmural atau sub-endokardial. IMA transmural mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada IMA sub-endokardial, nekrosis terjadi hanya pada bagian dalam dinding ventrikel.<br /><br />D. Patofisiologi<br />Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.<br />Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.<br />Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.<br />E. Gejala Klinis<br />Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectoris dan tak responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau sinkope. Pasien sering tampak ketakutan. Walaupun IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner namun bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium.<br />Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru. Takikardia, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding dada pada IMA inferior.<br /><br />F. Diagnosis Banding<br />1. Angina Pectoris tidak stabil/insufisiensi koroner akut.<br />2. Diseksi aorta (nyeri dada umumnya sangat hebat, dapat menjalar ke perut dan punggung).<br />3. Kelainan saluran cerna bagian atas (hernia diafragmatika, esofagitis refluks)<br />4. Kelainan lokal dinding dada (nyeri bersifat lokal, bertambah dengan tekanan atau perubahan posisi tubuh)<br />5. Kompresi saraf (terutama C8, nyeri pada distribusi saraf tersebut)<br />6. Kelainan intra-abdominal (kelainan akut, pankreatitis dapat menyerupai IMA)<br /><br />G. Komplikasi<br />1. Aritmia<br />2. Bradikardia sinus<br />3. Irama nodal<br />4. Gangguan hantaran atrioventrikular<br />5. Gangguan hantaran intraventrikel<br />6. Asistolik<br />7. Takikardia sinus<br />8. Kontraksi atrium prematur<br />9. Takikardia supraventrikel<br />10. Flutter atrium<br />11. Fibrilasi atrium<br />12. Takikardia atrium multifokal<br />13. Kontraksi prematur ventrikel<br />14. Takikardia ventrikel<br />15. Takikardia idioventrikel<br />16. Flutter dan Fibrilasi ventrikel<br />17. Renjatan kardiogenik<br />18. Tromboembolisme<br />19. Perikarditis<br />20. Aneurisme ventrikel<br />21. Regurgitasi mitral akut<br />22. Ruptur jantung dan septum<br /><br />H. Prognosis<br />Beberapa indeks prognosis telah diajukan, secara praktis dapat diambil pegangan 3 faktor penting yaitu:<br />1. Potensial terjadinya aritmia yang gawat (aritmia ventrikel dll)<br />2. Potensial serangan iskemia lebih lanjut.<br />3. Potensial pemburukan gangguan hemodinamik lebih lanjut (bergantung terutama pada luas daerah infark).<br /> <br />II. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN<br /><br />A. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:<br />Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:<br />1. Aktivitas/istirahat:<br />Gejala:<br />- Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur<br />- Riwayat pola hidup menetap, jadual olahraga tak teratur<br />Tanda:<br />- Takikardia, dispnea pada istirahat/kerja<br />2. Sirkulasi:<br />Gejala:<br />- Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, DM.<br />Tanda:<br />- TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri.<br />- Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.<br />- BJ ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel<br />- Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar.<br />- Friksi; dicurigai perikarditis <br />- Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.<br />- Edema, DVJ, edema perifer, anasarka, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.<br />- Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.<br />3. Integritas ego:<br />Gejala:<br />- Menyangkal gejala penting.<br />- Takut mati, perasaan ajal sudah dekat<br />- Marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’<br />- Kuatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.<br /><br />Tanda:<br />- Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata<br />- Gelisah, marah, perilaku menyerang<br />- Fokus pada diri sendiri/nyeri.<br />4. Eliminasi:<br />Tanda:<br />- Bunyi usus normal atau menurun<br />5. Makanan/cairan:<br />Gejala:<br />- Mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.<br />Tanda:<br />- Penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat<br />- Muntah, <br />- Perubahan berat badan<br />6. Hygiene:<br />Gejala/tanda:<br />- Kesulitan melakukan perawatan diri.<br />7. Neurosensori:<br /> Gejala:<br />- Pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)<br />Tanda:<br />- Perubahan mental<br />- Kelemahan<br />8. Nyeri/ketidaknyamanan:<br />Gejala:<br />- Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.<br />- Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.<br />- Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.<br />- Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.<br />- Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi dan lansia.<br />Tanda:<br />- Wajah meringis, perubahan postur tubuh.<br />- Menangis, merintih, meregang, menggeliat.<br />- Menarik diri, kehilangan kontak mata<br />- Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.<br />9. Pernapasan:<br />Gejala:<br />- Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal<br />- Batuk produktif/tidak produktif<br />- Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis<br />Tanda:<br />- Peningkatan frekuensi pernapasan<br />- Pucat/sianosis<br />- Bunyi napas bersih atau krekels, wheezing<br />- Sputum bersih, merah muda kental<br />10. Interaksi sosial:<br />Gejala:<br />- Stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga)<br />- Kesulitan koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)<br />Tanda:<br />- Kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat<br />- Menarik diri dari keluarga<br /><br />11. Penyuluhan/pembelajaran:<br />Gejala:<br />- Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke, Hipertensi, Penyakit Vaskuler Perifer<br />- Riwayat penggunaan tembakau<br />B. Tes Diagnostik<br />Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:<br />Jenis Pemeriksaan Interpretasi Hasil<br /><br />EKG<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Laboratorium:<br />Enzim/Isoenzim Jantung<br /><br /><br /><br /><br /><br />Radiologi<br /><br /><br /><br /><br />Ekokardiografi<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Radioisotop<br /><br /> <br />Masa setelah serangan:<br />Beberapa jam: variasi normal, perubahan tidak khas sampai adanya Q patologis dan elevasi segmen ST<br />Sehari/kurang seminggu: inversi gelombang T dan elvasi ST berkurang<br />Seminggu/beberapa bulan: gelombang Q menetap<br />Setahun: pada 10% kasus dapat kembali normal.<br /><br /><br />Peningkatan kadar enzim (kreatin-fosfokinase atau aspartat amino transferase/SGOT, laktat dehidrogenase/-HBDH) atau isoenzim (CPK-MB)merupakan indikator spesifik IMA.<br /><br />Tidak banyak membantu diagnosis IMA tetapi berguna untuk mendeteksi adanya bendungan paru (gagal jantung), kadang dapat ditemukan kardiomegali.<br /><br />Dapat tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan penebalan sistolik dinding jantung yang menurun. Dapat mendeteksi daerah dan luasnya kerusakan miokard, adanya penyulit seperti anerisma ventrikel, trombus, ruptur muskulus papilaris atau korda tendinea, ruptur septum, tamponade akibat ruptur jantung, pseudoaneurisma jantung.<br /><br />Berguna bila hasil pemeriksaan lain masih meragukan adanya IMA.<br /><br /><br />III. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />1. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.<br />2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.<br />3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.<br />4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />IV. INTERVENSI KEPERAWATAN<br />1. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.<br /><br />INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL<br />1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik<br /><br /><br /><br />2. Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.<br /><br />3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi)<br /><br /><br />4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:<br />- Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)<br /><br />- Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)<br /><br /><br />- Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)<br /><br /><br /><br />- Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).<br /> Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam variasi respon verbal non verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu digambarkan secara rinci untuk menetukan intervensi yang tepat.<br /><br />Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.<br /><br />Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.<br /><br />Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard. <br /><br />Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)<br /><br />Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.<br /><br />Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.<br /><br /><br />2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.<br /><br />INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL<br /><br />1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.<br /><br />2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas <br /><br /><br />3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />4. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.<br /><br /><br /><br />5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.<br /><br />6. Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.<br /> <br />Menentukan respon klien terhadap aktivitas.<br /><br /><br />Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.<br /><br />Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah. <br /><br />Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.<br /><br />Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.<br /><br /><br />Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.<br /><br />3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.<br /><br />INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL<br /><br />1. Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.<br /><br /><br /><br /><br />2. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi krisis yang dialaminya.<br /><br /><br /><br />3. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.<br /><br /><br /><br />4. Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi (Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan). <br />Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya kegelisahan, kemarahan, penolakan dan sebagainya.<br /><br />Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut terhadap ancaman kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran sosial dan sebagainya.<br /><br />Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.<br />Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.<br /><br /><br /><br />4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.<br /><br />INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL<br /><br />1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila memungkinkan)<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />3. Auskultasi bunyi napas.<br /><br /><br /><br />4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.<br /><br /><br /><br />5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien<br /><br /><br />6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.<br /><br /><br />7. Bantu pemasangan/pertahankan paten-si pacu jantung bila digunakan. <br /> <br />Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan katekolamin dan atau masalah vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik berhubungan dengan komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung ditunjukkan oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang meningkat. <br /><br />S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskemia miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung seperti pada kelainan katup, kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.<br /><br />Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokard.<br /><br />Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan memicu rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia. <br /><br />Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.<br /><br />Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri dada berulang.<br /><br />Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan sistem konduksi.April Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-19308389158008433952010-07-18T12:48:00.000-07:002010-07-18T12:49:06.643-07:00Askep GGKGAGAL GINJAL KRONIS<br /><br />A. KONSEP DASAR MEDIS <br /><br />1. DEFINISI<br />Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001)<br />Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)<br /><br />2. ETIOLOGI<br />Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :<br />1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)<br />2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)<br />3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)<br />4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)<br />5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)<br />6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)<br />7. Nefropati toksik<br />8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih) (Price & Wilson, 1994<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />3. PATOFISIOLOGI <br />Penyakit /Infeksi Menyerang<br />↓ <br />Bagian Spesifik dari semua unit nefron<br />↓ <br />Merubah struktur nefron<br />Lesi organik pada medula, merusak susunan metabolik dan lengkung Henle dan vasa rekta, atau dapat juga merusak pompa klorika pada pars asendens lengkong Hente<br />↓ <br />Terganggunya proses aliran balik pemekat dan aliran baik penukar daripada<br />Urin-> uremia<br />↓ <br />Beban nefron semakin berat, dari sisa nefron yang mengalami hipertropi<br />↓ <br />Bila sekitar 75% massa nefron hancur akan mempengaruhi keseimbangan glomerulus tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorbsi oleh tubulus) tidak dapat dipertahankan lagi<br />↓ <br />Fungsi nefrin semakin menurun secara progresif MK : Gangguan keseimbangan dan elektrolit<br />↓ <br /> Gagal ginjal kronik <br /><br />4. MANIFESTASI KLINIK<br />1. Kardiovaskuler<br /> Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis<br /> Pitting edema (kaki, tangan, sacrum<br /> Edema periorbital<br /> Friction rub pericardial<br /> Pembesaran vena leher<br />2. Dermatologi <br /> Warna kulit abu-abu mengkilat<br /> Kulit kering bersisik<br /> Pruritus<br /> Rambut tipis dan kasa<br /><br />3. Pulmoner<br /> Krekels<br /> Sputum kental dan liat<br /> Nafas dangkal<br /> Pernafasan kussmaul<br /> Gastrointestinal <br /> Anoreksia, mual, muntah, cegukan<br /> Nafas berbau ammonia<br /> Ulserasi dan perdarahan mulut<br /> Konstipasi dan diare<br /> Perdarahan saluran cerna<br />4. Neurologi<br /> Tidak mampu konsentrasi<br /> Kelemahan dan keletihan<br /> Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran<br /> Disorientasi<br /> Kejang<br /> Rasa panas pada telapak kaki<br /> Perubahan perilaku<br />5. Muskuloskeletal <br /> Kram otot<br /> Kekuatan otot hilang<br /> Kelemahan pada tungkai<br /> Fraktur tulang<br /> Foot drop<br />5. PEMERIKSAAN PENUNJANG<br />1. Pemeriksaan Laboratorium<br /> Laboratorium darah :<br />BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin) <br /> Pemeriksaan Urin Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT<br />2. Pemeriksaan EKG <br />Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)<br />3. Pemeriksaan USG<br />Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate<br />4. Pemeriksaan Radiologi <br />Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen<br />6. PENATALAKSANAAN<br />Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :<br />1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.<br />2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia. <br />3. Dialisis <br />4. Transplantasi ginjal (Reeves, Roux, Lockhart, 2001)<br />7. KOMPLIKASI<br />Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :<br />1. Hiperkalemia<br />2. Perikarditis<br />3. Hipertensi<br />4. Anemia<br />5. Penyakit tulang<br /><br />B. ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIS<br />a) PENGKAJIAN<br />1. Aktifitas dan Istirahat<br />Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur Kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM<br />2. Sirkulasi<br />Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada<br />Peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub<br />3. Integritas Ego<br />Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan Menolak, cemas, takut, marah, irritable<br />4. Eliminasi<br />Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung<br />5. Makanan/Cairan<br />Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites Penurunan otot, penurunan lemak subkutan<br />6. Neurosensori<br />Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan<br />Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma<br />7. Nyeri/Kenyamanan<br />Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki<br />Distraksi, gelisah<br />8. Pernafasan<br />Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal Dyspnea (+) Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal<br />9. Keamanan<br />Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie, ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas<br />10. Seksualitas<br />Penurunan libido, amenore, infertilitas<br />11. Interaksi Sosial<br />Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya<br />(Doengoes, 2000)<br />b) DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal<br />2. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi, mual, muntah<br />3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan (fase diuretik)<br />4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit<br />5. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisa<br />6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d gangguan status metabolic, edema, kulit kering, pruritus<br />7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang terpajan, misintepretasi informasi<br /><br /><br />c) INTERVENSI<br />1. Kelebihan volume cairan b.d. penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium sekunder terhadap penurunan fungsi ginjal<br />Tujuan : pasien menunjukkan pengeluaran urin tepat seimbang dengan pemasukan.<br />Kriteria Hasil :<br /> Hasil laboratorium mendekati normal<br /> BB stabil<br /> Tanda vital dalam batas normal<br /> Tidak ada edema<br />Intervensi :<br />a. Monitor denyut jantung, tekanan darah, CVP<br />b. Catat intake & output cairan, termasuk cairan tersembunyi seperti aditif antibiotic, ukur IWL<br />c. Awasi BJ urin<br />d. Batasi masukan cairan<br />e. Monitor rehidasi cairan dan berikan minuman bervariasi<br />f. Timbang BB tiap hari dengan alat dan pakaian yang sama<br />g. Kaji kulit,wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi derajat edema (skala +1 sampai +4)<br />h. Auskultasi paru dan bunyi jantung<br />i. Kaji tingkat kesadaran : selidiki perubahan mental, adanya gelisah<br />Kolaborasi :<br />1. Perbaiki penyebab, misalnya perbaiki perfusi ginjal, me ↑ COP<br />2. Awasi Na dan Kreatinin Urine Na serum, Kalium serumHb/ Ht<br />3. Rongent Dada<br />4. Berikan Obat sesuai indikasi : Diuretik : Furosemid, Manitol; Antihipertensi : Klonidin, Metildopa<br />5. Masukkan/pertahankan kateter tak menetap sesuai indikasi<br />6. Siapkan untuk dialisa sesuai indikasi<br />2. Resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d katabolisme protein, pembatasan diet, peningkatan metabolisme, anoreksi, mual, muntah<br />Tujuan : mempertahankan status nutrisi adekuat<br />Kriteria hasil : berat badan stabil, tidak ditemukan edema, albumin dalam batas normal.<br />Intervensi :<br />a. Kaji status nutrisi<br />b. Kaji/catat pola dan pemasukan diet<br />c. Kaji factor yang berperan merubah masukan nutrisi : mual, anoreksia<br />d. Berikan makanan sedikit tapi sering, sajikan makanan kesukaan kecuali kontra indikasi<br />e. Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulut<br />f. Timbang BB tiap hari<br />Kolaborasi ;<br /> Awasi hasil laboratorium : BUN, Albumin serum, transferin, Na, K<br /> Konsul ahli gizi untuk mengatur diet Berikan diet ↑ kalori, ↓ protein, hindari sumber gula pekat Batasi K, Na, dan Phospat Berikan obat sesuai indikasi : sediaan besi; Kalsium; Vitamin D dan B kompleks; Antiemetik<br /><br />3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebihan (fase diuretik)<br />Hasil yang diharapkan : klien menunjukkan keseimbangan intake & output, turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, nadi perifer teraba, BB dan TTV dalam batas normal, elektrolit dalam batas normal<br />Intervensi :<br />a. Ukur intake & output cairan , hitung IWL yang akurat<br />b. Berikan cairan sesuai indikasi<br />c. Awasi tekanan darah, perubahan frekuansi jantung, perhatikan tanda-tanda dehidrasi<br />d. Kontrol suhu lingkungan<br />e. Awasi hasil Lab : elektrolit Na<br />4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. ketidakseimbangan volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit <br />Tujuan : klien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuat<br />Kriteria Hasil :<br />1. TD dan HR dalam batas normal<br />2. Nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler<br />Intervensi :<br />a. Auskultasi bunyi jantung, evaluasi adanya, dispnea, edema perifer/kongesti vaskuler<br />b. Kaji adanya hipertensi, awasi TD, perhatikan perubahan postural saat berbaring, duduk dan berdiri<br />c. Observasi EKG, frekuensi jantung<br />d. Kaji adanya nyeri dada, lokasi, radiasi, beratnya, apakah berkurang dengan inspirasi dalam dan posisi telentang<br />e. Evaluasi nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, sensori dan mental<br />f. Observasi warna kulit, membrane mukosa dan dasar kuku<br />g. Kaji tingkat dan respon thdp aktivitas<br />h. Pertahankan tirah baring<br /><br />Kolaborasi:<br /> Awasi hasil laboratorium : Elektrolit (Na, K, Ca, Mg), BUN, creatinin <br /> Berikan oksigen dan obat-obatan sesuai indikasi Siapkan dialysis.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />ANALISA DATA<br /><br />NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI<br />1 30-Juni2010 Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien<br /><br />DIAGNOSA KEPERAWATAN <br />• Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan kerusakan nepron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme <br />• Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengeskkresi air dan natrium <br />• Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan pembatasan intake (Diit) dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi protein – calori. <br />• Potensial Infeksi sehubungan dengan penekanan sistim imun akibat uremia. <br />• Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan efek uremia.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN<br /><br /><br />NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN<br />1 Gangguan perfusi jaringan renal sehubungan dengan kerusakan nepron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme Metabolisme kembali normal 1. Kaji Perubahan EKG, Respirasi (Kecepatan dan kedalamannya) serta tanda – tanda chvostek”s dan Trousseau”s<br />2. Monitor data-data laboratorium : Serum pH, Hidrogen, Potasium, bicarbonat, calsium magnesium, Hb, HT, BUN dan serum kreatinin.<br />3. Jangan berikan obat – obat Nephrothoxic.<br />4. Berikan pengobatan sesuai pesanan / permintaan dokter dan kaji respon terhadap pengobatan.<br />2 Kelebihan volume cairan sehubungan dengan ketidakmampuan ginjal mengeskkresi air dan natrium Volume cairan tubuh normal <br />Kriteria hasil :<br />Tidak terjadi oedem, tidak ada keluhan pada tubuh 1. Timbang berat badan pasien setiap hari, Ukur intake dan output tiap 24 jam, Ukur tekanan darah (posisi duduk dan berdiri), kaji nadi dan pernapasan (Termasuk bunyi napas) tiap 6-8 jam, Kaji status mental, Monitor oedema, distensi vena jugularis, refleks hepato jugular, Ukur CVP dan PAWP<br />2. Monitor data laboratorium : Serum Natrium, Kalium, Clorida dan bicarbonat.<br />3. Monitor ECG<br />4. Berikan cairan sesuai indikasi<br />5. Berikan Diuretic sesuai pesanan dan monitor terhadap responnya.<br />3 Gangguan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan pembatasan intake (Diit) dan effect uremia yang mengakibatkan malnutrisi protein – calori Nutrisi seimbang <br />Kriteria Hasil :<br />BB stabil, porsi makan habis 1. Kaji terhadap adanya Mual, muntah dan anorexia<br />2. Monitor intake makanan dan perubahan berat badan ; Monitor data laboratorium : Serum protein, Lemak, Kalium dan natrium.<br />3. Berikan makanan sesuai diet yang dianjurkan dan modifikasi sesuai kesukaan Klien.<br />4. Bantu atau anjurkan pasien untuk melakukan oral hygiene sebelum makan.<br />5. Berikan antiemetik dan monitor responya.<br />6. Kolaborasi denga ahli diet untuk pemberian diit yang tepat bagi pasien.<br />4 Potensial Infeksi sehubungan dengan penekanan sistim imun akibat uremia Tidak terjadi infeksi 1. Kaji terhadap adanya tanda- tanda infeksi.<br />2. Monitor temperatur tiap 4 – 6 jam : Monitor data laboratorium : WBC : Darah, Urine, culture sputum. Monitor serum Kalium.<br />3. Pertahankan tekhnik antiseptik selama perawatan dan patulah selalu universal precaution.<br />4. Pertahankan kebersihan diri, status nutrisi yang adekuat dan istirahat yang cukup.<br />Kebiasaan hidup yang sehat membantu mencegah infeksi.<br />5 Resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas kulit sehubungan dengan efek uremia. Tidak terjadi Kerusakan integritas kulit 1. Kaji terhadap kekeringan kulit, Pruritis, Excoriations dan infeksi.<br />2. Kaji terhadap adanya petechie dan purpura.<br />3. Monitor Lipatan kulit dan area yang oedema<br />4. Lakukan perawat kulit secara benar.<br />5. Berikan pengobatan antipruritis sesuai pesanan.<br />6. Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.April Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-18680244227000306092010-07-18T12:47:00.000-07:002010-07-18T12:48:00.381-07:00STROKE HEMORAGIK <br />A. Konsep Dasar Medis<br /><br />1. Definisi: <br />Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke Hemoragik merupakan gangguan sirkulasi serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologis pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan kelainan perkembangan. Stroke Hemoragik dapat juga diartikan sebagai gangguan fungsional otak yang bersifat:<br />© fokal dan atau global<br />© akut<br />© berlangsung antara 24 jam atau lebih<br />© disebabkan gangguan aliran darah otak<br />© tidak disebabkan karena tumor/infeksi<br />2. Etiologi <br />Penyebab utama dari stroke Hemoragik diurutkan dari yang paling penting adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke Hemoragik biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer. <br />3. Patofisiologi<br />Stroke Hemoragik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arterio talamus (talamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris mengalami perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.<br />Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.<br />4. Tanda dan Gejala<br />Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke Hemoragik akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.<br />1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)<br />2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”<br />3. Tonus otot lemah atau kaku<br />4. Menurun atau hilangnya rasa<br />5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”<br />6. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)<br />7. Gangguan persepsi<br />8. Gangguan status mental<br /><br />5. Faktor resiko<br />Yang tidak dapat dikendalikan: Umur, factor familial dan ras.Yang dapat dikendalikan: hipertensi, penyakit kardiovaskuler (penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif), kolesterol tinggi, obesitas, kadar hematokrit tinggi, diabetes, kontrasepsi oral, merokok, penyalahgunaan obat, konsumsi alcohol.<br />6. Diagnosis <br />Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan arteriografi adalah esensial untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. CT Scan dan MRI merupakan sarana diagnostik yang berharga untuk menunjukan adanya hematoma, infark atau perdarahan. EEG dapat membantu dalam menentukan lokasi. <br />7. Penatalaksanaan <br />Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada 3 konsensus:<br />1. Konsensus amerika : 6 jam<br />2. Konsensus eropa : 1,5 jam<br />3. Konsensus asia : 12 jam<br />Prinsip pengobatan pada therapeutic window:<br />1. Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi iskhemik.<br />2. Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.<br />8. Manifestasi Klinis<br />Gejala – gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain bersifat::<br />1. Sementara Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.<br />2. Sementara,namun lebih dari 24 jam, Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND).<br />3. Gejala makin lama makin berat (progresif) Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke Hemoragik atau stroke Hemoragik inevolution.<br />4. Sudah menetap/permanen (Harsono,1996, hal 67).<br />B. KEPERAWATAN <br />a. Pengkajian keperawatan<br />Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien (Marilynn E. Doenges et al, 1998)<br />1. Identitas klien<br />Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.<br />2. Keluhan utama<br />Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.<br />3. Riwayat penyakit sekarang<br />Sakit kepala hebat pada saat bangun pagi atau pada saat istirahat disertai mual muntah, kesadaran menurun,otot terasa melemah atau kaku.<br /><br /><br />4. Riwayat penyakit dahulu<br />Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.<br />5. Riwayat penyakit keluarga<br />Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes melitus.<br />6. Riwayat psikososial<br />Stroke Hemoragik memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.<br />7. Pola-pola fungsi kesehatan<br />a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat<br />Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.<br />b. Pola nutrisi dan metabolisme<br />Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.<br />c. Pola eliminasi<br />Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.<br />d. Pola aktivitas dan latihan<br />Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.<br />e. Pola tidur dan istirahat<br />f. Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot<br />g. Pola sensori dan kognitif<br />Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.<br />h. Pola persepsi dan konsep diri<br />Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.<br />i. Pola hubungan dan peran<br />Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.<br />j. Pola reproduksi seksual<br />Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke Hemoragik , seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.<br />k. Pola penanggulangan stress<br />Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.<br />l. Pola tata nilai dan kepercayaan<br />Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.<br />m. Pemeriksaan Fisik<br />a. Keadaan umum<br /> Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran<br /> Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara<br /> Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.<br />b. Pemeriksaan integument<br /> Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke Hemoragik non hemoragik harus bed rest 2-3 minggu<br /> Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis<br /> Rambut: umumnya tidak ada kelainan.<br />c. Pemeriksaan kepala dan leher<br /> Kepala: bentuk normocephalik<br /> Muka: umumnya tidak simetris yaitu miring ke salah satu sisi<br /> Leher: kaku kuduk jarang terjadi.<br />d. Pemeriksaan dada<br /> Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.<br />e. Pemeriksaan abdomen<br /> Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.<br />f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus<br /> Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.<br />g. Pemeriksaan ekstremitas<br />h. Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.<br />i. Pemeriksaan neurologi:<br />j. Pemeriksaan nervus cranialis Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.<br />k. Pemeriksaan motorik<br />l. Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.<br /> Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi.<br /> Pemeriksaan refleks Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.<br /><br />ANALISA DATA<br />No Data Etiologi Masalah<br />1 Data Subjektif:<br /> Pasien mengatakan dua minggu yang lalu kepala terasa sakit, pasien tiba-tiba jatuh.<br /> Pasien mengatakan anggota gerak sebelah kanan tidak dapat digerakkan.<br /> Pasien mengatakan leher terasa tegang.<br /> Pasien mengatakan kepala berdenyut-denyut, mudah lelah.<br />Data Objektif:<br /> Hemiplegia dextra.<br /> Ditemukan refleks babinski pada kaki kanan.<br /> Pasien terbaring lemah.<br /> N VII (facialis) terganggu, pasien tersenyum miring ke kanan.<br /> WBC : 16,8 . 103 /mm3<br /> TD : 180/110 mmHg<br /> Rentang gerak asimetris.<br /> MRI brain kesan infark pada pons kiri. Infark otak Perubahan perfusi jaringan serebral<br />2 Data Subjektif:<br /> Pasien mengatakan BAK dibantu kateter.<br /> Pasien mengatakan badan terasa lemah, anggota gerak sebelah kanan tidak dapat digerakkan.<br />Data Objektif:<br /> Pasien terbaring lemah<br /> Terpasang kateter 2 hari yang lalu.<br /> Aktivitas harian pasien seperti makan, mandi, berpakaian, kerapian, BAB, BAK, mobilisasi di tempat tidur dan ambulasi dibantu oleh keluarga dan perawat. Kerusakan neuromuskuler Defisit perawatan diri<br /><br />B. Diagnosa Keperawatan<br />Nama/Umur : <br />Ruangan/Kamar : <br />No Diagnosa Keperawatan Tanggal Nama<br /> Ditemukan Teratasi <br />1 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark otak yang ditandai dengan pasien mengatakan dua minggu yang lalu kepala terasa sakit, pasien tiba-tiba jatuh, pasien mengatakan anggota gerak sebelah kanan tidak dapat digerakkan, pasien mengatakan leher terasa tegang, pasien mengatakan kepala berdenyut-denyut, mudah lelah, hemiplegia dextra, ditemukan refleks babinski pada kaki kanan, pasien terbaring lemah, NVII, terganggu, pasien tersenyum miring ke kanan, WBC : 16,8. 103/mm3, TD : 180/110 mmHg, rentang gerak asimetris, MRI brain kesan infark pada pons kiri. Nisda <br />2 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler yang ditandai dengan pasien mengatakan BAK dibantu kateter, pasien mengatakan badan terasa lemah, anggota gerak sebelah kanan tidak dapat digerakkan, pasien terbaring lemah, terpasang kateter 2 hari yang lalu, aktivitas harian pasien, seperti makan, mandi, berpakaian, kerapian, BAB, BAK, mobilisasi di tempat tidur dan ambulasi di bantu oleh perawat dan keluarga. Nisda<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />RENCANA KEPERAWATAN<br />No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional<br />1. Kerusakan mobilitas fisik b.d hemiparese, kehilangan koordinasi dan keseimbangan, spastisitas, dan cedera otak Ambulasi/ROM normal dipertahankan<br />KH:<br />-Sendi tidak kaku<br />-Tidak terjadi atropi otot 1. Terapi latihan<br />Mobilitas sendi<br />-Jelaskan pada klien&kelg tujuan latihan pergerakan sendi.<br />-Monitor lokasi&ketidaknyamanan selama latihan<br />-Gunakan pakaian yang longgar<br />-Kaji kemampuan klien terhadap pergerakan<br />-Encourage ROM aktif<br />-Ajarkan ROM aktif/pasif pada klien/kelg.<br />-Ubah posisi klien tiap 2 jam.<br />-Kaji perkembangan/kemajuan latihan<br />2. Self care Assistance<br />-Monitor kemandirian klien<br />-bantu perawatan diri klien dalam hal: makan,mandi, toileting.<br />-Ajarkan keluarga dalam pemenuhan perawatan diri klien. Pergerakan aktif/pasif bertujuan untuk mempertahankan fleksibilitas sendi<br />Ketidakmampuan fisik dan psikologis klien dapat menurunkan perawatan diri sehari-hari dan dapat terpenuhi dengan bantuan agar kebersihan diri klien dapat terjaga<br />2. Nyeri kepala b.d hemiparese, disuse Klien dapat mengontrol nyeri<br />KH:<br />-Klien mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang<br />-Klien dapat mendeskripsikan bagaimana mengontrol nyeri<br />-Klien mengatakan kebutuhan istirahat dapat terpenuhi<br />-Klien dapat menerapkan metode non farmakologik untuk mengontrol nyeri 1. Identifikasi nyeri yang dirasakan klien (P, Q, R, S, T)<br />2. Pantau tanda-tanda vital.<br />3. Berikan tindakan kenyamanan.<br />Ajarkan teknik non farmakologik (relaksasi, fantasi, dll) untuk menurunkan nyeri.<br />4. Berikan analgetik sesuai indikasi Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.<br />Memberikan dukungan menurunkan ketegangan otot, meningkatkan relaksasi, menfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa control diri dan kemampuan kopimg.<br />Titik managemen intervensi<br />3. Resiko infeksi b.d prosedur invasif Pasien tidak mengalami infeksi<br />KH:<br />Klien bebas dari tanda-tanda infeksi<br />-Klien mampu menjelaskan tanda&gejala infeksi 1. Mengobservasi&melaporkan tanda&gejala infeksi, spt kemerahan, hangat, rabas dan peningkatan suhu badan<br />2. mengkaji suhu klien netropeni setiap 4 jam, melaporkan jika temperature lebih dari 380C<br />3. Menggunakan thermometer elektronik atau merkuri untuk mengkaji suhu<br />4. Catat7laporkan nilai laboratorium <br />5. kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur dan turgor lakukan dokumentasi yang tepat pada setiap perubahan<br />6. Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan pada protein untuk pembentukan system imun Onset infeksi dengan system imun diaktivasi&tanda infeksi muncul<br />Klien dengan netropeni tidak memproduksi cukup respon inflamasi karena itu panas biasanya tanda&sering merupakan satu-satunya tanda<br />Nilai suhu memiliki konsekuensi yang penting terhadap pengobatan yang tepat<br />Nilai lab berkorelasi dgn riwayat klien&pemeriksaan fisik utk memberikan pandangan menyeluruh<br />Dapat mencegah kerusakan kulit, kulit yang utuh merupakan pertahanan pertama terhadap mikroorganisme<br />Fungsi imun dipengaruhi oleh intake protein<br />4. Defisit perawatan diri b.d gejala sisa stroke Hemoragik Klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri<br />KH:<br />-Klien terbebas dari bau, dapat makan sendiri, dan berpakaian sendiri 7. Observasi kemampuan klien untuk mandi, berpakaian dan makan.<br />8. Bantu klien dalam posisi duduk, yakinkan kepala dan bahu tegak selama makan dan 1 jam setelah makan<br />9. Hindari kelelahan sebelum makan, mandi dan berpakaian<br />10. Dorong klien untuk tetap makan sedikit tapi sering Dengan menggunakan intervensi langsung dapat menentukan intervensi yang tepat untuk klien<br />Posisi duduk membantu proses menelan dan mencegah aspirasi<br />Konservasi energi meningkatkan toleransi aktivitas dan peningkatan kemampuan perawatan diri<br />Untuk meningkatkan nafsu makan<br />5. Gangguan pola tidur b.d lingkungan &kurangnya privasi Klien dapat memenuhi kebutuhan tiudur<br />KH:<br />Klien jarng terbangun pada malam hari<br />-Klien mudah tertidur tanpa merasa kesulitan <br />-Klien dapat bangun pada pagi hari dengan segar&tidak merasa lelah 1. Mengkaji pola tidur klien untuk merencanakan perawatan<br />2. Observasi medikasi & diet klien<br />3.Bantu klien mengurangi nyeri sebelum tidur dan posisikan klien dengan nyaman untuk tidur<br />4. Jaga lingkungan tenang, misalnya menurunkan volume radio&televisi Kebiasaan pola tidur adalah individual. Data yang dikumpulkan secara komprehensif dan holistic dibutuhkan untuk memutuskan etiologi gangguan tidur<br />Sulit tidur bias merupakan efek samping medikasi<br />Klien mengatakan posisi yang tidak nyaman dan nyeri adalah factor yang sering menjadi penyebab gangguan tidur<br />Keramaian yang berlebih menyebabkan gangguan tidur<br />7. Kurang pengetahuan b.d kurang mengakses informasi kesehatan Pengetahuan klien meningkat<br />KH:<br />-Klien & keluarga memahami tentang penyakit Stroke Hemoragik , perawatan dan pengobatan 1. Mengkaji kesiapan&kemampuan klien untuk belajar<br />2. Mengkaji pengetahuan&ketrampilan klien sebelumnya tentang penyakit&pengaruhnya terhadap keinginan belajar<br />3. Berikan materi yang paling penting pada klien<br />4. Mengidentifikasi sumber dukungan utama&perhatikan kemampuan klien untuk belajar & mendukung perubahan perilaku yang diperlukan<br />5. Mengkaji keinginan keluarga untuk mendukung perubahan perilaku klien<br />6. Evaluasi hasi pembelajarn klie lewat demonstrasi&menyebautkan kembali materi yang diajarkan Proses belajar tergantung pada situasi tertentu, interaksi social, nilai budaya dan lingkungan<br />Informasi baru diserap meallui asumsi dan fakta sebelumnya dan bias mempengaruhi proses transformasi<br />Informasi akan lebih mengena apabila dijelaskan dari konsep yang sederhana ke yang komplek<br />Dukungan keluarga diperlukan untuk mendukung perubahan perilakuApril Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-83165212900671621722010-07-18T12:45:00.000-07:002010-07-18T12:46:33.676-07:00Askep PPOKASKEP PPOK/COPD<br /><br />A. KONSEP DASAR MEDIS<br />1. Definisi<br />COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis, empisema, bronkietaksis dan asma Bronkhitis kronis dan bronkietasis ditandai dengan pembentukan mucus bronchial yang berlebihan dan batuk yang disebabkan oleh inflamasi kronis bronkiolus dan hipertropi serta hyperplasia kelenjar mukosa, pada empisema, obstruksi jalan napas disebabkan oleh hperinflasi alveoli, kehilangan elastisitas jaringan paru dan penyempitan jalan napas kecil. Asma ditandai oleh penyempitan jalan napas bronchial. PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia (industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh ( Carpernito, 1999. hal 110 ).<br />COPD atau PPOM merupakan suatu kelompok paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru.<br />Termasuk dalam kelompok ini yaitu : bronkiektasis , bronkhitis menahun, emfisema paru, beberapa batuk dari asma, dan lain-lain. Walaupun masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri tetapi sering secara klinis, radiologik, dan fisiologik terdapat “Overlopping“ satu sama lain sehingga penegakan diagnosis pasti dari pada salah satu penyakit sukar di tetapkan. Secara fungsional semuanya akan mengakibatkan peningkataan tahanan saluran napas. (“airways resistance”). ( Kapita selekta, 1982. hal 218 ).<br /><br />2. Etiologi<br />Ada tiga factor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi dan polusi, selain itu pula berhubungan dengan factor keturunan, alergi, umur serta predisposisi genetic, tetapi belum diketahui dengan jelad apakah factor-faktor tersebut berperann atau tidak.<br />a. Rokok<br />Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara pisiologis rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukaos bronkusdan metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.<br />b. Infeksi<br />Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis koronis hamper selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis koronis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudaian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.<br />c. Polusi<br />Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan ozon.( Sumber :Ilmu penyakit dalam, 1996. hal. 755 ). Pada umumnya COPD menimbulkan kelainan yang sama. Pada dasarnya ada tiga kelainan fisiologis yang dapat menimbulkan insufiensi atau ketidakcukupan pernapasan, yaitu karena :<br />a. Ventilasi yang tidak memadai di alveoli.<br />b. Pengurangan difusi gas melalui membrane pernapasan.<br />c. Berkurangnya transportasi oksigen dari paru-paru ke jaringan.<br />Ventilasi yang tidak memadai di alveoli karena adanya kelainan yang menambah kerja ventilasi yaitu dengan penambahan tahanan jalan udara.<br />Mekanisme terjadinya obstruksi.<br />a. Intraluminer<br />b. Akibat infeksi dan iritasi yan menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret ang berlebihan.<br />c. Intramular<br /> Dinding bronkus menebal, akibatnya :<br />• Kontraksi otot-otot polos bronkus dan bronkiolus seperti pada asma,<br />• Hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mukus,<br />• Edema dan inflamasi (peradangan), sering terdapat pada bronkhitis dan asma.<br />d. Ekstramular.<br />Kelainan terjadi di luar saluran pernapsan. Destruksi dari jaringan paru mengakibatkan hilangnya kontraksi radial dinding bronkus ditambah dengan hiperinflamasi jeringan paru menyebabkan penyempitan saluran napas.<br />( Sumber : Kapita Selekta, 1982. hal. 218 ).<br />3. Fathofisiologi<br />Walaupun COPD terdiri dari berbagai penyakit tetapi seringkali memberikan kelainan fisiologis yang sama. Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret yang berlebihan, hal ini menimbulkan dinding bronkus menebal, akibatnya otot-otot polos pada bronkus dan bronkielus berkontraksi, sehingga menyebabkan hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mucus dan akhirnya terjadi edema dan inflamasi. Penyempitan saluran pernapasan terutama disebabkan elastisitas paru-paru yang berkurang. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Gangguan ventilasi yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas mengakibatkan hiperventilasi (napas lambat dan dangkal) sehingga terjadai retensi CO2 (CO2 tertahan) dan menyebabkan hiperkapnia (CO2 di dalam darah/cairan tubuh lainnya meningkat).<br />Pada orang noirmal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernapasan bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita COPD saluran saluran pernapasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya saluran pernapasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada, tetapi perfusi baik, sehingga penyebaran pernapasan udara maupun aliran darah ke alveoli, antara alveoli dan perfusi di alveoli (V/Q rasio yang tidak sama). Timbul hipoksia dan sesak napas, lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia.<br />( Soemardi. E. S, 1996.)<br /><br />4. Manifestasi Klinis<br />COPD merupakan penyakit obstruksi saluran napas, terjadai sedikit demi sedikit, bertahun tahun.biasanya dimulai pada seorang penderita perokok berumur 15-25 tahun produktivitasnya menurun dan timbul perubahan pada saluran pernapasan kecil dan fungsi paru mulai pula berubah. Umur 35-45 tahun timbul batuk produktif. Umur 45-55 tahun timbul sesak napas, hiposemia dan perubahannya pada pemeriksaan spirometri. Sering berulang-ulang mendapat infeksi saluran pernapasan bagian atas sehingga sering kali tidak dapat berkerja. Umur 55-65 tahun sudah ada kor pulmonal yang dapat menyebabkan kegagalan pernapasan dan meinggal dunia.<br />( Sumber : Ilmu Penyakit Dalam, 1996. hal. 756 ) Semua penyakit pernapasan dikaraktaristikan oleh obstruksi koronis pada aliran udara. Penyebab utama abstruksi bermacam-macam., misalnya ; Inlamasi jalan napas Pelengketan mukosa Penyempitan lumen jalan napas Kerusakan jalan napas Takipnea Ortopnea ( Sumber : Doenges, 1999. hal 152 ).<br /><br />5. Pemeriksaan Diagnostik.<br />Pemeriksaan penunjang dalam COPD adalah sebagai berikut :<br />a. Pemeriksaan radiologist Pemeriksaan radiologist sangat membantu dalam menegakan atau menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain.<br />b. Pemeriksaan faal paru Pada pemeriksaan fungsi paru FVC (kapasitas vital kuat) dan fev folume ekspirasi kuat mengalami penurunan menjadi kurang ari 20 %.<br />c. Analisis gas darah. Pada pemeriksaan gas darah arteri PH <> 45 mmHg, sedangkan yang normal PH 7,35-7,45 dan PaCO2 35-45 mmHg, serta pO2 75-100 mmHg.<br />d. Pemeriksaaan EKG (elektrokardiogram). ( Sumber : Ilmu Penyakit Dalam, 1996. hal. 757 )<br />6. Penatalaksanaan<br />Penatalaksanaan pada penderita COPD prinsifnya ialah untuk meringankan keluhan simtomatik, memperbaiki serta mempertahankan fungsi paru dan usaha pencegahan harus dilakukan seperti penghentian merokok, menghindari polusi udara.<br />Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :<br />a. Pemberian bronkodilator<br />1) Teoillin Golongan teofilin biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg berat badan per oral.<br />2) Agonis B2<br />Sebaiknya diberikan scara aerosol atau nebulizer. Dapat juga diberikan kombinasi obat secara aerosol maupun oral, sehingga diharapkan mempunyai efek bronkodilator lebih kuat.<br />b. Pemberian kortikosteroid<br />Pada beberapa penderita pemberian kortikosteroid akan mengurangi obstruksi saluran pernapasan.<br />c. Mengurangi retraksi usus<br />Usaha untuk mengeluarkan dn mengurangi mukus, merupakan pengobatan yang utama dan penting pada pengelalaan COPD. Untuk itu dapat dilakukan :Minum air putih yang cukup agar tuidak dehidrasi.<br />Ekspektoran. Yang sering digunakan gliserilquaiakolat, kalium yodida dan ammonium klorida Nebulizasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencer sputum. Mukolitik.<br />Dapat digunakan asetil sistein atau bromheksin.<br />d. Fisioterafi dan rehabilitasi.<br />Berguna untuk ;<br /> Mengeluarkan mukus dari saluran pernapasan<br /> Memperbaiki efisiensi ventilasi<br /> Memperbaiki dan meningkatkan kekiatan fisis.<br />7. Komplikasi.<br />komplikasi yang sering terjadi dengan berlanjutnya penyakit, yaitu :<br />a. Kegagalan respirasi yang ditandai dengan sesak napas dengan manifestasi asidosis respirasi.<br />b. Retensi co2<br />c. Menurunnya saturasi O2<br />d. Hematologik : polisitemia<br />e. Ukkus peptikum, terjadinya sukar diketahui.<br /><br />B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN<br />Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan. Hal ini biasa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving atau pemecahan masalah, yang memerlukan ilmu teknik dan ketrampilan intrapersonal ditujukan untuk memenuki kebutuan klien. (Nursalam, 1996. hal. 1).<br />Pada bagian ini penulis akan menguraikan tentang konsep dasar asuhan keperawatan klien dengan COPD, dimana asukhan keperawatan ini mengguakan pendekatan proses diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi. ( nursalam dikutip dari dr iyer, 1996. hal. 1 ).<br />1. Pengkajian<br />Pengkajian adalah langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari proses keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga didapatkan informasi yang tepat. Adapun hal yang perlu dikaji dalam kasus ini antara lain ;<br />a. Identitas klien<br />b. Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien.<br />c. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan. kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun.<br />c. Pola nutris metabolik.<br />Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.<br /> d. Pola eliminasi.<br />1. Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sift.<br />2. Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,<br />kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi<br />dalam Bab.<br />e. Pola aktivitas dan latihan<br />Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.<br />f. Pola tidur dan istirahat<br />Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.<br />g. Pola persepsi kogniti<br />Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan, pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi terhadap tempat waktu dan orang.<br />h. Pola persepsi dan konsep diri<br />Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.<br />i. Pola peran hubungan dengan sesame<br />Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain.<br />j. Pola produksi seksual<br />Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.<br />k. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.<br />Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri, tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.<br />l. Pola system kepercayaan<br />Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan.<br /><br />2. Diagnosa Keperawatan<br />Memberikan dasar-dasar memilih intervensi untuk mencapai hasil menjadi tanggung jawab dan tanggung gugat paerawat. Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan COPD adalah sebagai berikut :<br />a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.<br />b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).<br />c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.<br />d. Kurang pengetahuan mengenai proses dan prognosis penyakit berhubungan dengan kurang informasi.( Doenges, 1999. hal 156 ).<br /><br />3. Perencanaan Keperawatan.<br />Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah menentukan perencanaan keperawatan yang meliputi pengemabangan strategi desain untuk mencegah, dan mengurangi. ( Nursalam, 2001. hal 51 ). Tahap dalam perencanaan meliputi penentuan prioritas masalah, tujuan, criteria hasil, menentukan rencana dan tindakan pelimpahan (medis dan tim kesehatan lainnya), dan program perintah medis. Pada dasarnya membuatan prioritas masalah dibuat berdasarkan kebutuhan dasar manusia. Menurut Abraham moslow, meletakan kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan paling dasar, rasa aman, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan COPD adalah sebagai berikut :<br />a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.<br />Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu.<br />Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas bersih/jelas.<br /> Intervensi.<br />1. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.<br />Rasional : Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.<br />2. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur. <br />Rasional :Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.<br />3. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels dan ronki..<br />Rasional :Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).<br />4. Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu. <br />Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.<br />5. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.<br />Rasional :Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.<br />6. Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.<br />Rasional :Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.<br />7. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.<br />Rasional :Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.<br />8. Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).<br />Rasional :Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.( Doenges, 1999. hal 156 ).<br /><br />b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).<br />Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh.<br />Kriteria hasil :<br /> Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.<br /> Tanda-tanda vital dalam batas normal<br /> Tidak ada tanda-tanda sianosis.<br />Intervensi :<br />1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang. <br />Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit.<br />2. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.<br />Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.<br />3. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu. <br />Rasional :Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.<br />4. Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.<br />Rasional :Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.<br />5. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.<br />Rasional :Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.<br />6. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.<br />Rasional : Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.<br />7. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.<br />Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan. ( Doenges, 1999. hal 158 ).<br />c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.<br />Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.<br />Kriteria hasil :<br /> Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.<br /> Ekspresi wajah rileks.<br />Intervensi :<br />1. Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi. <br />Rasional : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.<br />2. Pantau tanda-tanda vital.<br />Rasional :Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.<br />3. Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.<br />Rasional : Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.<br />4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.<br />Rasional : Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.<br />5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.<br />Rasional : Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.<br />6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.<br />Rasional : Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum. ( Doenges, 1999. hal 171 ).<br />d. Kurang pengetahuan mengenai proses dan prognosis penyakit berhubungan dengan kurang informasi.<br />Tujuan : Klien mengerti tentang penyakit, perawatan dan program pengobatannya.<br />Kriteria hasil :<br /> Klien memahami proses penyakit dan kebutuhan pengobatan.<br /> Melakukan perilaku/perubahan pada hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan menurunkan resiko pengaktifan ulang COPD.<br /> Mengidentifikasi gejala yang menerlukan evaluasi intervensi.<br />Intervensi.<br />1. Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit individu. Dorong pasien/orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan.<br />Rasional :Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan. Instruksikan/kuatkan rasional untuk latihan napas,<br />2. batuk efektif, dan latihan kondisi umum.<br />Rasional : Napas bibir dan napas abdominalis/diafragmatik menguatkan otot pernapasan, membantu meinimalkan kolaps jalan napas kecil, dan memberikan indivisu arti untuk mengontrol dispnea. <br />3. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot, dan rasa sehat. Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.<br />Rasional : Pasien sering mendapatkan obat pernapasan banyak sekaligus yang mempunyai efek samping hamper sama dan potensial interaksi obat. Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping menganggu (obat dilanjutkan) dan efek samping merugikan (obat mungkin dihentikan/diganti).<br />4. Diskusikan faktor individu yang menigkatkan kondisi, misalnya ; udara terlalu kering, angina, lingkungan dan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, seprai aerosol, polusi udara. Dorong pasien/orang terdekat untuk mencari cara mengontrol faktor ini dan sekitar rumah.<br />Rasional : Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan/meningkatkan iritasi bronchial menimbulkan peningkatan produksi sekret dan menjadi hambatan jalan napas. <br />5. Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan merokok pada pasien dan/atau orang terdekat.<br />Rasional : Penghentian merokok dapat memperlambat/menghambat kemajuan COPD. Namun meskipun pasien ingin menghentikan merokok, diperlukan kelompok pendukung dan pengawas medis. Catatan : penelitian menunjukan bahwa rokok “ side-streams “ atau “second hand’ dapat terganggu seperti halnya merokok nyata. <br />6. Diskusikan tentang pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik, dan culture sputum<br />Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuat program tetapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi.<br />( Doenges, 1999. hal 162 ).<br /><br />4. Perencanaan pulang.<br />Untuk meningkatkan efisiensi pernapasan secara maksimal, anjurkan klien untuk <br />a. Secara bertahap dalam beraktivitas dan gaya hidup sehari-hari yang harus direncanakan untuk mencegah kekambuhan.<br />b. Mampu mengendalikan stress dan emosional sebagai faktor pencetus terjadinya sesak<br />c. Memenuhi kebutuhan istirahat yang cukup dan mematuhi terapi.<br />d. Mentaati aturan terapi pengobatan dan selalu control ulang.<br />e. Meningkatkan nutrisi yang adekuat.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN COPD<br /><br />No Diagnosa keperawatan Perencanaan<br /> Tujuan Intervensi<br />1 Bersihan jalan nafas tak<br />efektif yang berhubungan<br />dengan :<br /> Bronchospasme<br /> Peningkatan produksi<br /> sekret (sekret yang<br /> tertahan, kental)<br /> Menurunnya energi/fatique Data-data<br /> Klien mengeluh sulit<br /> untuk bernafas<br /> Perubahan<br />kedalaman/jumlah<br />nafas, penggunaan otot<br />bantu pernafasan<br /> Suara nafas abnormal<br /> seperti : wheezing,<br /> ronchi, crackles<br /> Batuk (persisten)<br /> dengan/tanpa produksi<br /> sputum. Tujuanya adalah:<br /> Tidak ada demam<br /> Tidak ada cemas<br /> RR dalam batas<br /> Normal<br /> Irama nafas dalam<br /> batas normal<br /> Pergerakan sputum<br /> keluar dari jalan nafas<br /> Bebas dari suara<br /> nafas tambahan a. Manajemen jalan nafas<br />b. Penurunan kecemasan<br />c. Aspiration precautions<br />d. Fisioterapi dada<br />e. Latih batuk efektif<br />f. Terapi oksigen<br />g. Pemberian posisi<br />h. Monitoring respirasi<br />i. Surveillance<br />j. Monitoring tanda vital<br />2 Kerusakan Pertukaran gas<br />yang berhubungan dengan<br />:<br />Kurangnya suplai<br />oksigen (obstruksi<br />jalan nafas oleh sekret,<br />bronchospasme, air<br />trapping).<br />Destruksi alveoli<br />Data-data :<br />Dyspnea<br />Confusion, lemah.<br />Tidak mampu<br />mengeluarkan sekret<br />Nilai ABGs abnormal<br />(hipoxia dan<br />hiperkapnia)<br />Perubahan tanda vital.<br />Menurunnya toleransi<br />terhadap aktifitas.<br /> •Status mental dalam<br />batas normal<br />•Bernafas dengan<br />mudah<br />•Tidak ada cyanosis<br />•PaO2 dan PaCO2<br />dalam batas normal<br />•Saturasi O2 dalam<br />rentang normal a. Manajemen asam dan basa<br />tubuh<br />b. Manajemen jalan nafas<br />c. Latih batuk<br />d. Tingkatkan keiatan<br />e. Terapi oksigen<br />f. Monitoring respirasi<br />g. Monitoring tanda vital<br />3 Ketidakseimbangan nutrisi<br />: Kurang dari kebutuhan<br />tubuh yang berhubungan<br />dengan :<br />Dyspnea, fatique<br />Efek samping<br />pengobatan<br />Produksi sputum<br />Anorexia,<br />nausea/vomiting.<br />Data :<br />Penurunan berat badan<br />Kehilangan masa otot,<br />tonus otot jelek<br />Dilaporkan adanya<br />perubahan sensasi rasa<br />Tidak bernafsu untuk<br />makan, tidak tertarik<br />makan •Mampu<br />memeliharan intake<br />kalori secara<br />optimal <br />(menunjukkan)<br />•Mampu memelihara<br />keseimbangan<br />cairan <br />(menunjukkan)<br />•Mampu mengontrol<br />asupan makanan<br />secara adekuat (menunjukkan) a. Manajemen cairan<br />b. Monitoring cairan<br />c. Status diet<br />d. Manajemen gangguan<br />makan<br />e. Manajemen nutrisi<br />f. Terapi nutrisi<br />g. Konseling nutrisi<br />h. Kontroling nutrisi<br />i. Terapi menelan<br />j. Monitoring tanda vital<br />k. Bantuan untuk<br />peningkatan BB<br />l. Manajemen berat badanApril Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-19915581643758597152010-07-18T12:40:00.000-07:002010-07-18T12:41:36.970-07:00askep MeningitisASKEP MENINGITIS<br /><br />A. KONSEP DASAR MEDIS <br /><br />1. Definisi<br />Meningitis adalah radang umum araknoidia,leptomeningitis.(perawatan anak sakit,1984:232). Meningitis adalah suatu peradangan selaput otak yang biasanya diikuti pula oleh peradangan otak.(penyakit dalam dan penanggulangan,1985).<br />Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).<br />2. Patofisiologi<br />Otak dilapisi oleh tiga lapisan,yaitu:durameter, arachnoid,dan piameter.cairan otak dihasilkan didalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam system ventrikuler seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari jari didalam lapisan subarchnoid. Organisme ( virus/ bakteri ) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melalui aliran darah didalam pembuluh darah otak. Cairan hidung ( secret hidung ) atau secret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar ), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan kecairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik kecranial maupun kesaraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.<br /><br /><br /><br />3. Klasifikasi meningitis<br />1. Meningitis purulenta<br />adalah radang selaput otak ( aracnoid dan piamater ) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa. Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain lain. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ / jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan lain lain. Penyebab meningitis purulenta adalah sejenis kuman pneomococcus, hemofilus influenza, stafhylococcus, streptococcus, E.coli, meningococcus, dan salmonella. Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang terlambat . pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12 (dua belas ) sampai 24 (dua pulu empat ) jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam , tanda tanda selaput otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma<br /><br />2. Meningitis serosa ( tuberculosa )<br />Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga archnoid. Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobata yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi berkurang atau produksi berlebihan dari likour serebrospinal. Anak juga bias menjadi tuli atau buta dan kadang kadang menderita retardasi mental.<br />4. Gambaran klinik <br />pada penyakit ini mulainya pelan. Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemipareses dan kerusakan saraf otak. <br /><br />5. Manifestasi Klinik<br /> Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku<br /> Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor<br /> Sakit kepala<br /> Sakit sakit pada otot<br /> Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien.<br /> Adanya disfungsi pada saraf <br /> Pergerakan motorik pada awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan biasa terjadi hemiparesis, hemiplagia, dan penurunan tonus otot<br /> Reflex brudzinski dan reflex kernig positif<br /> Nausea<br /> Vomiting<br /> Takikardia<br /> Kejang<br /> Pasien merasa takut dan cema<br />6. Pemeriksaan Diagnostik<br />1. Analisa CSS dan fungsi lumbal<br /> Meningitis bacterial : tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri<br /> Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negative, kultur virus biasanya hanya dengan prosedur khusus<br />2. Glukosa serum : meningkat<br />3. LDH serum : meningkat pada meningitis bakteri<br /> Sel darah putih : meningkat dengan peningkatan neotrofil (infeksi bakteri)<br /> Elektrolit darah : abnormal<br />4. LED : meningkat<br /> Kultur darah / hidung / tenggorokan / urine dapat mengindikasikan daerah “pusat” infeksi /mengidentifikasikan tipe penyebab infeksi<br />5. MRI /CT Scan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel ; hematum daerah serebral, hemoragik maupun tumor<br /><br />7. Penatalaksanaan<br />Pengobatan biasanya diberikan antibiotik :<br /><br />ANTIBIOTIK:<br />Penicillin G<br />ORGANISME:<br />Pneumococci<br />Meningococci<br />Streptococci<br />ANTIBIOTIK:<br />Gentamycin<br /><br />ORGANISME:<br />Klebsiella<br />Pseodomonas<br />Proleus<br />ANTIBIOTIK:<br />Chlorampenikol<br />ORGANISME:<br />Haemofilus influenza<br /><br />B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS<br />PENGKAJIAN PASIEN DENGAN MENINGITIS :<br />a. Keluhan utama <br />Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang dan penurunan kesadaran.<br />b. Riwayat penyakit sekarang<br />Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala berhubungan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.<br />pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah mengalami tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman kemeningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.<br /><br />c. Riwayat Penyakit Dahulu<br />Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberculosia.<br />Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic)<br />d. Pengkajian psikososial<br />Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.<br />e. Pemeiksaan fisik<br />1) Aktivitas / istirahat<br />Gejala : perasaan tidak enak (malaise ), keterbatasan yang ditimbulkan kondisinya.<br />Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan secara Umum, keterbatasan dalam rentang gerak.<br />2) Sirkulasi<br />Gejala : adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung Conginetal ( abses otak ).<br />Tanda : tekanan darah meningkat,nadi menurun dan tekanan nadi berat (berhubungan Dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor ). Takikardi, distritmia ( pada fase akut ) seperti distrimia sinus (pada meningitis)<br /><br />3) Eleminasi<br />Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.<br />4) Makanan dan Cairan<br />Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut )<br />Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.<br />5) Hygiene<br />Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri ( pada periode akut )<br />6) Neurosensori<br />Gejala : sakit kepala ( mungkin merupan gejala pertama dan biasanya berat ) . Pareslisia,Terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangansensasi ( kerusakanPada saraf cranial ). Hiperalgesia / meningkatnyasensitifitas ( minimitis ) . Timbul Kejang ( minimitis bakteri atau abses otak ) gangguan dalam penglihatan, seperti Diplopia ( fase awal dari beberapa infeksi ). Fotopobia ( pada minimtis ). Ketulian ( pada minimitis / encephalitis ) atau mungkin hipersensitifitas terhadap kebisingan, Adanya hulusinasi penciuman / sentuhan. Tanda : <br /> status mental / tingkat kesadaran ; letargi sampai kebingungan yang berat hingga Koma, delusi dan halusinasi / psikosis organic ( encephalitis ).<br /> Kehilangan memori, sulit mengambil keputusan ( dapat merupakan gejala<br />Berkembangnya hidrosephalus komunikan yang mengikuti meningitis bacterial )<br /> Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.<br /> Mata ( ukuran / reaksi pupil ) : unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya<br />( peningkatan TIK ), nistagmus ( bola mata bergerak terus menerus ).<br /> Ptosis ( kelopak mata atas jatuh ) . Karakteristik fasial (wajah ) ; perubahan pada Fungsi motorik da nsensorik ( saraf cranial V dan VII terkena )<br /> Kejang umum atau lokal ( pada abses otak ) . Kejang lobus temporal . Otot<br />Mengalami hipotonia /flaksid paralisis ( pada fase akut meningitis ). Spastik<br />( encephalitis).<br /> Hemiparese hemiplegic ( meningitis / encephalitis )<br /> Tanda brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya Iritasi meningeal ( fase akut )<br /> Regiditas muka ( iritasi meningeal )<br /> Refleks tendon dalam terganggu, brudzinski positif<br /> Refleks abdominal menurun.<br />7) Nyeri / Kenyamanan<br />Gejala : sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin akan diperburuk oleh Ketegangan leher /punggung kaku ,nyeri pada gerakan ocular, tenggorokan nyeri<br />Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi /gelisah menangis / mengeluh.<br />8) Pernapasan<br />Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru<br />Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal ), perubahan mental ( letargi sampai Koma ) dan gelisah.<br />9) Keamanan<br />Gejala : - Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi lain, meliputi mastoiditis Telinga tengah sinus, abses gigi, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, Fraktur pada tengkorak / cedera kepala.<br /> Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada meningitis, terpajan oleh Campak, herpes simplek, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.<br /> Gangguan penglihatan atau pendengaran<br />Tanda :<br /> suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil<br /> Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic<br /> Gangguan sensoris<br />f. Diagnosa Keperawatan<br />1. Resiko tinggi terhadap ( penyebaran ) infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh. Hasil yang diharapkan / criteria evaluasi pasien anak ; mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain<br />Intervensi<br />a. Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan baik pasien, pengunjung, maupun staf.<br />Rasional ; menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi ( mis : individu yang mengalami infeksi saluran napas atas )<br />b. Pantau dan catat secara teratur tanda-tanda klinis dari proses infeksi.<br />Rasional : Terapi obat akan diberikan terus menerus selama lebih 5 hari setelah suhu turun ( kembali normal ) dan tanda-tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda klinis terus menerus merupakan indikasi perkembangan dari meningokosemia akut yang dapat bertahan sampai berminggu minggu / berbulan bulan atau penyebaran pathogen secara hematogen / sepsis.<br />c. Ubah posisi pasien dengan teratur tiap 2 jam. <br />Rasionalisasi ; Mobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan.<br />d. Catat karakteristik urine, seperti warna, kejernihan dan bau<br />Rasionalisasi ; Urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan resiko terhadap infeksi kandung kemih / ginjal / awitan sepsis.<br />e. Kolaborasi tim medis<br />Rasional : Obat yang dipilih tergantung pada infeksi dan sensitifitas individu. Catatan ; obat cranial mungkin diindikasikan untuk basilus gram negative, jamur, amoeba.<br /><br />2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang mengubah / menghentikan aliran darah arteri / vena. Hasil yang diharapkan / kriteria pasien anak : mempertahankan tingkat kesadaran , mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil, melaporkan tak adanya / menurunkan berat sakit kepala, mendemontrasikan adanya perbaikan kognitif dan tanda peningkatan TIK.<br />Intervensi<br />a. Perubahan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dilakukan fungsi lumbal.<br />Rasional : perubahan tekanan CSS mungkin merupakan adanya resiko herniasis batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.<br /><br />b. Pantau / catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS.<br />Rasional : pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menntukan lokasi, penyebaran / luas dan perkembangan dari kerusakan serebral.<br />c. Pantau masukan dan keluaran . catat karakteristik urine, turgor kulit, dan keadaan membrane mukosa.<br />Rasional : hipertermia meningkatkan kehilangan air tak kasat mata dan meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menurun / munculnya mual menurunkan pemasukan melalui oral.<br />d. Berikantindakan yang memberikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.<br />Rasional : meningkatkan istirahat dan menurunkan stimulasi sensori yang berlebihan.<br />e. Pantau gas darah arteri. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.<br />Rasional : terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel yang memperburuk / meningkatkan iskemia serebral.<br /><br /><br />3. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kelemahan umum.<br />Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : tidak mengalami kejang atau penyerta atau cedera lain.<br />Intervensi<br />a. Pantau adanya kejang / kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain.<br />Rasional : mencerminkan pada iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi.<br />b. Berikan keamanan pada pasien dengan memberi bantuan pada penghalang tempat tidur dan pertahankan tetap terpasang dan pasang jalan napas buatan plastik atau gulungan lunak dan alat penghisap.<br />Rasional : melindungi pasien jika kejang. Catatan ; masukan jalan napas bantuan / gulungan lunak jika hanya rahangnya relaksasi, jangan dipaksa memasukkan ketika giginya mengatup dan jaringan lunak akan rusak.<br />c. Pertahankan tirah baring selama fase akut. Pindahkan .gerakkan dengan bantuan sesuai membaiknya keadaan.<br />Rasional : menurunkan resiko terjatuh / trauma jika terjadi vertigo, sinkope atau ataksia.<br />d. Berikan obat sesuai indikasi seperti fenitoin ( dilantin ), diazepam , fenobarbital.<br />Rasional : merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang .catatan : fenobarbital dapat menyebabkan defresi pernapasan dan sedative serta menutupi tanda / gejala dari peningkatan TIK.<br />4. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan adanya proses inflamasi / infeksi.<br />Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan poster rileks dan mampu tidur / istirahat dengan tepat.<br />Intervensi<br />a. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi.<br />Rasional : menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat / relaksasi.<br />b. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan yang penting .<br />Rasional : menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.<br />c. Berikan latihan rentang gerak aktif / pasif secara aktif dan massage otot daerah leher /bahu.<br />Rasional : dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang menimbulkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.<br />d. Berikan analgetik, seperti asetaminofen dan kodein<br />Rasional : mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.<br />Catatan : narkotik merupakan kontraindikasi sehingga menimbulkan ketidak akuratan dalam pemeriksaan neurologis.<br /><br />g. Evaluasi<br />Hasil yang diharapkan :<br />1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.<br />2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.<br />3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.<br />4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.<br />5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.<br />6. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.<br />7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.April Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-56460668733686164242010-07-18T12:27:00.000-07:002010-07-18T12:29:39.146-07:00Askep stokeSTROKE (CVA: CELEBROVASKULER ACCIDENT)<br />A. Konsep Dasar Medis<br /><br />1. Definisi: <br />Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologis pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan kelainan perkembangan. Stroke dapat juga diartikan sebagai gangguan fungsional otak yang bersifat:<br />© fokal dan atau global<br />© akut<br />© berlangsung antara 24 jam atau lebih<br />© disebabkan gangguan aliran darah otak<br />© tidak disebabkan karena tumor/infeksi<br />2. Etiologi <br />Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling penting adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer. <br />3. Patofisiologi<br />Stroke menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arterio talamus (talamo perforate arteries) dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilaris mengalami perubahan-perubahan degenaratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.<br />Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.<br />4. Tanda dan Gejala<br />Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.<br />1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)<br />2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”<br />3. Tonus otot lemah atau kaku<br />4. Menurun atau hilangnya rasa<br />5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”<br />6. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)<br />7. Gangguan persepsi<br />8. Gangguan status mental<br /><br /><br />5. Faktor resiko<br />Yang tidak dapat dikendalikan: Umur, factor familial dan ras.Yang dapat dikendalikan: hipertensi, penyakit kardiovaskuler (penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif), kolesterol tinggi, obesitas, kadar hematokrit tinggi, diabetes, kontrasepsi oral, merokok, penyalahgunaan obat, konsumsi alcohol.<br />6. Diagnosis <br />Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan arteriografi adalah esensial untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. CT Scan dan MRI merupakan sarana diagnostik yang berharga untuk menunjukan adanya hematoma, infark atau perdarahan. EEG dapat membantu dalam menentukan lokasi. <br />7. Penatalaksanaan <br />Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada 3 konsensus:<br />1. Konsensus amerika : 6 jam<br />2. Konsensus eropa : 1,5 jam<br />3. Konsensus asia : 12 jam<br />Prinsip pengobatan pada therapeutic window:<br />1. Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi iskhemik.<br />2. Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.<br />8. Manifestasi Klinis<br />Gejala – gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain bersifat::<br />1. Sementara Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.<br />2. Sementara,namun lebih dari 24 jam, Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND).<br />3. Gejala makin lama makin berat (progresif) Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution.<br />4. Sudah menetap/permanen (Harsono,1996, hal 67).<br />B. KEPERAWATAN <br />a. Pengkajian keperawatan<br />Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien (Marilynn E. Doenges et al, 1998)<br />1. Identitas klien<br />Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.<br />2. Keluhan utama<br />Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.<br />3. Riwayat penyakit sekarang<br />Sakit kepala hebat pada saat bangun pagi atau pada saat istirahat disertai mual muntah, kesadaran menurun,otot terasa melemah atau kaku.<br /><br />4. Riwayat penyakit dahulu<br />Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.<br />5. Riwayat penyakit keluarga<br />Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes melitus.<br />6. Riwayat psikososial<br />Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.<br />7. Pola-pola fungsi kesehatan<br />a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat<br />Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.<br />b. Pola nutrisi dan metabolisme<br />Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.<br />c. Pola eliminasi<br />Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.<br />d. Pola aktivitas dan latihan<br />Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.<br />e. Pola tidur dan istirahat<br />f. Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot<br />g. Pola sensori dan kognitif<br />Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.<br />h. Pola persepsi dan konsep diri<br />Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.<br />i. Pola hubungan dan peran<br />Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.<br />j. Pola reproduksi seksual<br />Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.<br />k. Pola penanggulangan stress<br />Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.<br />l. Pola tata nilai dan kepercayaan<br />Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.<br />m. Pemeriksaan Fisik<br />a. Keadaan umum<br /> Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran<br /> Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara<br /> Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.<br />b. Pemeriksaan integument<br /> Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke non hemoragik harus bed rest 2-3 minggu<br /> Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis<br /> Rambut: umumnya tidak ada kelainan.<br />c. Pemeriksaan kepala dan leher<br /> Kepala: bentuk normocephalik<br /> Muka: umumnya tidak simetris yaitu miring ke salah satu sisi<br /> Leher: kaku kuduk jarang terjadi.<br />d. Pemeriksaan dada<br /> Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.<br />e. Pemeriksaan abdomen<br /> Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.<br />f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus<br /> Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.<br />g. Pemeriksaan ekstremitas<br />h. Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.<br />i. Pemeriksaan neurologi:<br />j. Pemeriksaan nervus cranialis Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.<br />k. Pemeriksaan motorik<br />l. Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.<br /> Pemeriksaan sensorik Dapat terjadi hemihipestesi.<br /> Pemeriksaan refleks Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.<br /><br /><br /><br />ANALISA DATA<br />No Data Etiologi Masalah<br />1 Data Subjektif:<br /> Pasien mengatakan dua minggu yang lalu kepala terasa sakit, pasien tiba-tiba jatuh.<br /> Pasien mengatakan anggota gerak sebelah kanan tidak dapat digerakkan.<br /> Pasien mengatakan leher terasa tegang.<br /> Pasien mengatakan kepala berdenyut-denyut, mudah lelah.<br />Data Objektif:<br /> Hemiplegia dextra.<br /> Ditemukan refleks babinski pada kaki kanan.<br /> Pasien terbaring lemah.<br /> N VII (facialis) terganggu, pasien tersenyum miring ke kanan.<br /> WBC : 16,8 . 103 /mm3<br /> TD : 180/110 mmHg<br /> Rentang gerak asimetris.<br /> MRI brain kesan infark pada pons kiri. Infark otak Perubahan perfusi jaringan serebral<br />2 Data Subjektif:<br /> Pasien mengatakan BAK dibantu kateter.<br /> Pasien mengatakan badan terasa lemah, anggota gerak sebelah kanan tidak dapat digerakkan.<br />Data Objektif:<br /> Pasien terbaring lemah<br /> Terpasang kateter 2 hari yang lalu.<br /> Aktivitas harian pasien seperti makan, mandi, berpakaian, kerapian, BAB, BAK, mobilisasi di tempat tidur dan ambulasi dibantu oleh keluarga dan perawat. Kerusakan neuromuskuler Defisit perawatan diri<br /><br />B. Diagnosa Keperawatan<br />Nama/Umur : <br />Ruangan/Kamar : <br />No Diagnosa Keperawatan Tanggal Nama<br /> Ditemukan Teratasi <br />1 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark otak yang ditandai dengan pasien mengatakan dua minggu yang lalu kepala terasa sakit, pasien tiba-tiba jatuh, pasien mengatakan anggota gerak sebelah kanan tidak dapat digerakkan, pasien mengatakan leher terasa tegang, pasien mengatakan kepala berdenyut-denyut, mudah lelah, hemiplegia dextra, ditemukan refleks babinski pada kaki kanan, pasien terbaring lemah, NVII, terganggu, pasien tersenyum miring ke kanan, WBC : 16,8. 103/mm3, TD : 180/110 mmHg, rentang gerak asimetris, MRI brain kesan infark pada pons kiri. <br />2 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler yang ditandai dengan pasien mengatakan BAK dibantu kateter, pasien mengatakan badan terasa lemah, anggota gerak sebelah kanan tidak dapat digerakkan, pasien terbaring lemah, terpasang kateter 2 hari yang lalu, aktivitas harian pasien, seperti makan, mandi, berpakaian, kerapian, BAB, BAK, mobilisasi di tempat tidur dan ambulasi di bantu oleh perawat dan keluarga. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />RENCANA KEPERAWATAN<br />No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional<br />1. Kerusakan mobilitas fisik b.d hemiparese, kehilangan koordinasi dan keseimbangan, spastisitas, dan cedera otak Ambulasi/ROM normal dipertahankan<br />KH:<br />-Sendi tidak kaku<br />-Tidak terjadi atropi otot 1. Terapi latihan<br />Mobilitas sendi<br />-Jelaskan pada klien&kelg tujuan latihan pergerakan sendi.<br />-Monitor lokasi&ketidaknyamanan selama latihan<br />-Gunakan pakaian yang longgar<br />-Kaji kemampuan klien terhadap pergerakan<br />-Encourage ROM aktif<br />-Ajarkan ROM aktif/pasif pada klien/kelg.<br />-Ubah posisi klien tiap 2 jam.<br />-Kaji perkembangan/kemajuan latihan<br />2. Self care Assistance<br />-Monitor kemandirian klien<br />-bantu perawatan diri klien dalam hal: makan,mandi, toileting.<br />-Ajarkan keluarga dalam pemenuhan perawatan diri klien. Pergerakan aktif/pasif bertujuan untuk mempertahankan fleksibilitas sendi<br />Ketidakmampuan fisik dan psikologis klien dapat menurunkan perawatan diri sehari-hari dan dapat terpenuhi dengan bantuan agar kebersihan diri klien dapat terjaga<br />2. Nyeri kepala b.d hemiparese, disuse Klien dapat mengontrol nyeri<br />KH:<br />-Klien mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang<br />-Klien dapat mendeskripsikan bagaimana mengontrol nyeri<br />-Klien mengatakan kebutuhan istirahat dapat terpenuhi<br />-Klien dapat menerapkan metode non farmakologik untuk mengontrol nyeri 1. Identifikasi nyeri yang dirasakan klien (P, Q, R, S, T)<br />2. Pantau tanda-tanda vital.<br />3. Berikan tindakan kenyamanan.<br />Ajarkan teknik non farmakologik (relaksasi, fantasi, dll) untuk menurunkan nyeri.<br />4. Berikan analgetik sesuai indikasi Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.<br />Memberikan dukungan menurunkan ketegangan otot, meningkatkan relaksasi, menfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa control diri dan kemampuan kopimg.<br />Titik managemen intervensi<br />3. Resiko infeksi b.d prosedur invasif Pasien tidak mengalami infeksi<br />KH:<br />Klien bebas dari tanda-tanda infeksi<br />-Klien mampu menjelaskan tanda&gejala infeksi 1. Mengobservasi&melaporkan tanda&gejala infeksi, spt kemerahan, hangat, rabas dan peningkatan suhu badan<br />2. mengkaji suhu klien netropeni setiap 4 jam, melaporkan jika temperature lebih dari 380C<br />3. Menggunakan thermometer elektronik atau merkuri untuk mengkaji suhu<br />4. Catat7laporkan nilai laboratorium <br />5. kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur dan turgor lakukan dokumentasi yang tepat pada setiap perubahan<br />6. Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan pada protein untuk pembentukan system imun Onset infeksi dengan system imun diaktivasi&tanda infeksi muncul<br />Klien dengan netropeni tidak memproduksi cukup respon inflamasi karena itu panas biasanya tanda&sering merupakan satu-satunya tanda<br />Nilai suhu memiliki konsekuensi yang penting terhadap pengobatan yang tepat<br />Nilai lab berkorelasi dgn riwayat klien&pemeriksaan fisik utk memberikan pandangan menyeluruh<br />Dapat mencegah kerusakan kulit, kulit yang utuh merupakan pertahanan pertama terhadap mikroorganisme<br />Fungsi imun dipengaruhi oleh intake protein<br />4. Defisit perawatan diri b.d gejala sisa stroke Klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri<br />KH:<br />-Klien terbebas dari bau, dapat makan sendiri, dan berpakaian sendiri 7. Observasi kemampuan klien untuk mandi, berpakaian dan makan.<br />8. Bantu klien dalam posisi duduk, yakinkan kepala dan bahu tegak selama makan dan 1 jam setelah makan<br />9. Hindari kelelahan sebelum makan, mandi dan berpakaian<br />10. Dorong klien untuk tetap makan sedikit tapi sering Dengan menggunakan intervensi langsung dapat menentukan intervensi yang tepat untuk klien<br />Posisi duduk membantu proses menelan dan mencegah aspirasi<br />Konservasi energi meningkatkan toleransi aktivitas dan peningkatan kemampuan perawatan diri<br />Untuk meningkatkan nafsu makan<br />5. Gangguan pola tidur b.d lingkungan &kurangnya privasi Klien dapat memenuhi kebutuhan tiudur<br />KH:<br />Klien jarng terbangun pada malam hari<br />-Klien mudah tertidur tanpa merasa kesulitan <br />-Klien dapat bangun pada pagi hari dengan segar&tidak merasa lelah 1. Mengkaji pola tidur klien untuk merencanakan perawatan<br />2. Observasi medikasi & diet klien<br />3.Bantu klien mengurangi nyeri sebelum tidur dan posisikan klien dengan nyaman untuk tidur<br />4. Jaga lingkungan tenang, misalnya menurunkan volume radio&televisi Kebiasaan pola tidur adalah individual. Data yang dikumpulkan secara komprehensif dan holistic dibutuhkan untuk memutuskan etiologi gangguan tidur<br />Sulit tidur bias merupakan efek samping medikasi<br />Klien mengatakan posisi yang tidak nyaman dan nyeri adalah factor yang sering menjadi penyebab gangguan tidur<br />Keramaian yang berlebih menyebabkan gangguan tidur<br />7. Kurang pengetahuan b.d kurang mengakses informasi kesehatan Pengetahuan klien meningkat<br />KH:<br />-Klien & keluarga memahami tentang penyakit Stroke, perawatan dan pengobatan 1. Mengkaji kesiapan&kemampuan klien untuk belajar<br />2. Mengkaji pengetahuan&ketrampilan klien sebelumnya tentang penyakit&pengaruhnya terhadap keinginan belajar<br />3. Berikan materi yang paling penting pada klien<br />4. Mengidentifikasi sumber dukungan utama&perhatikan kemampuan klien untuk belajar & mendukung perubahan perilaku yang diperlukan<br />5. Mengkaji keinginan keluarga untuk mendukung perubahan perilaku klien<br />6. Evaluasi hasi pembelajarn klie lewat demonstrasi&menyebautkan kembali materi yang diajarkan Proses belajar tergantung pada situasi tertentu, interaksi social, nilai budaya dan lingkungan<br />Informasi baru diserap meallui asumsi dan fakta sebelumnya dan bias mempengaruhi proses transformasi<br />Informasi akan lebih mengena apabila dijelaskan dari konsep yang sederhana ke yang komplek<br />Dukungan keluarga diperlukan untuk mendukung perubahan perilakuApril Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-52022160034773566482010-06-12T14:53:00.000-07:002010-06-12T14:56:12.222-07:00<script src="http://kumpulblogger.com/dam.php?b=119067" type="text/javascript"><br /> </script>April Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-61325995171163380342010-06-12T14:51:00.001-07:002010-06-12T14:51:54.396-07:00<script src="http://kumpulblogger.com/sca.php?b=119067" type="text/javascript"></script>April Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-58809231800172101862010-06-12T10:27:00.000-07:002010-06-12T10:28:25.751-07:00Askep GerontikBAB I<br />TUNJAUAN TEORITIS <br />A. Latar Belakang<br />Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Masyarakat atau populasi osteoporosis yang rentan terhadap fraktur adalah populasi lanjut usia yang terdapat pada kelompok di atas usia 85 tahun, terutama terdapat pada kelompok lansia tanpa suatu tindakan pencegahan terhadap osteoporosis. Proses terjadinya osteoporosis sudah di mulai sejak usia 40 tahun dan pada wanita proses ini akan semakin cepat pada masa menopause.<br />Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis. Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak masih muda. Tidak dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia 50 tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini. Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Dapat dibayangkan betapa besar jumlah penduduk yang dapat terancam penyakit osteoporosis. <br />Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasar Studi di Indonesia:<br /> Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%.<br /> Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. (Yayasan Osteoporosis Internasional)<br /> Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun. (Yayasan Osteoporosis Internasional)<br /> Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. (Yayasan Osteoporosis Internasional)<br /> Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. (depkes, 2006) Berdasar data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan penderita osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina.<br />B. Tujuan<br />Adapun tujuan yang dapat diambil yaitu : masyarakat Indonesia dapat mengetahui dampak berbahaya dari penyakit osteoporosis sehingga dapat dilakukan pencegahan sebelum terjadinya penyakit .Manfaat yang diharapkan yaitu : dengan dilakukan pencegahan dan penanganan yang tepat diharapkan angka kejadian penyakit osteoporosis dapat ditekan.<br />• Memahami macam- macam gangguan musculus sceletal pada gerontik<br />• Dapat memahami perubahan perubahan secara fisiologis pada gerontik<br />• Melaksanankan asuhan keperawatan pada gangguan sistem muskulus skeletal pada gerontik<br />• Pusat info kini dan masa kini<br />2. focus Gerontik<br />• Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.<br />• Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia melalui perawatan dengan pencegahan. <br /> Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup / semangat hidup lansia. <br /> Menolong dan merawat klien yang menderita sakit. <br /> Merangsang petugas kesehatan agar dapat mengenal dan menegakkan diagnosa secara dini. <br /> Mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu pertolongan pada lansia.<br />3. fokus Gerontik<br />• Peningkatan kesehatan (health promotion)<br />• Pencegahan penyakit (preventif)<br />• Mengoptimalkan fungsi mental.<br /><br />C. Metode penulisan<br />o Studi kepustakaan<br />o Studi Internet/Website<br /><br /><br /><br />BAB II<br />TINJAUAN KASUS <br />1. Osteoporosis<br />Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan, kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosteron pada pria). Juga persediaan vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk menyerap kalsium dari makanan dan memasukkan ke dalam tulang. Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai kepadatan maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan berkurang secara perlahan. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis. <br />Penyebab : Kekurangan Kalsium Pada Tubuh <br />2. Osteoporosis postmenopausal<br />Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. <br />3. Osteoporosis senilis<br /> kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal. <br />Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak memiliki gejala Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit. Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh.Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.<br />4. Diagnosa :<br />Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya yang bisa diatasi, yang bisa menyebabkan osteoporosis. Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Pemeriksaan yang paling akurat adalah DXA (dual-energy x-ray absorptiometry). Pemeriksaan ini aman dan tidak menimbulkan nyeri, bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit. DXA sangat berguna untuk: <br /> wanita yang memiliki resiko tinggi menderita osteoporosis <br /> penderita yang diagnosisnya belum pasti <br /> penderita yang hasil pengobatannya harus dinilai secara akurat.<br />5. Pengobatan :<br />Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang.Semua wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Wanita pasca menopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis. Alendronat berfungsi: <br />- mengurangi kecepatan penyerapan tulang pada wanita pasca menopause <br />- meningkatakan massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul <br />- mengurangi angka kejadian patah tulang. Supaya diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas penuh air pada pagi hari dan dalam waktu 30 menit sesudahnya tidak boleh makan atau minum yang lain. Alendronat bisa mengiritasi lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga setelah meminumnya tidak boleh berbaring, minimal selama 30 menit sesudahnya. Obat ini tidak boleh diberikan kepada orang yang memiliki kesulitan menelan atau penyakit kerongkongan dan lambung tertentu. Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan dalam bentuk suntikan atau semprot hidung. Tambahan fluorida bisa meningkatkan kepadatan tulang. Tetapi tulang bisa mengalami kelainan dan menjadi rapuh, sehingga pemakaiannya tidak dianjurkan. Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi.Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron. Patah tulang karena osteoporosis harus diobati.Patah tulang panggul biasanya diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back brace dan fisioterapi <br />6. Pencegahan :<br />Pencegahan osteoporosis meliputiMempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup Melakukan olah raga dengan beban Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu). Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya semua wanita minum tablet kalsium setiap hari, dosis harian yang dianjurkan adalah 1,5 gram kalsium. Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang. Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi resiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapitidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon. <br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />ANALISA DATA<br />No Symptom Etiologi Problem<br />1. Keluhan nyeri, ketidaknyamanan, kelelahan, berfokus pada diri sendiri, Perilaku distraksi/ respons autonomic Distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi Nyeri<br />2. Keengganan untuk mencoba bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.<br />Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ). Deformitas skeletal, nyeri, penurunan kekuatan otot Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan. <br />3. Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit. deformitas skeletal,<br />nyeri, penurunan kekuatan otot Gangguan Citra Tubuh <br />4. Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari. kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi Defisit perawatan diri <br />5. Sering terjatuh Aktifitas menggunakan alat bantu. Penurunan aktifitas motorik Hilangnya kekuatan otot dan sendi, penurunan kekuatan, Penurunan fungsi sensorik dan motorik. Kerapuhan tulang <br /><br /><br />BAB IV<br />ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS<br />1. Definisi<br />Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko fraktur oleh karena fragilitas tulang meningkat.<br />2. Epidemiologi<br />Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.<br />Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4% per tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat barat badan lebih atau obesitas dan latihan yang teratur.<br />3. Etiologi<br />Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun.<br />Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.<br />Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.<br />4. Faktor Resiko Osteoporosis <br />1. Usia <br />o Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8<br />2. Genetik <br />o Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)<br />o Seks (wanita > pria)<br />o Riwayat keluarga<br />3. Lingkungan, dan lainnya <br />o Defisiensi kalsium<br />o Aktivitas fisik kurang<br />o Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)<br />o <br />o Merokok, alkohol<br />o Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)<br />o Hormonal dan penyakit kronik <br /> Defisiensi estrogen, androgen<br /> Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme<br /> Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)<br />o Sifat fisik tulang <br /> Densitas (massa)<br /> Ukuran dan geometri<br /> Mikroarsitektur<br /> Komposisi<br />Selain itu ada juga faktor resiko faktur panggul yaitu,:<br />1. Penurunan respons protektif <br />o Kelainan neuromuskular<br />o Gangguan penglihatan<br />o Gangguan keseimbangan<br />2. Peningkatan fragilitas tulang <br />o Densitas massa tulang rendah<br />o Hiperparatiroidisme<br />3. Gangguan penyediaan energi <br />o Malabsorpsi<br />5. Klasifikasi Osteoporosis<br />Dalam terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi osteoporosis dari penderita. Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :<br />• Osteoporosis primer<br />Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena daripada pria dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.<br />• Osteoporosis sekunder<br />Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang.<br />• Osteoporosis idiopatik<br />Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra menopause dengan faktor etiologik yang tidak diketahui.<br /><br /><br /><br />6. Patogenesis<br />Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks<br />Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium<br />Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.<br />Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.<br />Patogenesis Osteoporosis primer <br />Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.<br />Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.<br />Patogenesis Osteoporosis Sekunder<br />Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.<br />Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif.<br />Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dll.<br />7. Gambaran Klinis<br />Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus<br />Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :<br />• Patah tulang akibat trauma yang ringan.<br />• Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.<br />• Gangguan otot (kaku dan lemah)<br />• Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.<br />8. Diagnosis<br />Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti :<br />- Tinggi badan yang makin menurun.<br />- Obat-obatan yang diminum.<br />- Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium.<br />- Jumlah kehamilan dan menyusui.<br />- Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.<br />- Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari cukup.<br />- Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya.<br />- Apakah sering merokok, minum alkohol?<br />Pemeriksaan Fisik<br />Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.<br /><br />Pemeriksaan Radiologis<br />Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.<br />Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)<br />Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur . untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:<br />1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score)<br />2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.<br />3. Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.<br />4. Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.<br />9. Penatalaksanaan<br />Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik ( senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid.Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban.<br />A. PENGKAJIAN<br />Untuk mengidentifikasi resiko pasien dan pengenalan masalah-masalah yang berkaitan dengan osteporosis, wawancara pasien mengenai riwayat keluarga, fraktur yang terjadi sebelumnya, kebiasaan diet, pola olah raga, awitan menopause dan penggunaan steroid<br />Amati terhadap fraktur, kifosis thorakal atau pemendekan batang tubuh saat melakukan pemeriksaan fisik<br />Riwayat dislokasi pada wanita post menopouse atau kondisi yang diketahui sebagai penyebab sekunder osteoporosis. Pasien (biasanya wanita tua) mungkin melaporkan penurunan kemampuan untuk mengangkat . Pasien mengatakan nyeri beberapa lama sampai beberapa tahun. Jika pasien mempunyai kolab vertebra, pasien merasakan nyeri punggung dan nyeri menjalar ke tubuh. Selain itu didapatkan :<br />B. DIAGNOSA KEPERAWATAN UTAMA<br />1. Resiko tinggi Inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang kondisi, faktor resiko, terapi nutrisi dan pencegahan.<br />2. Potensial Komplikasi (fraktur, kifosis, paralitik ileus)<br />3. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot<br />4. Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus<br />5. Resiko terhadap cedera; fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis tulang<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN<br />1. Resiko tinggi Inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi, faktor resiko, terapi nutrisi dan pencegahan.<br />Kriteria Pengkajian Fokus Makna klinis<br />1. Pengetahuan atau pengalaman dengan osteoporosis<br />2. Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi 1. Pengkajian ini membantu perawat merencanakan strategi penyuluhan<br />2. Klien atau keluarga yang gagal untuk memenuhi tujuan belajar memerlukan rujukan untuk bantuan pasca pulang.<br />KRITERIA HASIL :<br />Klien atau keluarga akan :<br />Menyebutkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi atau dihilangkan<br />Menggambarkan modifikasi diet<br />Menyebutkan tanda dan gejala yang harus dilaporkan pada profesioal pelayanan kesehatan<br />Sasaran utama yang lain mencakup peredaan nyeri, perbaikan eliminasi usus dan tidak terdapat fraktur tambahan.<br />INTERVENSI KEPERAWATAN :<br />1. Diskusikan osteoporosis dengan menggunakan alat bantu pengajaran yang sesuai dengan tingkat pengertian klien dan keluarga (mis; gambar, slide, model). Jelaskan hal-hal berikut :<br />a. Penurunan densitas tulang<br />b. Peningkatan insiden fraktur vertebral, panggul dan pergelangan<br />2. Jelaskan faktor resiko dan yang mana dapat dihilangkan atau diubah.<br />a. Gaya hidup menoton<br />b. Kerangka tubuh kecil, kurus<br />c. Diet rendah kalsium dan vitamin D dan fosfor tinggi<br />d. Menopause atau ooforektomi<br />e. Obat-obatan<br />f. Meminum alkohol<br />g. Kafein<br />h. Kadar natrium florida rendah<br />i. Merokok<br /> 3. Rujuk ke sumber komunitas seperti kelompok berhenti merokok, yayasan artritis dan kelompok yang terkait.<br /> 4. Ajarkan untuk memantau dan melaporkan tanda dan gejala fraktur :<br />a. Nyeri hebat tiba-tiba pada punggung bawah, terutama setelah mengangkat atau membungkuk<br />b. Spasme otot paravertebral nyeri<br />c. Kolaps vertebral bertahap (dikaji dengan perubahan tinggi badan atau pengukuran tanda khiposis)<br />d. Nyeri punggung kronik<br />e. Keletihan<br />f. Konstipasi<br /> 5. Pertegas penjelasan untuk terapi nutrisi, konsul dengan ahli diet bila ada indikasi :<br />a. perbanyak masukan kalsium 1000 sampai 1500 mg/hari<br />b. Identifikasi makanan tinggi kalsium, mis; sardin, salmon, tahu produk dari susu dan sayuran berdaun hijau<br />c. Pantau tanda dan gejala intoleransi laktosa, seperti; diare, flatulens dan kembung<br />d. Rekomendasikan multivitamin yang mengandung 400 sampai 800 IU vitamin D setiap hari<br />e. Identivikasi makanan yang menjadi sumber vitamin D, mis; susu diperkaya sereal, kuning telur, hepar dan ikan laut<br />f. Dorong masukan protein adekuat tetapi tidak berlebih, kurang lebih 44 g/hari pada kebanyakan klien<br /> 6. Jelaskan kebutuhan peningkatan aktivitas fisik dan pembatasan tertentu :<br />a. Dorong latihan yang menghasilkan gerakan, tarikan dan tekanan pada tulang panjang, mis; berjalan, bersepeda statis dan mendayung<br />b. Instruksikan klien untuk latihan sedikitnya tiga kali seminggu selama 30 sampai 60 menit setiap bagian, sesuai kemampuan<br />c. Hindari latihan fleksi spina dan membungkuk tiba-tiba dan tersentak, mengangkat beban berat<br />d. Rencanakan periode istirahat adekuat, berbaring pada posisi terlentang selama sedikitnya 15 menit saat nteri punggung meningkat atau interval tertentu selama siang hari<br />e. Instruksikan klien dalam menggunakan sabuk punggung, korset, belat bila perlu<br />f. Dorong anggota keluarga atau pemberi perawatan lain untuk memberikan latihan rentang gerak pasif pada klien yang diimobilisasi di tempat tidur<br /> 7. Jelaskan pentingnya kewaspadaan keamanan seperti berikut ini :<br />a. Menyangga punggung dengan matras kuat, penyokong tubu dan mekanika tubuh yang baik<br />b. Lindungi terhadap kecelakaan jatuh dengan menggunakan sepatu dengan tumit rendah; menyingkirkan bahaya lingkungan, seperti rak laci, lantai licin, kabel listrik dijalan dan pencahayaan yang kurang baik dan menghindari alkohol, hipnotik dan tranquilizer<br />c. Menggunakan alat bantu sesuai kebutuhan, mis; tongkat atau kruk<br />d. Hindari gerakan fleksi, seperti menunduk, membungkuk dan mengangkat. Jelaskan bahwa fraktur kompresi vertebral dapat diakibatkan dari trauma minimal karena membuka jendela, menggendong anak, batuk atau menunduk.<br /> 8. Jelaskan terapi obat yang ditentukan, ditekankan pentingnya mematuhi rencana dan mengerti kemungkinan efek samping. Sesuai keperluan, pertaegas tentang hal berikut<br />a. Sumplemen kalsium : 1000 sampai 1500 mg/hari, 1500 mg/hari setelah menopause, disertai dengan peningkatan masukan cairan<br />b. Suplemen vitamin D : 100 sampai 500 IU/hari. (catatan; bila vitamin D digunakan dalam hubungannya dengan kalsitrio, kadar kalsium plasma harus dipantau setiap minggu selama 4 sampai 6 minggu dan kemudian frekuensinya menurun)<br />c. Terapi estrogen dosis rendah; 0,3 sampai 0,625 mg/hari unuk wanita pasca menopausal, disertai pemeriksaan payudara mandiri setiap bulan, pemeriksaan payudara klinis regular dan mamografi dengan Pap smear untur memonitor efek samping<br />d. Kalsitonin Salmon parenteral; dosis yang disetujui FDA adalah 100IU setiap hari. Seringkali 100IU/hari, tiga kali seminggu pada awalnya; kemudian setelah pemeriksaan rontgen dan evaluasi kalsium serum, dosis dapat menurun sampai 50 IU/hari setiap 1-3 hari<br />e. Natrium florida; biasanya 60 mg/hari pada waktu yang berbeda dari pemberian kalsium.<br />2. Masalah Kolaboratif : Potensial Komplikasi (fraktur, kifosis, paralitik ileus)<br />INTERVENSI KEPERAWATAN :<br />1. Pantau tanda dan gejala fraktur (vertebral, panggul atau pergelangan tangan)<br />a. Nyeri pada punggung bawah atau leher<br />b. Nyeri tekan terlokalisasi<br />c. Nyeri menyebar pada abdomen dan pinggang<br />d. Spasme otot para vertebral<br />2. Pantau kifosis dari spina dorsal, ditandai dengan penurunan tinggi badan. Dikatakan kifosis bila jarak antara kaki dan simfisis pubis lebih dari 1 cm<br />3. Pantau tanda dan gejala paralitik ileus :<br />a. Tak terdengar bising usus<br />b. Ketidak nyamanan abdomen dan distensi<br />INTERVENSI PROGRAM DOKTER YANG BERHUBUNGAN :<br />Obat-obatan :<br />Kalsium, suplemen vitamin D<br />Kalsitonin salmon<br />Terapi pengganti estrogen dalam konjungsi dengan progresteron<br />Pemeriksaan Laboratorium :<br />Kalsium dan fosfat serum<br />Fosfat alkalin<br />Hidroksiprolin<br />Ekskresi kalsium urine<br />Hematokrit<br />Osteokalsin serum<br />Pemeriksaan Diagnostik<br />Pemeriksaan sinar x<br />Absorpsimetri foton tunggal<br />Absorpsimetri sinar x energi ganda<br />Absorpsimetri foton ganda<br />Tomografi komputer kuantit<br />3. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot<br />INTERVENSI KEPERAWATAN :<br />1. Ajarkan cara menghilangkan nyeri punggung melalui tirah baring dan pengunaan matras yang keras dan tidak menggulung<br />2. Instruksikan pasien untuk menggerakkan trunkusnya sebagai satu unit dan hindari memutar ; berikan dorongan untuk melakukan postur tubuh yang baik dan melanik tubuh yang baik<br />3. Pasang korset lumbosakral untuk menyangga sementara ketika turun dari tempat tidur<br />4. Berikan analgesik narkotik oral saat awitan nyeri punggung ; gati menjadi analgesik non narkotik setelah beberapa hari<br />4. Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus<br />INTERVENSI KEPERAWATAN :<br />1. Berikan dorongan untuk mengkonsumsi diet tinggi serat, tingkatan masukan cairan dan gunakan pelunak feces yang telah diresepkan<br />2. Pantau masukan pasien, bising usus dan aktivitas usus (defekasi); ileus dapat terjadi jika kolaps vertebra mengenai tulang vertebra T10-12.<br /><br /><br />5. Resiko terhadap cedera; fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis tulang<br />INTERVENSI KEPERAWATAN :<br />1. Tingkatkan aktivitas fisik untuk menguatkan otot, mencegah atropi disuse, dan hambat demineralisasi tulang progresif.<br />2. Berikan dorongan untuk melakukan latihan isometrik untuk menguatkan otot-otot trunkus<br />3. Berikan dorongan untuk berjalan, penggunaan mekanik tubuh yang baik, dan postur tubuh yang benar<br />4. Hindari membungkuk tiba-tiba, gerakan mendadak, dan mengangkat berat<br />5. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas diluar rumah di bawah sinar matahari untuk meningkatkan kemampuan tubuh memproduksi vitamin D<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB V<br />P E N U T U P<br /><br />A. Kesimpulan <br />Proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alamiah yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup. Proses menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menyerang kaum lanjut usia. Seperti diketahui bahwa lanjut usia akan selalu mengalami perubahan fisiologik maupun psikologik. Oleh karena itu dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia harus secara holistik dan kompehensif yang memandang klien lanjut usia sebagai manusia yang utuh dan unik sehingga teknik dan pendekatan yang diberikan perawatan berbeda-beda namun tetap berfokus pada kebutuhan dasar manusia itu sendiri. <br />B. Saran <br />1. Untuk meningkatkan mutu dan kualitas asuhan keperawatan lanjut usia yang jumlahnya semakin meningkat diharapkan untuk menambah tenaga kerja perawat yang mempunyai potensi dan dedikasi yang baik. <br />2. Kepada institusi pendidikan Prima Medan diharapkan untuk lebih banyak memberikan arahan dan bimbingannya. <br />3. Kepada mahasiswa diharapkan supaya dapat memberikan asuhan keperawatan kepada lanjut usia dengan pendekatan holistik dan komprehensif<br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />1. Bahar. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta. FKUI. <br />2. Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. <br />3. Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care, Third Edition, California : Addison Wesley Nursing. <br />4. Luecknote, Annete Giesler. 1994. Pengkajian Gerontologi. Jakarta : EGC<br />5. Nugroho, Wahyudi. 1999. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC.<br />6. Stanhope, Knollmueler. 1995. Buku Saku Keperawatan Komunitas dan Kesehatan Rumah. Jakarta . EGCApril Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-487419648216011012010-06-12T10:26:00.000-07:002010-06-12T10:27:12.110-07:00Askep IMPLANMANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN<br />PADA KELUARGA BERENCANA <br />(KB) IMPLANT<br /><br />I. PENGKAJIAN<br />A. Data Subjektif<br />1. Identitas<br />Nama Klien : Ny. N Nama Suami : Tn. J<br />Umur :29 tahun Umur : 32 tahun<br />Agama : Islam Agama : Islam <br />Pendidikan : STU Pendidikan : STM<br />Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta<br />Alamat : DesaTembung Psr VIII<br /><br /><br />2. Pengkajian tanggal : 06 Agustus 2008 Pukul : 10.00 Wib<br />a. Alasan datang ke klinik KB : Ibu ingin mencabut implan dan ingin menjadi akseptor KB Implant lagi<br />Yang mengantar : -<br />b. Riwayat menstruasi<br />- Menarche : 13 tahun<br />- Siklus : 28 hari<br />- Lamanya : 7 hari<br />- Banyak : 3 x ganti doek<br />- Sifat darah : Encer<br />- Warna : Merah<br />- HPHT : 20 - 07- 08<br />- Riwayat perkawinan<br />- Kawin ke : Pertama<br />- Lama perkawinan : 21 tahun <br /><br />c. Riwayat obstetri yang lain<br />- Riwayat seluruh kehamilan<br />- Gravida : 3 kali <br />- Partus : 3 kali<br />- Abortus : 0<br />- Lahir hidup : 3 orang<br />- Lahir mati : Tidak ada<br />- Riwayat persalinan terakhir / abortus terakhir<br />- Tanggal persalinan terakhir : 5 januari 2003<br />- Jenis persalinan : Spontan<br />- Apakah sedang menyusui : Tidak<br />d. Riwayat KB sebelumnya<br />- Dalam dua tahun terakhir apakah ada memakai kontrasepsi : Ya <br />- Bila Ya jelaskan masing-masing<br />No Metode Lama Pemakaian Alasan berhenti memakai metode kontrasepsi<br />1.<br />2.<br />3.<br />4.<br />5. Pil <br />IUD <br />Implan <br />Kondom <br />Dll <br /><br />5 tahun <br /><br />Ingin menjadi akseptor KB Implant lagi<br /><br />e. Riwayat medis sebelumnya<br />- Sedang mendapat pengobatan jangka panjang : Tidak ada<br />- Saat ini sedang menderita penyakit kronis : Tidak ada<br /><br />f. Riwayat sosial<br />- Merokok : Tidak ada<br />- Minuman keras : Tidak ada<br />g. Riwayat ginekologi<br />- Tumor ginekologi : Tidak ada<br />- Operasi ginekologi yang pernah diderita : Tidak ada<br />- Penyakit kelamin : <br />• G.O : Tidak ada<br />• Sifilis : Tidak ada<br />• Herpes : Tidak ada<br />• Keputihan : Tidak ada<br />- Perdarahan tanpa sebab yang jelas : Tidak ada <br /><br />B. Data Objektif<br />Pemeriksaan Fisik<br />1. Status Generalis <br />a. Keadaan Umum : Baik<br />- TB : 150 cm<br />- BB : 50 kg <br />- TD : 120/70 mmHg<br />- Pols : 80 x/i<br />- RR : 24 x/i<br />- Temp : 36,5 oC<br />2. Pemeriksaan khusus obstetri<br />- Abdomen : -<br />- Pembesaran : Tidak ada<br />3. Pemeriksaan penunjang<br />- Plano test : Negatif (-)<br /><br />C. Data Psikologis<br />- Pengertian ibu tentang efek samping saat kontrasepsi : Tidak mengerti<br />- Pengaruh alat kontrasepsi dengan agama yang dianut : Tidak tahu<br />- Pengaruh alat kontrasepsi dengan hubungan suami/istri : Tidak tahu <br /><br /><br /><br />II. IDENTIFIKASI, MASALAH, DIAGNOSA DAN KEBUTUHAN<br />Diagnosa : Ibu akseptor KB Implant<br />Dasar : Usia ibu 29 tahun<br /> : Jumlah anak terkecil 9 tahun<br /> : Plano test (-)<br />Masalah : Tidak ada<br />Dasar : Ibu sudah pernah menjadi akseptor KB implan<br />Kebutuhan : Penkes tentang kontrasepsi implant<br /><br />III. ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL<br />- Ekspulsi<br /> <br />IV. TINDAKAN SEGERA<br />Pemasangan Implan dengan benar<br /><br />V. PERENCANAAN<br />1. Informasikan tentang keadaan umum ibu<br />2. Beri penkes tentang kontrasepsi implant<br />3. Berikan surat persetujuan pada ibu <br />4. Siapkan alat-alat pemasangan pada ibu.<br />5. Lakukan pencabutan dan pemasangan KB implant<br />6. Beritahu ibu tentang hal-hal yang harus diperhatikan setelah pemasangan implant<br />7. Anjurkan ibu untuk datang kontrol ulang 3 hari kemudian.<br /><br />VI. PELAKSANAAN<br />1. Menginformasikan kepada ibu tentang keadaannya : <br />Vital Sign<br />- TD : 120/70 mmHg RR : 20 x/i<br />- Pols : 80 x/i Temp : 36,5 C<br /><br />2. Memberikan penkes tentang kontrasepsi KB implant yaitu : <br /> Pengertian Implant <br />Implant adalah alat kontrasepsi berbentuk kapsul kecil terbuat dari cylicon berisi lavonorgastrol yang ditanam di bawah kulit yang terdiri 2 kapsul berisi hormone yang dipakai selama 3 tahun.<br /> Cara Kerja Implant<br />• Lendir serviks menjadi kental<br />• Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi<br />• Mengurangi transportasi sperma.<br />• Menekan ovulasi<br /> Keuntungan Implant : <br />• Kembalinya kesuburan cepat<br />• Sekali pasang dapat bertahan lama<br />• Tidak memerlukan pemeriksaan dalam, tidak mengganggu ASI<br />• Dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan <br />• Daya guna tinggi<br />• Perlindungan jangka panjang<br /> Efek samping :<br />Adanya gangguan siklus haid berupa perdarahan tidak teratur, perdarahan bercak, dan amenorea, perdarahan banyak dan lama<br /><br /> Yang tidak dapat menggunakan implant<br />• Hamil atau diduga hamil<br />• Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya<br />• Benjolan/ kanker payudara atau riwayat kanker payudara<br />• Tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi <br />• Mioma uteri<br />• Gangguan toleransi glukosa<br />3. Memberikan surat persetujuan pemasangan alat kontrasepsi implant pada ibu untuk ditandatangani.<br />4. Mempersiapkan alat-alat pemasang KB implant<br /> Alat-alat steril<br />• Bak instrumen berisi alat steril : <br />• Handscone 1 pasang<br />• Doek berlubang<br />• Spuit 5-10 cc<br />• Trokart<br />• Scalpel ukuran 11 dan 15<br />• 2 batang implant steril <br />• Klem penjepit <br />• Kasa steril <br /> Alat-alat non steril <br />• Plester <br />• Betadhine dalam tempatnya<br />• Obat anastesi lokal<br />• Spuit <br />• Nierbeken <br />5. melakukan pencabutan implan<br />• Menganjurkan ibu untuk mencuci tangan dan lengan terlebih dahulu.<br />• Mengatur posisi ibu berbaring hizontal<br />• Penolong mencuci tangan<br />• Memasang handscone<br />• Lengan sebelah ibu diletakkan tegak lurus, tentukan daerah pencabutan di areal implan sebelumnya.Lakukan pencucian halaman didaerah tindakan dan sekitarnya dengan antiseptic. Lakukan anastesi lokal di daerah KB implant sebelumnya.<br /><br /><br />Melakukan pemasangan implant<br />• Lengan sebelah ibu diletakkan tegak lurus, tentukan daerah pemasangan 8-10 cm diatas lipatan siku, lakukan pencucian halaman didaerah tindakan dan sekitarnya dengan antiseptic.<br />• Lakukan anastesi lokal ditempat insisi dan dengan arah seperti kipas panjang 4-5 cm dengan bius lokal.<br />• Lakukan sayatan lokal selebar 2-3 mm di tempat suntikan agar luka tidak dijahit dan mengurangi kemungkinan infeksi.<br />• Masukan trokart melalui sayatan di bawah kulit, perhatikan tanda batasnya dan tusukan sampai tanda batas dengan pangkal trokart.<br />• Kaluarkan batang dalam trokart dan masukan kapsul implant kedalam batang trokar dengan memakai klem penjepit, dorong pelan-pelan dengan batang pendorong sampai ada tahanan.<br />• Perhatikan posisi batang pendorong, tarik pendorong pelan-pelan sepanjang batang pendorong sampai batang paling ujung, implant terlepas dari trokar kalau tanda batas paling ujung terlihat pada luka insisi dan pastikan dengan meraba ujung trokar dengan jari-jari.<br />• Raba implant terpasang dengan telunjuk jari, dorong trokar pada posisi sebelah tanpa terlebih dahulu mengeluarkan ujungnya dari sayatan pasang kedua kapsul dengan menyerupai kipas dengan baik, olesi sayatan dengan anti septic, tutup dengan plester dan kasa steril kemudian balut dengan perban.<br />6. Memberitahukan ibu tanda-tanda yang harus diperhatikan setelah pemasangan implant.<br />• Menganjurkan ibu agar tidak mengangkat benda yang berat pada tangan kiri.<br />• Menganjurkan ibu agar lengan yang telah dipasang KB ini tidak kena air untuk 3-5 hari dan Jaga kebersihan daerah pemasang KB implant<br />7. Menganjurkan ibu untuk kontrol ulang 3 hari kedepan <br /><br /><br />VII. EVALUASI<br />Tanggal : 06 Agustus 2008 Pukul :10.30 WIB<br />1. Ibu sudah menjadi akseptor KB implant<br />2. Implant sudah terpasang dengan baik<br />3. Ibu akan menjalani anjuran yang diberikan oleh bidan<br />4. Ibu akan kontrol ulang 3 hari ke depan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN<br />PADA IBU DENGAN<br /> KB IMPLANT<br /><br /><br /><br />D<br />I<br />S<br />U<br />S<br />U<br />N<br /><br />OLEH:<br /><br /><br />AFRI SYAHYUNI HSB<br />0506003<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />AKADEMI KEBIDANAN HELVETIA<br />MEDAN<br />2008<br />LEMBAR PENGESAHAN<br /><br /><br />LAPORAN UJIAN AKHIR<br /><br /><br />MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN<br />PADA KELUARGA BERENCANA<br /> DENGAN METODE IMPLANT<br /><br /><br /><br /><br /><br />Disetujui Oleh :<br /><br /><br /><br />Penguji I<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />( RAPIDA SARAGIH, SKM ) Penguji II<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />( MEY ELISA SAFIRI, SKM ) <br /><br /><br /><br /><br />Diketahui Oleh :<br /><br />Direktris<br />Akademi Kebidanan Helvetia Medan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />(Mey Elisa Safitri, SKM)April Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-82909356819006373912010-06-12T10:24:00.000-07:002010-06-12T10:26:28.012-07:00KTIBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. Latar Belakang<br /> Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan diarahkan pada peningkatan derajat kesehatan yang dicerminkan oleh besar kecilnya kematian maternal dan kematian neonatal. Di sisi lain, dalam mewujudkan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 MPS (Making Pregnancy Safer) mempunyai misi bahwa persalinan berlangsung aman, bayi yang dilahirkan hidup dan sehat dengan sasaran yaitu menurunkan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian neonatal menjadi 16 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan pada kenyataannya angka kematian di Indonesia masih mencapai 307 per 100.000 dan angka kematian neonatal 20.000 per 100.000 kelahiran hidup, sehingga dapat dikatakan derajat kesehatan di Indonesia masih rendah (Ivana, 2007).<br />Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab. Demikian pula angka kematian bayi (AKB), khususnya angka kematian bayi baru lahir (neonatal) masih berada pada kisaran 20 per 1.000 kelahiran hidup (Eka, 2008).<br /> Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi serviks, lahirnya bayi dan plasenta dari rahim ibu. Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks hingga mencapai pembukaan lengkap. Kebutuhan seorang wanita dalam proses persalinan adalah pemenuhan kebutuhan fisik, kehadiran seorang pendamping secara terus-menerus, keringanan dari rasa sakit, penerimaan atas sikap dan perilakunya, pemberian informasi tentang kemajuan proses persalinan dan hasil persalinannya. Bidan diharapkan dapat memberikan asuhan persalinan kala I sehingga ibu merasa nyaman dan proses persalinan berjalan dengan lancar (Fitri, 2009).<br /> Nyeri dalam persalinan dapat juga disebabkan oleh faktor psikologis yaitu karena rasa ketakutan, kecemasan, kesedihan, stres atau kemarahan yang berlebihan, wanita yang tidak didukung secara emosional atau mengalami kesulitan dalam persalinan yang lalu, kelelahan, ketakutan dan perasaan putus asa adalah akibat dari persalinan atau fase laten yang panjang (Simkin dkk, 2005).<br /> Perawatan satu persatu yang terus menerus oleh para bidan yang berfokus pada aspek-aspek psikososial dari kelahiran telah menunjukkan hasil akhir yang lebih baik jika dibandingkan dengan perawatan biasa oleh para dokter ahli kebidanan. Dukungan persalinan berkelanjutan dari bidan dalam tindakan kenyamanan psikososialnya adalah mengkaji status emosional wanita memberikan rangsangan sensorik yang menentramkan atau nyaman memberikan ketentraman dan pujian, mengurangi rangsangan atau tindakan yang memicu rasa takut, mengupayakan lingkungan yang lebih pribadi dan tidak menghambat. Bidan juga menggunakan tekhnik dan alat untuk mengurangi nyeri punggung saat persalinan adalah couterpressure, peremasan kedua pinggul, penekanan lutut, kompres dingin dan panas, hidroterapi, gerakkan bola persalinan (Simkin dkk, 2005).<br /> Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui mengenai “Tindakan Bidan Dalam Mengatasi Rasa Nyeri Pada Ibu Bersalin Di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010”.<br /> <br />B. Perumusan Masalah<br />Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah di atas adalah “Bagaimana tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010”.<br /><br />C. Tujuan Penelitian<br />1. Tujuan umum<br />Untuk mengetahui tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010.<br /><br /><br />2. Tujuan khusus<br />1. Untuk mengetahui tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin berdasarkan pendidikan di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010<br />2. Untuk mengetahui tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin berdasarkan umur di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010<br /><br />D. Manfaat Penelitian<br />Dengan dilaksanakannya penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :<br />1. Bagi bidan<br />sebagai bahan masukkan untuk setiap bidan agar mengetahui tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010.<br />2. Bagi penulis<br />untuk mengaplikasikan ilmu yang penulis dapat selama di bangku kuliah, dalam meneliti tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010.<br />3. Bagi RSUD DR Djoelham<br />Sebagai bahan masukan dan pengetahuan bagi pihak rumah sakit untuk mengetahui tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010.<br />4. Bagi universitas prima indonesia<br />Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya untuk meneliti tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010. <br /><br /><br />BAB II<br />TINJAUAN PUSTAKA<br /><br />A. Tindakan<br />1. Pengertian tindakan<br />Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :<br />1. Persepsi (perception)<br />Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.<br />2. Respon terpimpin (guide response)<br />Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.<br />3. Mekanisme (mecanism)<br />Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik tingkat tiga.<br /><br /><br /><br />4. Adopsi (adoption)<br />Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Syakira, 2010). <br />Secara Etiomologi bahwa persepsi berasal dari Bahasa Inggris “Perception” yang artinya tanggapan, daya memahami sesuatu. Menurut Walgito (2000), persepsi merupakan suatu tindakan proses yang dialami oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses pelaksanaan suatu kegiatan yang diterima oleh individu melalui alat indera atau disebut juga proses sensoris (Notoadmojo, 2003).<br />Tindakan terbentuk atas dasar data-data yang diperoleh dari lingkungan yang diserap oleh indera serta bagian lain diperoleh dari pengolahan ingatan (Memory) kita (diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki). Adanya objek atau peristiwa akan memberi respon pada individu itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut tindakan itu tercermin dalam tingkah laku dan pendapat, yang mana menjadikan adanya dinamika dalam kehidupan manusia itu sendiri (Notoadmojo, 2003).<br />Dengan kata lain, tindakan dibangun atas 3 unsur yaitu : pengamatan, penilaian dan pendapat. Pengamatan berarti subjek mampu memberikan penilaian tentang sesuatu yang dilakukan dan diamati, sehingga subjek mampu menginterprestasikan objek yang dilihatnya. Berdasarkan hal tersebut tindakan sangat mengandalkan segenap indera-indera yang dimiliki dengan tingkat kesadaran yang tinggi. Oleh karena itu, tindakan orang berarti mengetahui, memahami dan menyadari sesuatu itu. Sehingga tindakan seseorang akan mempengaruhi perilakunya terhadap objek atau peristiwa lainnya (Notoadmojo, 2003).<br />Prinsip dasar tentang tindakan yang perlu diketahui yaitu :<br />1. Relatif<br />Dalam hubungannya dengan kerelatifan tindakan, dampak pertama dari suatu perubahan rangsangan dirasakan lebih besar daripada rangsangan yang datang kemudian. Berdasarkan kenyataan bahwa tindakan itu relatif untuk mengetahui rangsangan yang dimilki oleh orang lain.<br />2. Selektif<br />Seseorang hanya akan memperhatikan beberapa rangsangan saja dari banyak rangsangan yang ada disekelilingnya pada saat-saat tertentu. Ini berarti bahwa rangsangan yang diterima akan tergantung pada apa yang pernah ia pelajari, apa yang pada suatu saat menarik perhatiannya dan kearah mana tindakan itu mempunyai kecenderungan. Ini berarti juga bahwa ada keterbatasan dalam kemampuan sseorang untuk menerima rangsangan.<br />3. Mempunyai tatanan<br />Orang menerima rangsangan tidak dengan cara sembarangan. Ia akan menerimanya dalam bentuk hubungan-hubungan atau kelompok-kelompok, jika rangsangan yang datang tidak lengkap ia akan melengkapinya sendiri sehingga hubungan itu menjadi jelas.<br />4. Harapan dan kesiapan<br />Harapan dan kesiapan penerima pesan akan menentukan pesan mana yang akan dipilih untuk diterima, selanjutnya bagaimana pesan yang dipilih itu akan ditata dan demikian pula bagaimana pesan tersebut akan diinterprestasikan <br />5. Dapat bertentangan dengan orang lain tanpa ada kesamaan<br />Perbedaan persepsi ini dapat itelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan individu, perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi (Notoadmojo, 2003).<br /> Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin, meliputi:<br />1. Umur<br />Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan hingga saat dilakukan penelitian.Bidan yang memiliki umur di bawah 20 atau diatas 30 mempengaruhi sikap bidan (Notoatmodjo, 2007).<br />2. Pendidikan<br />Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain secara kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Yang diharapkan dari pendidikan itu sendiri adalah setiap individu mampu untuk meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2007).<br /><br />B. Bidan<br />1. Pengertian bidan<br />Seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku, dicatat, diberi ijin secara sah untuk menjalankan praktik (IBI, 2007).<br />Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku (Menkes, 2007).<br />Bidan adalah seseorang yang telah diakui secara regular dalam program pendidikan kebidanan sebagaimana yang telah diakui skala yuridis, dimana ia ditempatkan dan telah menyelesaikan pendidikan kebidanan dan memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan (WHO, 2007).<br />2. Bidan sebagai profesi<br />Bidan sebagai profesi memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu :<br />1. Bidan disiapkan melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya secara profesional <br />2. Bidan memiliki alat yang dijadikan panduan dalam menjalankan profesinya, yaitu standar pelayanan kebidanan, kode etik,dan etika kebidanan<br />3. Bidan memiliki kelompok pengetahuan yang jelas dalam menjalankan profesinya<br />4. Bidan memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya<br />5. Bidan memberi pelayanan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan masyarakat<br />6. Bidan memiliki organisasi profesi <br />7. Bidan memiliki karakteristik yang khusus dan dikenal serta dibutuhkan masyarakat<br />8. Profesi bidan dijadikan sebagai suatu pekerjaan dan sumber utama penghidupan (WHO, 2007).<br />3. Kewajiban bidan terhadap profesinya<br />1. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu pada masyarakat.<br />2. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.<br />3. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IBI, 2007).<br />4. Perilaku profesional bidan <br />1. Bertindak sesuai keahliannya<br />2. Mempunyai moral yang tinggi<br />3. Bersifat jujur<br />4. Tidak melakukan coba-coba<br />5. Tidak memberikan janji yang berlebihan<br />6. Mengembangkan kemitraan<br />7. Terampil berkomunikasi<br />8. Mengenal batas kemampuan <br />9. Mengadvokasi pilihan ibu (IBI, 2007).<br /><br />C. Nyeri Persalinan<br />1. Pengertian nyeri<br />Nyeri adalah pengalaman sensonik yang dicetuskan oleh rangsangan yang merupakan ancaman untuk menghancurkan jaringan, disebut sebagai sesuatu yang menyakitkan (Mander, 2004).<br />2. Pengertian persalinan<br />Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dari janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Nisa, 2008).<br />3. Nyeri persalinan<br />Nyeri persalinan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :<br />1. Kala I persalinan<br />Tahap pertama atau awal persalinan nyeri diakibatkan oleh dilatasi serviks dengan segmen bawah uterus dan dustensi korpus uteri. Intensitas nyeri selama kala ini diakibatkan oleh kekuatan kontraksi dan tekanan yang dibangkitkan.<br />2. Kala II persalinan<br />Pada fase akhir proses melahirkan setelah jalan lahir telah terbuka lengkap nyeri tambah disebabkan oleh regangan atau robekan jaringan pada perinium dan tekanan pada otot skelet perinium. Nyeri diakibatkan oleh rangsanan struktur somatik suprfisial dan digambarkan sebagai nyeri yang tajam dan terlokalisasi terutama pada daerah yang disuplai oleh saraf pudendus (Mander, 2004).<br />3. Asal nyeri persalinan<br />Menurut Mander (2004), asal nyeri pada persalinan terbagi 2 (dua) yaitu :<br />1. Nyeri pada persalinan tanpa komplikasi<br />Nyeri dan respon tubuh yang nyata, nyeri persalinan biasanya dikaitkan dengan tegangan, tekanan dan robekan struktur-struktur lokal.<br />2. Nyeri persalinan dengan komplikasi<br />Pada persalinan yang dimulai tanpa komplikasi yang mengancam kesejahteraan bayi, ibu atau keduanya. Nyeri persalinan dengan komplikasi dibagi 2 (dua) lagi, yaitu :<br />a. Persalinan Oksipito Posterior (OP)<br />Nyeri persalinan dengan kepala janin dalam posisi oksipito posterior (OP).<br />b. Ruptur uteri<br />Nyeri ruptur uteri bervariasi dan dominasi tergantung pada keparahan tanda dan gejala yang menyertai, yang selanjutnya berhubungan dengan luasnya ruptur uteri.<br />c. Inversio uteri<br />Inversio uteri adalah bencana dalam persalinan yang membahayakan kehidupan wanita. Inversio uteri lebih mungkin terjadi pada kala III persalinan dapat sejumlah faktor predisposisi termasuk berbagai bentuk kesalahan tatalaksana : penekanan fundus yang tidak tepat dan penarikan tali pusat.<br />4. Penyebab nyeri persalinan<br />Menurut Simkin dkk (2005), ada beberapa penyebab munculnya rasa nyeri pada persalinan, yaitu :<br />1. Penyebab fisik<br />a. Kontraksi yang dipicu oksitoksin kadang sangat nyeri dan melelahkan wanita, khususnya ketika wanita mengalami kontraksi setiap 2 atau 3 menit dan serviksnya hanya membuka 1 atau 2 cm.<br />b. Luka perut serviks dari pendarahan sebelumnya (misalnya bedah krio, pembukaan awal beberapa cm). Kontraksi dengan intensitas besar selama berjam-jam atau berhari-hari mungkin diperlukan untuk mengatasi resistensi ini kemudian pembukaan baru terjadi.<br />c. Posisi penyebab psikologis.<br />2. Penyebab kecemasan, kesendirian, stres atau kemarahan yang berlebihan dapat menyebabkan pembentukan katekolamin dan menimbulkan kemajuan persalinan melambat. Wanita yang tidk di dukung secara emosional atau mengalami kesulitan dalam persalinan yang lalu, kelelahan, ketakutan dan perasaan putus asa adalah akibat dari prapersalinan atau fase laten yang panjang.<br />5. Mekanisme nyeri pada persalinan<br />Nyeri pada tahap I persalinan timbul dari uterus dan adnexa saat berkontraksi, dan hal itu adalah nyeri viseral yang alami. Beberapa kemungkinan mekanisme yang menjelaskan hal ini yaitu: nosiseptif yang berasal dari uterus telah diajukan namun pengamatan saat ini bahwa nyeri itu lebih banyak dihasilkan akibat dilatasi serviks dan segmen bawah uterus, dan mekanisme distensi sesudahnya. Intensitas nyeri berhubungan dengan kekuatan kontraksi dan tekanan yang dihasilkan uterus yang akan melawan obstruksi yang terjadi, serviks dan perineum mungkin juga berperan terhadap terjadinya nyeri. Beberapa nosiseptik kemudian berperan dalam terjadinya nyeri, yaitu bradikinin, leokotrin, prostaglandin, serotonin, asam laktat, dan substan P (Jack, 2009).<br />6. Metode meredakan nyeri pada pesalinan<br />Menurut Mander (2004), penggunaan metode psikologis untuk melawan nyeri berasal dari penilaian yang menunjukkan signifikan kontribusi psikologis terhadap nyeri sebagai berikut :<br />1. Relaksasi<br />Relaksasi adalah metode pengendalian nyeri yang memberikan wanita masukkan terbesar. Bersama dengan pendidikan latihan dan pernafasan, relaksasi telah menjadi landasan persalinan yang dipersiapkan. Teori yang menyokong penggunaan relaksasi selama persalinan terletak pada fisiologi sistem saraf otonom.<br />2. Hipnoterapi<br />Hipnoterapi didefenisikan sebagai penggunaan hipnosis untuk membuat statu kepatuhan dan kondisi tidur dalam terapi kondisi-kondisi dengan komponen psikologis yang besar.<br />3. Imajinasi<br />Imajinasi terbimbing melibatkan wanita yang menggunakan imajinasi untuk mengontrol nyerinya. Hal ini dicapai dengan menciptakan bayangan yang mengurangi keparahan nyeri atau yang terdiri dari pengganti yang lebih dapat diterima dan tidak nyeri. Namun, peredaan yang Sangay penting berkaitan dengan pembentukan bayangan dan imajinasi yang bertujuan untuk alasan khusus seperti meredakan nyeri.<br />4. Umpan balik biologis<br />Umpan balik biologis didefenisikan sebagai : sebuah proses tempat seseorang relajar untuk mempengaruhi respon fisiologi yang riabel. Yang biasanya tidak berbeda dalam control volunter. Kesesuaian metode ini dapat bertambah seiring berjalannya waktu selama kehamilan ketika mempersiapkan diri, dengan mempelajari tekhnik, untuk menggunakan metode pilihannya selama pengalaman akut persalinan.<br />5. Psikoprofilaksis<br />Pada relaksasi dalam persalinan dan mengenal istilah psikoprofilaksis yang berarti mencegah nyeri dengan metode psikologis. Psikoprofilaksis ini Sangat membantu untuk mengendalikan bahwa distraksi memberikan kontribusi pada pengendalian nyeri dalam persalinan.<br />Mander (2004) juga mengatakan, ada beberapa metode tertentu modulasi sensorik menggunakan alat bukan manual, yaitu :<br />1. Musik<br />Terapi musik digunakan untuk terapi keadaan kronis yang menggambarkan gangguan emosional, tetapi pengguanaannya dalam persalinan kurang di publikasikan dengan baik. Bagaimana cara verja musik membantu wanita dalam menghadapi nyeri persalinannya terletak pada distraksinya dan kemampuannya untuk membuat seseorang kehilangan alur waktu seperti efek lingkungan yang umum ini, lebih signifikasi dalam konteks ini, musik dapat memberikan energi dan membawa perintah melalui irama sehingga musik dengan tempo yang tepat membantu wanita mengatur pernafasannya. Di dalam literatur tersebut bahwa intervensi bebas bahaya ini memiliki potensi hiburan disetiap kehadirannya, walaupun penerimaan umum musik di dalam kamar bersalin Belum di pertimbangkan secara potencial bermanfaat sedang diperkenalkan dengan mengabaikan data penilaian.<br />2. Hidroterapi<br />Melahirkan dalam air (persalinan dalam air) telah menarik banyak publicitas dan beberapa kemasyuran yang kurang baik, memfokuskan pada air yang digunakan untuk membantu wanita menghadapi nyeri persalinan dengan baik sekali disebut sebagai hidroterapi. Keterkaitan baru dalam hidroterapi untuk persalinan menyebabkan peningkatan jumlah bidan dan unit maternitas yang menawarkan persalinan dalam air. Hidroterapi menimbulkan banyak masalah yang berkaitan dengan otonomi wanita dalam kolam lebih dapat mengontrol persalinan dan jauh lebih sulit bagi staff untuk mengintervensi.<br />3. Homeopati<br />Homeopati berkembang dari pengamatan yaitu serupa menyembuhkan. Obat homeopati tidak bekerja dengan menyembuhkn penyakit, tetapi dengan merangsang tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Pengobatan homeopati terhadap tekanan emosional persalinan, seperti akonit, untuk meredakan kecemasan, ketakutan dan panik untuk mempermudah menghadapi persalinan dianjurkan perlengkapan persalinan yang digunakan tanpa supervisi. Perlengkapan ini termasuk obat seperti kali karbonikum untuk meredakan nyeri punggung dalam persalinan.<br /><br />4. Posisi, postur dan ambulasi<br />Postur dan ambulasi dalam persalinan ditentukan oleh budaza yang berlaku dan postur selain terlentang, yang berkaitan dengan masyarakat primitif dan seluruh dunia. Implikasi budaya dan keuntungan postur dan ambulasi tampak jelas ketika wanita bersalin memutuskan untuk berlatih tarik perut. Tarik perut melibatkan gerakan panggul yang kompleks yang sebaiknya dapat brsifat erotas tetapi bagi wanita membantu kesegarisan kepala janin. Ikatan analogi posisi terlentang wanita menunjukkan kelemahan inferioritas dan keparuhannya, dibandingkan dengan ahli obstetri yang kuat dan superior yang berdiri didepannya Bahwa wanita dalam posisi tegak dapat mengembangkan hubungan yang lebih baik dengan mereka. Berbaring aman dan nyaman bagi pemberi perawatan, karena sampai tingkat tertentu posisi lain dapat mengancam control oleh perawat.<br />5. Lingkungan persalinan<br />Dukungan mengubah lingkungan fisik asing, yang Sangay sering dihadapi oleh wanita dalam hal keseimbangan dan isolasinya, tidak menyebutkan intervenís yang kemungkinan bersifat invasif, perdebatan mengenai tempat persalinan sering menyebutkan wanita yang bersalin dirumah dan mengaitkan hal ini dengan penurunan dan penggunaan pendapat analgesik tetapi Belem tampak adanya hubungan klausal antara fenomena ini walaupun lingkungan fisik adalah satu aspek persalinan yang sangat mempengaruhi nyeri wanita.<br />Adapula tekhnik analgetik (obat pereda nyeri tanpa hilangnya secara total) yaitu :<br />1. Analgesik inhalasi <br />Saat ini hanya N2O (5%) dan O2 Enionox yang diizinkan digunakan oleh ibu-ibu dalam persalinan dibwah persalinan dibawah pengawasan seorang bidan diinggris. Konsentrasi yang lebih tinggi tidak diizinkan digunakan oleh bidan karena resiko analstesi, yaitu menyebabkan ibu tidak sadar.<br />2. Obat opioid<br />Meskipun istilah penggunaan dapat saling bertukar (Melzack dan Wall, 1991), narkotik dan opiat memiliki perbedaan yang halus. Opiat dibuat secara alami atau sintetik dari bunga opium, sedangkan narkotik adalah zat yang menyebabkan rasa kantuk atu pada akhirnya menimbulkan ketidaksadaran. Opioid yang digunakan dalam persalinan juga tergolong narkotik. Efek opioid yang kuat membuat tepat digunakan pada saat persalinan tiga opioid yang paling umum digunakan, yaitu :<br />a. Diamorfin<br />Struktur kimia diamorfin menghasilkan kelarutan lemah yang lebih besar dari pada morfin, sehingga kemungkinan terjadinya penetrasi yang lebih cepat kedalam jeringan otak. Diamorfin yang diberikan secara IM akan memberikan efeknya dalam 5-10 menit, dan bertahan selama 3 jam. Penelitian swedia beranggapan bahwa pemberian diamorfin selama persalinan dikaitkan dengan tingginya resiko ketergantungan pada saat bayi beranjak dewasa. Dengan demikian hanya kendali ibu yang dibahayakan dalam penggunaan diamorfin.<br />b. Petidin hidroklorida<br />Petidin hidroklorida adalah analgesik yang dimetabolisme dihati, efek analgesik petidin yang diberikan secara IM akan dimulai dalam 15 menit dan berlanjut sampai 2 jam.<br />c. Meptanizol<br />Meptanizol mungkin lebih dianjurkan dari pada petidin karena lebih sedikit menyebabkan depresi pernafasan neonatos. Efek analgesik dalam 15 menit dan berlanjut setidaknya selama 4 jam (Mander, 2004).<br />7. Metode-metode meredakan nyeri persalinan yang dilaksanakan<br />Nyeri yang luar biasa pada saat persalinan memang tidak dapat dihindari. Kurangi nyeri pada saat persalinan dengan cara cara alami berikut ini :<br />1. Gunakan kompres<br /> Kompres biasanya dapat mengendalikan rasa nyeri juga memberikan rasa nyaman sekaligus meredakan ketegangan. Bungkus botol air panas dengan handuk dan celupkan kedalam air dingin untuk mengurangi pegal punggung dan kram. Gunakan pula handuk dingin di wajah untuk mengurangi ketegangan.<br />2. Banyak bergerak<br /> Cobalah untuk terus bergerak agar sirkulasi darah meningkat, nyeri punggung berkurang dan untuk mengalihkan perhatian dari rasa nyeri. Gunakan kursi atau bantal untuk menyangga hingga mendapatkan posisi yang nyaman.<br />3. Pijat <br /> Minta pasangan anda untuk memijat. Dengan pijatan lembut, ketegangan otot bahu, leher, wajah, dan punggung bisa berkurang. Sirkulasi darah pun meningkat sehingga nyeri berkurang.<br />4. Terapi aroma<br /> Pilihan aroma yang tepat bisa membantu meredakan ketegangan dan membuat anda merasa nyaman.<br />5. Hipnoterapi<br /> Pada bulan terakhir kehamilan cobalah untuk berlatih hipnoterapi dengan bantuan tenaga ahli. Ini bisa digunakan pada saat persalinan, untuk mengontrol rasa nyeri lewat sugesti positif yang anda tanam dalam pikiran (Lisa, 2007).<br />Ada juga Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mengatasi nyeri saat persalinan, diantaranya:<br />1. Terapi non farmakologis<br /> Terapi yang digunakan yakni dengan tanpa menggunakan obat-obatan, tetapi dengan memberikan berbagai teknik yang setidaknya dapat sedikit mengurangi rasa nyeri saat persalinan tiba. Beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu : <br /> a. Imaging guide<br /> Tekhnik ini dengan mengarahkan sang ibu membayangkan sesuatu yang dapat membuatnya nyaman. Ajak dia membayangkan sesuatu tempat yang memberikan dirinya tenang, seperti sawah yang terhampar luas dengan hijaunya dedaunan padi yang melambai-lambai ditiup angin sore. Atau ajak dia ke suasana laut yang mengajak kita untuk mendengarkan deburan ombak yang perlahan mengenai kaki kita yang tercelup dalam air laut di tepian pantai. Atau hal lainnya dimana pendamping lebih tahu bagaimana memberikan ketenangan pada ibu bersalin saat ia membutuhkan ketenangan itu.<br />b. Music therapy<br /> Hal ini ditujukan bagi pendamping yang memang suka dengan yang namanya mendengarkan alunan nada. Musik alam seperti suasana air terjun dengan gemericik air yang turun, atau dengan musik klasik.<br /> c. Fisik dan Psikis<br /> Ini sederhana sekali untuk dilakukan, bila memang pendamping kebingungan untuk menceritakan sesuatu yang indah-indah pada ibu bersalin, terlebih lagi bagi pendamping yang memang bukan ahlinya bercerita, atau memang keterbatasan alat musik yang pendamping miliki. Pendampingan ibu atau kehadiran suami saat istri berada di rumah sakit saat menunggu kelahiran, adalah sesuatu yang dapat mengurangi kecemasan pasangan. Meskipun ada perawat atau tenaga kesehatan yang senantiasa siap membantunya, namun kehadiran pendamping sebagai pasangan hidup atau keluarga terdekat istri sangat membantu mengurangi kecemasan bahkan nyeri sang istri.<br />d. Massage<br /> Pijatan atau sentuhan pada area tertentu ternyata dapat mereduksi nyeri pasangan. Adapaun area yang bisa dilakukan pemijatan yakni di area pinggul, punggung, dan lutut.<br />e. Posisi<br /> Posisi ini dimaksudkan pada posisi yang enak dan nyaman saat melahirkan. Ada beberapa posisi yang bisa dipilih<br />2. Terapi farmakologis<br /> Berbagai obat disuntikkan ke ibu, baik itu anastesis umum yang di suntikkan epidural, spinal, ataupun sekedar regional (Ahmad, 2007).<br />9. Pendamping persalinan<br />Beberapa wanita ingin didampingi lebih dari satu orang. Pendamping persalinan anda mungkin saja adalah suazi, ibu, relasi, teman, bidan. Pendamping persalinan dapat membantu sebelum persalinan dengan :<br />1. Mengikuti kelas ibu-ibu hamil<br />2. Mendengarkan ketika ibu berbicara tentang berbagai keperluan dan rencana ibu untuk kelahiran bayinya<br />3. Membantu ibu menulis rencana persalinan.<br />Pendamping persalinan dapat membantu ibu selama proses melahirkan dengan :<br />1. Membantu ibu melewati waktu selama tahap persalinan awal (dengan berjalan-jalan, bermain kartu, mendengarkan musik, berbincang-bincang dan sebagainya)<br />2. Tetap bersama ibu sepanjang persalinan<br />3. Menghitung kontraksi<br />4. Membantu ibu rileks selama dan diantara kontraksi<br />5. Membantu ibu mengatasi rasa sakit selama kontraksi :<br />a. Memelihara irama pernafasan ibu<br />b. Membantu ibu menggunakan beberapa posisi atau gerakan<br />c. Membantu ibu mengalihkan fokus ibu dari rasa nyeri<br />6. Memberikan atau menyarankan langkah-langkah kenyamanan seperti :<br />a. Menggosok punggung ibu<br />b. Menawarkan sesuap air atau potongan kecil es<br />c. membantu ibu masuk kedalam bak berendam atau kebawah pancuran air<br />7. Tetap tenang dan terus bersikap penuh keyakinan<br />8. Menghibur ketika diperlukan<br />9. Membantu ibu merasa aman dan dicintai<br />10. Berbagi kegembiraan atas kelahiran bayi ibu<br /><br /><br />10. Menggunakan posisi persalinan dalam mengatasi rasa nyeri<br />Bergerak selama persalinan dapat membantu mengatasi rasa sakit mengubah posisi ibu setiap 30 menit juga dapat membantu mempercepat persalinan. Posisi-posisi persalinan ini adalah :<br />1. Duduk<br />2. Berdiri<br />3. Berbaring (menyamping atau terlentang di tempat tidur)<br />4. Posisi merangkak<br />Berdiri selama proses persalinan akan memberi ibu rasa kendali yang lebih besar dibanding selalu berbaring. Cobalah mengubah posisi diantara periode istirahat dan periode ketika ibu lebih efektif. Gerakkan berirama memberikan kenyamanan, misalnya :<br />1. Berjalan<br />2. Berayun kesamping kiri dan kanan<br />3. Bergoyang duduk dikursi goyang<br />4. Menggunakan bola besar<br />Seperti yang digunakan dikelas ibu hamil (beberapa rumah sakit menggunakan bola bersalin, ibu bisa duduk diatas bola dan berayun-ayun selam kontraksi, atau ibu bisa menaruhnya ditempat tidur dan membungkuk diatasnya, menjadikan penopang).<br />5. Mencoba gerakan ritmos lain yang dapat membantu ibu mengatasi rasa sakit bersalin (Simkin dkk, 2005).<br /><br />11. Dukungan selama persalinan<br />Asuhan yang sifatnya mendukung selama persalinan merupakan ciri dari asuhan kebidanan. Asuhan yang mendukung artinya kehadiran yang aktif dan ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Dukungan tersebut antara lain meliputi:<br />a. Lingkungan<br />Suasana yang rileks dan bernuansa rumah akan sangat membantu wanita dan pasangannya merasa nyaman. Sikap bidan adalah sangat penting, mungkin lebih penting dari pada bentuk fisik lingkungan tersebut. Ruangan persalinan harus dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi keadaan darurat bisa ditangani denagn cepat dan efisien. Wallpaper dan gordin yang menarik akan dengan warna yang sejuk dan penggunaan tirai untuk menutup peralatan rumah sakkit akan mengurangi keangkeran dari ruangan tersebut. Lampu haruslah mudah dipindah-pindah. Banyak wanita merasa lebih suka dengan penerangan redup atau setengah gelap pada saat berada dalam ruangan persalinan, tetapi tetap harus disediakan lampu untuk membantu saat bidan melakukan penjahitan perineum. Bidan harus berusaha memastikan agar orang yang masuk ke dalam ruangan persalinan bisa sesedikit mungkin dan harus diarahkan untuk menjaga suasana yang santai dan hening.<br />b. Pendamping persalinan<br />Asuhan kebidanan dukungan persalinan Kala I dapat diberikan dengan cara menghadirkan orang yang dianggap penting oleh ibu untuk mendampingi ibu selama proses persalinan seperti suami, keluarga, atau teman dekat. Suami dan keluarga dianjurkan untuk berperan aktif dalam mendukung dan melakukan kegiatan yang dapat memberikan kenyamanan bagi ibu. Pendamping ibu saat persalinan sebaiknya adalah orang yang peduli pada ibu, yang paling penting adalah orang-orang yang diinginkan oleh si ibu untuk mendampinginya selama persalinan. Di beberapa tempat, hanya wanita yang boleh menemani ibu pada saat ia melahirkan. Dalam budaya lain, sudah menjadi kebiasaan bagi suami menjadi pendamping dalam persalinan bahkan menolong persalinan.<br />c. Mobilitas<br />Ibu dianjurkan untuk merubah posisi dari waktu ke waktu agar merasa nyaman dan mungkin persalinan akan berjalan lebih cepat karena ibu merasa menguasai keadaan.<br />d. Pemberian informasi<br />Suami harus diberi informasi selengkapnya tentang kemajuan persalinan dan perkembangannya selama proses persalinan. Setiap pengobatan atau intervensi yang mungkin dan akan dilakukan harus dijelaskan terlebih dahulu. Ibu dan suaminya dilibatkan dalam pengambilan keputusan.<br />e. Tehnik relaksasi<br />Jika ibu telah diajarkan teknik-teknik relaksasi ia harus diingatkan mengenai hal itu dan didukung sewaktu ia mempraktekkan pengetahuannya.<br />f. Percakapan (komunikasi)<br />Bila seorang ibu berada sedang dalam persalinan, akan ada waktunya untuk bercakap-cakap dalam dan ada waktunya untuk diam. Wanita yang sedang dalam proses persalinan fase aktif akan menyukai ketenangan. Pada tahap ini seorang wanita akan merasa lelah dan setiap kontaksi akan memerlukan konsentrasi penuh dan semua cadangan emosional fisik yang bisa dikerahkannya. Ia mungkin akan menutup matanya dan ingin sendirian pada tahap ini. Jika ibu menyadari apa yang terjadi pada dirinya ia akan berkonsentrasi pada kemajuan persalinannya dan percakapan yang tidak bermanfaat tidak dibutuhkannya, melainkan sentuhan dan ekspresi wajah akan lebih penting. <br />g. Dorongan semangat<br />Bidan harus berusaha memberikan dorongan semangat kepada ibu selama proses persalinannya. Sebagian besar wanita akan mencapai suatu tahap dimana mereka merasa tidak bisa melanjutkan lagi proses persalinannya dan merasa putus asa. Hanya dengan beberapa kata yang diucapkan secara lembut setelah tiap kontraksi atau atau beberapa kata pujian non-verbal sering sudah cukup memberi semangat. Ibu yang dibuat merasa bahwa ia sanggup dan sudah membuat kemajuan besar biasanya akan merespon dengan terus berusaha. Bidan yang ketrampilan komunikasinya sudah terlatih baik dan yang memberi respons dengan kehangatan dan antusiasme biasanya kan berhasil dalam hal ini (Fitri, 2009).<br />D. Kerangka Konsep<br />Kerangka konsep penelitian tentang tindakan bidan dalam mengatasi nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010.<br /> <br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /> <br />BAB III<br />METODOLOGI PENELITIAN<br /><br />A. Jenis Penelitian<br />Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan kuesioner yang diisi responden dengan tujuan untuk mengetahui tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010.<br /><br />B. Lokasi dan Waktu Penelitian<br />1. Lokasi penelitian<br />Penelitian ini dilaksanakan di RSUD DR RM Djoelham Binjai. Alasan pemilihan lokasi ini karena :<br />1. Di RSUD DR RM Djoelham Binjai ini belum pernah dilakukan penelitian tentang tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin.<br />2. Di lokasi penelitian masalah nyeri pada ibu bersalin masih sangat banyak dan kurang diperhatikan.<br />2. Waktu penelitian<br />Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010.<br /><br /><br /><br />C. Populasi dan Sampel<br />1. Populasi<br />Populasi dari penelitian ini adalah seluruh bidan yang ada di RSUD DR RM Djoelham Binjai sebanyak 35 orang.<br />2. Sampel<br />Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh bidan yang ada di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010. Pengambilan sampel ini menggunakan metode purposive sampling dimana pengambilan sampel didasarkan atas ciri-ciri dan sifat dari populasi yang sudah diketahui sebelumnya yakni semua bidan di RSUD DR RM Djoelham Binjai sebanyak 35 orang.<br /><br />D. Metode Pengumpulan Data<br />Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh sendiri dari kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi.<br /><br />E. Tekhnik Pengolahan Data<br />1. Editing (pemeriksaan data), data yang masuk diperiksa kembali apakah ada kekeliuan data, kemungkinan tidak lengkap atau data yang tidak sesuai.<br />2. Coding (pengkodean data), memberikan tanda atau kode pada data yang telah lengkap sesuai dengan variabel yang akhirnya dapat diolah. <br />3. Entrying memasukkan data ke komputer.<br />4. Tabulating (pemasukan data), data selanjutnya dikelompokkan secara teliti, dihirung dan dijumlahkan kemudian dimasukkan kedalam tabel-tabel distribusi frekuensi.<br /><br />F. Defenisi Operasional<br />No Variabel Defenisi operasional Parameter Alat ukur Skala Skor<br />1. Tindakan mengatasi nyeri pada ibu bersalin Melakukan suatu aktivitas dalam hal mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin 1. Baik<br />2. Buruk Kuesioner Ordinal 1. Baik, jika bidan mampu menjawab pertanyaan benar 1-15 60-100% (kode=1)<br />2. Buruk, jka bidan mampu menjawab pertanyaan benar 1-7 > 60% (kode=2)<br />2. Umur Usia lahir hingga saat ini 1. < 20 tahun<br />2. 20-35 tahun<br />3. > 35 tahun Kuesioner Ordinal 1. < 20 tahun (kode=1)<br />2. 20-35 tahun (kode=2)<br />3. > 35 tahun (kode=3)<br /><br />3. Pendidikan Jenjang pendidikan formal yang ditamatkan responden terakhir (pendidikan terakhir). 1. D1 Kebidanan<br />2. D 3 Kebidanan<br />3. D 4 Kebidanan Kuesionere Ordinal 1. D1 Kebdanan (kode=1)<br />3. D 3 Kebidanan (skor=2)<br />D 4 Kebidanan (kode=3)<br /><br /><br />G. Aspek Pengukuran<br />1. Tindakan<br />Tindakan bidan dalam mengatasi nyeri pada ibu bersalin di ukur melalui 15 pertanyaan dengan memilih jawaban pada kuesioner. Untuk masing-masing pertanyaan apabila responden menjawab dengan benar di beri nilai 1 (satu) dan bila salah di beri nilai 0 (nol).<br />Menurut Notoatmojo (2003), berdasarkan jumlah skor yang di peroleh responden maka tindakan responden di kategorikan atas 2 kategori :<br />1. Tingkat tindakan baik bila skor yang diperoleh 1-15 (60%-100%).<br />2. Tingkat tindakan buruk bila skor yang diperoleh antara 1-7 (< 60%)<br /><br />G. Analisa Data<br />Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melihat persentase data terkumpul dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi kemudian dilanjutkan dengan membahas hasil penelitian berdasarkan teori.April Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-57606859664750627942010-06-12T10:23:00.001-07:002010-06-12T10:23:50.971-07:00Akep BBLMANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN <br />BAYI BARU LAHIR ( BBL )PADA NY. F<br /><br /><br />I. PENGUMPULAN DATA<br />A. Identitas/Biodata<br />Nama Bayi : Anak dari .Ny : F<br />Umur Bayi : 1 hari<br />Tanggal Lahir/Jam : 10 Februari 2009 <br />Jenis Kelamin : Perempuan<br />Berat Badan Lahir : 3,4 Kg <br />Panjang Badan Lahir : 50 cm<br />Pukul : 10.00 wib <br /><br />Nama Ibu : Ny.F<br />Umur : 26 tahun<br />Suku/Bangsa : Karo /Indonesia<br />Agama : Kristen Protestan <br />Pendidikan : SMP<br />Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga<br /> Nama Ayah : Tn.R<br />Umur : 28 tahun<br />Suku/Bangsa : Batak/Indonesia<br />Agama : Kristen Protestan <br />Pendidikan : SMA<br />Pekerjaan : Wiraswasta<br /><br /><br />B. Anamnese (Data Subjektif)<br />Pada tanggal: 10 Februari-2009 Pukul : 06.00 WIB <br />1. Riwayat kehamilan :<br />- Perdarahan : Tidak tampak selama hamil<br />- Pre-eklampsia : Tidak tampak selama hamil <br />- Eklampsia : Tidak tampak selama hamil <br />- Penyakit kelamin : Tidak tampak selama hamil<br />- Lain-lain : Tidak tampak selama hamil <br />2. Kebiasaan waktu hamil<br />- Makanan : tidak ada <br />- Obat-obatan/jamu : tidak ada <br />- Merokok : tidak ada <br />- Lain-lain : Tidak ada<br />3. Riwayat persalinan sekarang<br />a. Jenis persalinan : Spontan Indikasi : Inpartu<br />b. Ditolong oleh : Bidan dan perawat <br />c. Lama persalinan :<br /> Kala I : 10jam 30 menit<br /> Kala II : 20 menit<br /> Kala III : 15 menit <br />d. Ketuban pecah : Jam : 02.00 WIB spontan<br />Warna : Putih , bau amis<br />Jumlah : 1000 cc<br />e. Komplikasi persalinan :<br /> Ibu : tidak ada <br /> Bayi : tidak ada <br />Resusitasi<br />Pengisapan lendir : Tidak tampak Rangsangan : Ya <br />Ambu : Tidak dilakukan Lamanya : 9 jam 30 mn<br />Massage jantung : Tidak dilakukan Lamanya : 0 menit<br />Intubasi endotracheal : Tidak dilakukan Nomor : Tidak ada <br />Oksigen : Tidak diberi Lamanya : 0 ltr/menit<br />Therapi : Infus asering<br />Keterangan : Tidak ada<br /><br />C. Pemeriksaan Fisik (Data Objektif)<br />- Keadaan umum : Baik, dan sehat<br />- Suhu : 36,5 0C, axilla, pukul : 06.15 WIB<br />- Pernafasan : 84 x/menit, teratur, pukul : 06.15 WIB<br />- HR : 46 x/menit, teratur, pukul : 06.15 WIB<br />- BB : 3400 gram<br />- PB : 50 cm <br />Pemeriksaan Fisik Secara Sistematis<br />- Kepala : Tidak ada caput dan cepat hematon<br />- Ubun-ubun : Normal , tidak ada cekungan <br />- Muka : Simetris kanan dan kiri <br />- Mata : Simetris kanan dan kiri <br />- Telinga : Simetris kiri dan kanan<br />- Mulut : normal tersusun baik.<br />- Hidung : Normal kiri dan kanan,tidak ada secret <br />- Leher : Tidak ada pembengkakan pada kalenjar tiroid<br />- Dada : Simetris kiri dan kanan dan tidak ada retraksi <br />- Tali pusat : Lengkap, tebal 2 cm, diameter : 700 cm<br />- Punggung : Tidak ada penonjolan <br />- Ekstremitas : Simetris, tidak ada sianotik<br />- Genitalia : Testisnya, tidak ada sianotik.<br />- Anus : Berlubang<br /><br />Refleks<br />- Refleks morro : Tampak<br />- Refleks rooting : Tampak<br />- Refleks walking : Tampak<br />- Refleks graps/plantar : Tidak tampak<br />- Refleks sucking : Tampak<br />- Refleks tonic neck : Tampak<br /><br />Antropometri<br />- Lingkar kepala : 23 cm<br />- Lingkar dada : 37 cm<br />- Lingkar lengan atas : 12 cm<br /><br />Eliminasi<br />- Miksi : Sudah ada setelah 2 jam, warna : kuning, tanggal : 05.00, pukul : 07.00 Wib<br />- Meconeum : Sudah, warna : hitam, tanggal 05-11-2008, pukul 07.00 WIB<br /><br />f. Keadaan bayi<br /> Tanda 0 1 2 JumlahNilai<br />Menit<br />Ke-1 Frekuensi jantung<br />Usaha bernafas<br />Tonus otot<br />Refleks<br />Warna ekstremitas [-] tidak ada<br />[-] tidak ada<br />[-] lumpuh<br />[-] tidak bereaksi<br />[-] biru/pucat [ - ] < 100<br />[ - ] lambat tidak teratur<br />[] ekstremitas fleksi sedikit<br />[ - ] gerakan sedikit<br />[] tubuh kemerahan, tangan <br /> dan kaki biru [] >100<br />[] menangis kuat<br />[ ] gerakan aktif<br />[-] menangis<br />[ ] kemerahan 9<br />Menit<br />Ke-5 Frekuensi jantung<br />Usaha bernafas<br />Tonus otot<br />Refleks<br />Warna ekstremitas [-] tidak ada<br />[-] tidak ada<br />[-] lumpuh<br />[-] tidak bereaksi<br />[-] biru/pucat [ - ] < 100<br />[ - ] lambat tidak teratur<br />[ - ] ekstremitas fleksi sedikit<br />[ - ] gerakan sedikit<br />[ - ] tubuh kemerahan, tangan<br /> dan kaki biru [] >100<br />[] menangis kuat<br />[] gerakan aktif<br />[] menangis<br />[] kemerahan 10<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />FORMAT ANALISA DATA<br /><br />Nama mahasiswa : Satri Yunita Nama pasien : anak Ny,F<br />NIM : 06330205013 Ruangan : Anjelir <br /> No.Register : - Dx.pasien :BBL Normal<br /><br />No Data Penyebab Masalah<br />1 DS: Ibu Mengatakan Anaknya Kedinginan<br />DO: Bayi tampak menggigil kedinginan - Memendikan terlalu lama <br />- terlalu cepat memendikan Hipotermi resting terjadinya hipotermia b/d bayi terus menangis <br />2 DS: Ibu Mengatakan tali pusat anaknya infeksi <br />DO: tali pusat merah - pakaiyan bayi terlalu lama di biarkan basah Resting terjadinya infeksi pada talipusat b/d pemotongan tali pusat <br />3 DS: Ibu Mengatakan anak lapar <br />DO: bayi mengisap-isap BB menurun 3200 gram -Tidak dapat diberikan asi karena asi tidak keluar sewaktu disusui Resting pemenuhan nutrisi b/d ibu tidak selera makan <br /><br />Masalah keperawatn sesuai perioritas <br />1. Resiko tinggi terjadinya hipotermia<br />2. Resiko Tinggi terjadinya infeksi pada tali pusat <br />3. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN<br /><br /><br />No Diagnosa<br />Keperawatan Tujuan Intervensi Rasionalisasi<br />1.<br /><br /><br /> Dx I Hopotermia <br />teratasi Beri pakaian tebal<br /> Peluk bayi dgn erat <br /> Beri bayi ASI dengan segera Membantu menghangatkan tubuh bayi.<br /> Membantu mengembalikan suhu tubuh.<br />2 Dx II Infeksi teratasi Lakukan perawatan sekalipun setiap hari.<br /> Menjaga kebersihan bayi<br /> Mengganti popok yang basah Membantu mengurangi infeksi.<br /> Dengan keadaan bersih infeksi tidak akan terjadi.<br /> Popok yang basah menimbulkan yang dapat mengakibatkan infeksi.<br />3 Dx III Nutrisi terpenuhi Memberikan ASI 1 x per 2 jam.<br /> Melakukan perawatan payudara ASI akan membantu untuk memenuhi nutrisi bayi<br /> Membantu mempercepat keluarnya ASI.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />CATATAN KEPERAWATAN<br /><br /><br />Nama mahasiswa : Satri Yunita Nama pasien : Anak Ny,F<br />NIM : 06330205013 Ruangan : Anjelir <br /> No.Register : Dx.pasien :BBL Normal<br /><br /><br />Tgl/ <br />hari/jam Dx. Keperawatan Imlplementasi dan Observasi memberikan tindakan Hasil evalusi <br />(perkembangan) Nama/ /Paraf<br />10 Feb09 DX I<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DX II<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DX III<br /><br /><br /><br /><br /> 10.00<br /><br />11.00 <br /><br />12.00<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />10.00<br /><br />11.00 <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />13.00<br />14.00<br /><br /> - Memberikan pakaian tebal<br />- Memeluk bayi dengan erat<br />- Memberi ASI pada bayi<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />- Melakukan perwatan tali pusat<br />- Memperhatikan bayi<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />- Memberi ASI 1 x / 2 jam<br />- Melakukan perwatan payudara.<br /> S : Bayi hiportemi<br />O : Bayi menggigil kedinginan<br />A : Hipotermi belum teratasi<br />P : Beri pakaian yang tebal<br />L : Memberi pakaian tebal<br />E : Masalah sebagian teratasi<br />R : Intervensi dilanjutkan<br />S : Kemungkinan terjadi infeksi<br />O : Sekitar pusat merah<br />A : Kemungkinan terjadi infeksi<br />P : Lakukan perawatan tali pusat<br />L : Melakukan perawatan tali pusat<br />E : Masalah belum teratasi<br />R : Intervensi dilanjutkan<br />S : Ganguan pemenuhan nutrisi<br />O : ASI belum keluar<br />A : Gangguan pemenuhan nutrisi 1x/2 jam<br />P : beri ASI 1x/2jam<br />L : Beri ASI 1x / 2 jam<br />E : Sebagain masalah teratasi<br />R : Intervensi dilanjutkanApril Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-18790450015722134342010-06-12T10:22:00.000-07:002010-06-12T10:23:08.020-07:00ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU NIFASMANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN <br />PADA IBU NIFAS<br /><br />I. Pengkajian Data<br />A. Identitas<br /> Nama ibu : Ny.F <br /> Umur : 23 tahun<br /> Suku/kebangsaan : Jawa/indonesia<br /> Agama : Islam<br /> Pendidikan : SMA<br /> Pekerjaan : IRT<br /> Alamat : Jl. Melati no 1A<br /><br /> Nama suami : Tn. A<br /> Umur : 27 tahun<br /> Suku/kebangsaan : Batak/indonesia<br /> Agama : Islam<br /> Pendidikan : SMA<br /> Pekerjaan : wiraswasta<br /> Alamat : Jl. Melati no 1A<br /><br />B. Anamnesa (Data subjektif)<br /> Pada tanggal 06 Februari 2009 Pukul : 08.00 wib<br />1. Alasan masuk : Post partum hari pertama<br />2. Keluhan : Mulas pada perut ibu<br />3. Riwayat persalinan :<br /> G:0 P:1 AB:0<br />Tempat persalinan : Ruang VK RS Djoelham Binjai<br />IBU<br />Jenis persalinan : Spontan<br />Komplikasi persalinan : Tidak ada<br />Persalinan macet : Tidak ada<br />Plasenta : Lengkap<br />Kontiledon : Lengkap 20 buah<br />Ukuran : Diameter 18 cm, tebal 3 cm, berat 500 gram<br />Kelainan : Tidak ada<br />Tali pusat : 50 cm<br />Perenium <br />Robekan : Tidak ada<br />Perdarahan kala I : 50 cm<br /> KalaII : 150 cc<br /> KalaIII : 100 cc<br />Tindakan lain Kala IV : 50 cc <br />Catatan waktu kala I : 9 jam<br /> KalaII : 30 menit<br /> KalaIII : 15 menit<br />Ketuban pecah : dipecah kan<br /><br />Bayi<br />Lahir tanggal : 05 Februari 2009 Pukul : 08:30 Wib <br />BB : 3500 gram<br />Apgar score : I/V : 8/10<br />Cacat bawaan : Tidak ada<br />Komplikasi : Tidak ada<br />Air ketuban : Jumlah ± 1000cc<br />Warna : Keruh<br /><br />C. Pemeriksaan fisik <br />1. Keadan umum : Baik<br />2. keadaan emosional : Stabil<br />3. Tanda vital sign<br /> TD : 110/70 mmHg<br />HR : 80x /i<br />RR : 20x/i<br />Temp : 37˚c<br />4. Mata<br /> Oedema : Tidak ada<br />Konjung tiva : Tidak ada anemia<br />Sklera : Tidak ada ikterus<br />5. Dada<br /> Jantung : Tidak ada bunyi mur-mur<br />Paru-paru : Tidak ada bunyi ronchi<br />Mammae : Simetris ka/ki<br />Clostrum : Ada<br />Areola : Hyperpigmentasi<br />Puting susu : Menonjol keluar<br />6. Abdomen<br /> Kontraksi : Ada<br /> Kekuatan : Kuat<br /> Konsistensi : Keras<br /> Luka parut : Tidak ada<br />7. Ektremitas <br /> Oedema tangan dan jari : Tidak ada<br /> Oedema tibia dan kaki : Tidak ada<br /> Beti merah/lembek/keras : Tidak ada<br /> Varices tungkai : Tidak ada<br /> Replek patella : Ada, ka/ki<br />8. Supra pubik<br /> Kandung kemih : Kosong<br /> Nyeri tekan : Tidak ada<br />9. Anogenital<br /> Vulva vagina pengeluaran : Ada, lochea rubra<br /> Jumlah : ±50 cc<br /> Warna : Merah<br /> Konsistensi : Cair<br /> Perineum Robekan : Tidak ada<br /> Lain –lain :Tidak ada<br /><br />D. Uji diagnostik<br /> Hb : 12 gram %<br /><br /><br />II. Interpretasi Data, Diagnosa, Masalah Dan Kebutuhan<br />Tanggal 06 Februari 2009 pukul: 08.20 wib<br />Diagnosa : Ibu post partum hari pertama<br />Dasar : G :0 P: I AB: 0 <br /> Ibu bersalin tanggal 08 Februari 2009 pukul 13.15 wib<br /> Pengeluaran lochea rubra warna merah segar<br /> Konsistensi cair, jumlah 50 cc<br /> TFU dua jari dibawa pusat<br /> Vital sign ibu <br /> TD : 120/80mmHg<br /> HR : 80x/i<br /> RR : 20X/i<br /> Temp : 37˚c<br />Masalah : Mules pada perut ibu<br />Dasar Keluhan ibu<br />Kebutuhan :penkes tentang:<br />1. Pola istirahat<br />2. Perawatan payudara<br />3. personal hygiene<br />4. Pola nutrisi<br /> <br />III. ANTISIPASI MASALAH<br />TIDAK ADA<br /><br />IV. TINDAKAN SEGERA<br />TIDAK ADA<br /><br />V. PERENCANAAN <br />Tanggal 09 Februari 1008 pukul : 08.30 wiB<br />1. Informasikan keadaan umum ibu pada ibu dan keluarga<br />2. Beri terapi obat pada ibu:<br /> Ampicillin<br /> Gentamicin<br /> Pil SF<br />3. Pantau keadaan umum ibu <br />4.Beri penkes tentang:<br /> Personal Hygiene<br /> Pemenuhan nutrisi<br /> Pola istirahat<br /> Perawatan payudara<br /> Pemberian ASI eklusif<br /> Penggunaan KB<br />5.Anjurkan ibu untuk mobilisasi<br /><br />VI. PELAKSANAAN<br />Tanggal 09 Februari 2009 Pukul: 09.45 wib<br />1. Mengimformasikan keadaan ibu dan bayi kepada ibu dan keluarga bahwa ibu dalam keadaan baik dengan vital sign<br />TD : 120/80mmHg<br />HR : 80x/i<br />RR : 20x/i<br />Temp : 37˚C<br />2. Memberi teraphy obat:<br /> Ampicillin 500 gram secara IV<br /> Gentamycin 250 gram secara IV<br /> Pil SF secara oral 3x sehari<br />3.Memantau keadaan umum ibu selanjutnya yaitu:<br /> TFU 2 jari dibawah pusat<br /> Pengeluaran lochea rubra<br /> Jumlah : 50 cc<br />4.Memberi penkes tentang :<br /> Personal Hygiene<br /> Menganjurkan ibu membersikan daerah kelamin dengan sabun dan air (membersikan daerah sekitar vulva terlebih dahulu dari depan kemudian keanus)<br /> Menyarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersikan daerah kelamin<br /> Mengganti doek 2-3 x sehari <br /> Pemenuhan nutrisi<br />Menganjurkan ibu agar mengkonsumsi makanan yang bergizi seperti sayuran berwarna hijau, buah dan suplemen vitamin untuk memulihkan tenaga ibu<br /> Pola istirahat<br />Menganjurkan ibu untuk istirahat dengan pola istirahat yang baik<br /> Siang : 1 – 2 jam<br /> Malam : 7 - 8 jam <br /> Perawatan payudara<br /> Menjaga payudara agar tatap bersih dan kering terutama pada putting susu dan areola mammae yaitu dibersikan setiap pagi, basahi dengan kapas yang direndam dengan air hangat minimal 2x sehari<br /> Menggunakan pakain yang longgar dan Bra yang menyokong payudara dari bawah<br /> Melakukan masase payudara<br />o Mengompres payudara dengan air hangat lalu oleskan dengan baby oil <br />o Pijat payudara dengan sisi tangan sebanyak 20x searah jarum jam<br />o Kemudian pijat payudara dengan kepalan tangan searah jarum jam <br />o Plintir perlahan puting payudara<br /> Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI eklusif sampai bayi berusia 6 bulan agar membantu menanamkan imunitas pada bayinya dan mempercepat pemulihan alat-alat reproduksi serta menjarangkan kehamilan<br /> Memberikan konseling KB pada ibu bahwa KB dapat menjarangkan kelahiran dan mengenalkan pada ibu alat KB seperti:<br /> Implant<br /> IUD<br /> Spiral<br /> Pil KB<br /> KB suntik<br /> Dan lain-lain<br /><br />5.Meganjurkan ibu untuk melakukan mobilisasi<br /><br />VII. EVALUASI<br />Tanggal 06 Februari 2009 pukul: 09.00 wib<br />1. Ibu dalam keadan baik dengan vital sign<br />TD : 120/80mmHg<br />HR : 80x/i<br />RR : 20x/i<br />Temp : 37˚c<br />2. Tertapi obat sudah diberikan <br />3. Keadaan umum ibu telah dipantau<br />4. Ibu telah mengerti tentang penkes yang telah diberikan dan dapat mengulangnya kembali serta mau melaksanakannya<br />5. Ibu sudah melakukan mobilisasiApril Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-4848371897171867712010-06-12T10:19:00.000-07:002010-06-12T10:22:17.126-07:00askep ASMAASUHAN KEPERAWATAN<br /> DENGAN ASMA BRONCHIALE <br />DI IRDA RSDK SEMARANG<br /><br /><br />I. PENGKAJIAN<br />Pengkajian dilakukan tanggal 2 Agustus 2004 jam 10.45 WIB<br />a. Identitas Pasien<br />Nama : Nn. M<br />Umur : 16 tahun<br />Pekerjaan : Pelajar<br />Status : Belum Kawin<br />Alamat : Kalisari, Semarang<br />No Register : 381478<br />Diagnosa Medis: Asma Bronchiale<br />b. Penanggung Jawab<br />Nama : Ny. S<br />Umur : 45 tahun<br />Hubungan dengan pasien: Ibu<br />Pekerjaan : Wiraswasta<br />Alamat : Kalisari, Semarang<br /><br />II. PENGKAJIAN PRIMER<br />a. Airway<br />Batuk tidak produktif, sekret kental lengket sulit keluar, wheezing, suara dasar bronkial expirasi diperpanjang, ronkhi basah area paru.<br />b. Breathing<br />Sesak napas, RR 30 x/menit, tarikan nafas dangkal dan cepat irama teratur, inspirasi memendek, ekspirasi memanjang, tarikan otot intercosta, nafas cuping hidung<br /><br />c. Circulation<br />Tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 112 x/menit, suhu 36,80 C, akral dingin, gelisah, sianosis, diaforesis<br /><br />III. PENGKAJIAN SEKUNDER<br />1. Keluhan utama<br />Klien mengeluh sesak nafas terus menerus dan rasanya ampeg.<br />2. Riwayat penyakit sekarang<br /> Klien mengeluh sesak nafas sejak tadi malan. Batuk disertai sekret kental yang sulit keluar. Selama tiga minggu terakhir ini klien sudah tiga kali mengalami serangan asma. Bila ada serangan klien terbiasa minum amoxilin 500 mg dan salbutamol. Karena sesak yang dirasakan tidak berkurang kemudian klien dibawa ke RSDK.<br />3. Riwayat penyakit dahulu<br /> Klien mempunyai riwayat sesak nafas sejak kecil. Akhir-akhir ini serangan sesak nafas sering kambuh dan keluarga baru mengetahui kalau klien menderita asma. Sesak kambuh terutama bila klien mengalami stres, banyak pikiran dan masalah terutama masalah tugas di sekolah dan keluarga.<br />4. Riwayat penyakit keluarga<br />Ibu klien mempunyai riwayat sesak nafas sejak kecil tapi sekarang sudah tidak pernah kambuh.<br />5. Pola kebiasaan<br /> Klien sehari-hari membantu ibunya jualan makanan di rumah setelah pulang dari sekolah. <br />6. Pemeriksaan fisik<br /> Kepala : bentuk mesochepal, rambut hitam lurus tidak mudah dicabut<br /> Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik<br /> Hidung : terdapat sekret/ingus berwarna bening<br /> Telinga : ada serumen sedikit, pendengaran berfungsi normal<br /> Mulut : mukosa bibir agak kering, gigi bersih, bibir sianosis<br /> Leher : tak ada pembesaran kelenjar limpha dan tiroid<br /> Paru - paru <br /> I : bentuk simetris, gerakan dada simetris, tarikan otot intercosta<br /> Pa :Fremitus kanan = kiri<br /> Pe : sonor seluruh lapang paru<br /> Au : Ronchi basah dan Whezing seluruh lapang paru, suara dasar bronkial expirasi diperpanjang<br /> Jantung<br /> I : Ictus cordis tidak tampak<br /> Pa : Ictus cordis teraba di SIC V, 2 cm mid LMCS<br /> Pe : Pekak<br /> Au : Bj S1-S2 murni<br /> Abdomen<br /> I : datar<br /> Au : bising usus (+), 32x/menit<br /> Pa : hepar dan lien tak teraba<br /> Pe : timpani<br /> Genetalia: keadaan bersih<br /> Ekstrimitas: <br /> Atas: akral dingin, sianosis, edema (-)<br /> Bawah: akral dingin, edema (-), varises (-)<br />7. Data Penunjang<br /> Hb :10, 65 gr%<br /> Ht : 43 %<br /> Leukosit : 8500/ul<br /> Trombosit : 253.000/ul<br /> GDS : 110 mg/dl<br />8. Terapi<br />- Nebulezer : (Atrovent 1cc + berotec 1cc + bisolvon 1cc) dan nacl 0,9 % 6 cc<br />- Aminophilin drip 1 ampul<br />- infus RL 20 tetes/men<br />ANALISA DATA<br /><br />No Data Fokus Etiologi Masalah<br />1 Ds: Klien mengatakan sesak nafas terus menerus<br />Do: <br />- sesak nafas, nafas dangkal dan cepat<br />- tarikan otot intercosta<br />- Auskultasi : wheezing di bronkus dan area paru<br />- Batuk tidak produktif, sekret kental lengket sulit keluar<br />- RR= 30 kali permenit Bronkospasme dan sekret yang kental Ketidakefektifan bersihan jalan nafas<br />2. Ds : Klien mengatakan dadanya terasa ampeg<br />Do :<br />- Auskultasi ronkhi basah kedua basal paru<br />- Sesak nafas, nafas dangkal cepat<br />- Dyspnea dengan ekspirasi yang lama inspirasi pendek<br />- RR 30 x/menit<br />- SaO2 95 %, akral dingin Hiperinflasi alveoli, perubahan ventilasi-perfusi Kerusakan pertukaran gas<br />3. Ds : Klien mengatakan badannya terasa lemas<br />Do:<br />- TD 90/50 mmHg, nadi 112 x/menit, suhu 36,8 derajat<br />- Sianosis, diaforesis, akral dingin, gelisah<br />- SaO2 95 % Hipoksia, kurangnya suplai oksigen ke jaringan Perubahan perfusi jaringan<br />4. Ds: klien sering menanyakan kapan sesaknya akan berkurang<br />DO: <br />- Pasien tampak gelisah, tegang<br />- Sesak nafas terus menerus<br />- Nadi: 112x/menit, RR : 30 x/menit, TD: 90/50 mmHg Kesulitan bernafas, takut serangan berulang Cemas<br /><br />Diagnosa keperawatan yang muncul;<br />1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d bronkospasme, sekret yang kental<br />2. Kerusakan pertukaran gas b.d hiperinflasi alveoli, perubahan ventilasi-perfusi<br />3. Perubahan perfusi jaringan b.d hipoksia, kurangnya suplai oksigen ke jaringan<br />4. Cemas b.d kesulitan bernafas, takut serangan ulang<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />NURSING CARE PLAN<br /><br />NO DP TUJUAN INTERVENSI TTD<br />1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d bronkospasme, sekret yang kental Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1jam , bersihan jalan nafas menjadi lebih efektif dengan kriteria hasil :<br />- sesak nafas berkurang/hilang<br />- RR 16-24 x/menit<br />- Tak ada wheezing dan sekret lebih encer - Kaji frekuensi dan kedalamam pernapasan<br />- Auskultasi bunyi nafas tambahan<br />- Kaji jenis batuk dan produksi batuk<br />- Kolaborasi pemberian beta 2 agonist untuk mengurangi bronkospasme (nebulizer)<br />- Fisioterapi dada bila ada indikasi<br />- Ajarkan batuk dan nafas dalam efektif setelah pengobatan dan pengisapan sekret<br />- Berikan cairan hangat<br />- Pertahankan kepatenan jalan nafas<br /> <br />2. Kerusakan pertukaran gas b.d hiperinflasi alveoli, perubahan ventilasi-perfusi<br /> Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam, kerusakan pertukaran gas berkurang, dengan kriteria hasil :<br />- Nafas dalam irama teratur 16-24 x/mnt<br />- Ronkhi basah berkurang<br />- GDA dalam batas normal - Kaji fungsi pernafasan; auskultasi bunyi nafas, kaji kulit setiap menit sampai 4 jam<br />- Berikan support ventilasi <br />- Berikan oksigen sesuai program dan pantau pulse oximetry<br />- Berikan posisi nyaman semi fowler<br />- Monitor efek samping pemberian pengobatan<br />- Periksa kadar BGA <br />3. Perubahan perfusi jaringan b.d hipoksia, kurangnya suplai oksigen ke jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam, perfusi jaringan meningkat, dengan kriteria hasil :<br />- Tidak ada hipoksia, iritabel<br />- Akral hangat <br />- SaO2 100 % - Kaji tanda dan gejala hypoxia; kegelisahan, fatigue, iritabel, tachycardia, tachypnea<br />- Berikan kenyamanan fisik; support dengan bantal dan pengaturan posisi<br />- Berikan oksigen dengan humidifikasi <br />- Monitor efek pemberian nebulizer; kemudian pantau bunyi nafas dan usaha nafas setelah terapi <br />4 Cemas b.d kesulitan bernafas, serangan ulang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1jam, cemas pasien berkurang /hilang dengan kriteria hasil:<br />- Pasien tampak lebih rileks<br />- Nadi 60-100 x/menit<br />- Pasien mengerti dan kooperatif untuk setiap tindakan keperawatan yang dilakukan<br /> - Kaji tingkat kecemasan pasien<br />- Jelaskan setiap prosedur yang dilakukan<br />- Jelaskan tentang perawatan dan pengobatan pasien<br />- Ajarkan tehnik relaksasi dengan nafas dalam<br />- Anjurkan kelaurga untuk menemani klien saat serangan<br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />CATATAN KEPERAWATAN<br /><br />TGL/JAM NO. DP IMPLEMENTASI EVALUASI TTD<br />2-8-04<br />10.45<br /><br /><br /><br /><br /><br />11.00 <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> 1 - Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernapasan<br />R : RR 30 x/menit, nafas dangkal cepat, ekspirasi lebih panjang dari inspirasi<br />- Mengauskultasi bunyi nafas<br />R : Ada Whezing di lapang paru dan bronkus<br />- Memberikan nebulezer (atrovent 1 cc, bisolvon 1 cc, berotec 1 cc dan Nacl 0,9 % 6 cc)<br />R : Pasien mengatakan jalan nafasnya menjadi lebih longgar dan sesak berkurang, klien batuk, keluar ingus di hidung <br />- Mengajarkan pasien nafas dalam dan batuk efektif setelah diberikan nebulizer<br />R : sekret dapat keluar, lebih encer<br /> Jam 12.00<br />S : pasien mengatakan sesak sudah berkurang<br />O : <br />- RR 24 x/menit<br />- Masih ada wheezing di sebagian paru<br />- Ekspirasi masih sedikit memanjang<br />- Klien batuk mengeluarkan dahak <br />A: masalah teratasi sebagian<br />P : lanjutkan untuk pemberian Aminophilin 1 ampul drip lewat infus RL di ruangan jika tekanan darah sistole diatas 100 mmHg <br />2-8-2004<br />10.50<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />10.55 2 - Memberikan posisi fowler pada pasien<br />R : pasien mengatakan nyaman dengan posisi duduk<br />- Memberikan O2 3 liter/menit<br />R : binasal kanul, sesak tidak berkurang<br />- Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernapasan<br />R : RR 30 x/menit, nafas dangkal cepat, ekspirasi lebih panjang dari inspirasi<br />- Mengauskultasi bunyi nafas<br />R : Ada ronchi seluruh lapang paru dengan suara dasar bronkial ekspirasi memanjang<br />- Memonitor efek dari pemberian nebulizer terhadap perubahan ventilasi perfusi<br />R : dyspnea berkurang<br /> Jam 12.00<br />S : pasien mengatakan sesak sudah berkurang<br />O : <br />- RR 24 x/menit<br />- Masih ada ronkhi basah<br />- Ekspirasi masih sedikit memanjang<br />- dyspnea berkurang<br />- SaO2 98 %<br />A: masalah teratasi sebagian<br />P : lanjutkan monitor adanya gangguan keseimbangan asam basa <br />2-8-2004<br />11.05<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />11.30 3 - Mengkaji tanda dan gejala hypoxia<br />R : Klien gelisah, nadi 110x/mnt, takipnea, akral dingin, diaforesis<br />- Memberikan posisi yang nyaman sehingga melancarkan perfusi perifer<br />R : posisi fowler<br />- Memberikan oksigen dengan humidifikasi<br />R : O2 3 lt/mnt, sesak sedikit berkurang<br />- Memberikan cairan RL loading<br />R : cairan masuk, TD 90/50 mmHg<br />- Memantau efek pemberian nebulizer terhadap kecukupan sirkulasi ke perifer serta efek sampingnya<br />R : nadi 98 x/mnt, SaO2 99%, akral masih dingin<br /> Jam 12.00<br />S : Klien mengatakan badannya masih agak lemah<br />O :<br />- TD 95/60 mmHg<br />- Nadi 98x/menit<br />- RR 24x/mnt<br />- Suhu 36,9 derajat<br />- Akral agak dingin, tidak sianosis<br />A : masalah teratasi sebagian<br />P : lanjutkan monitor tingkat perfusi jaringan di ruangan <br />7-7-04<br />11. 40<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />11.45<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />11.50<br /><br /><br /><br /> 2 - Mengkaji tingkat kecemasan pasien<br />R : Pasien mengatakan kecemasan yang sangat disaat sesak tidak berkurang <br />- Menjelaskan tentang pengobatan dan perawatan<br />R : Pasien mengangguk tanda mengerti dan memperhatikan penjelasan perawat<br />- Mengajarkan tehnik relaksasi dengan nafas dalam<br />R : Pasien mengikuti yang diajarkan dan mengatakan lebih nyaman<br />- Menganjurkan pasien tiduran dan istirahat<br />R : pasien kooperatif<br />- Menemani pasien disaaat cemas<br />R : pasien merasa lebih tenang<br />- Memonitor TTV<br />R= TD 95/60 mmHg<br />RR= 24x/menit<br />S= 36,90 C <br />Nd= 96x/menit Jam 12.00<br /><br />S : Pasien mengatakan sudah tidak begitu cemas<br />O: Pasien lebih rileks<br />Pasien tampak tiduran <br />Nd= 98x/menit<br />A= masalah teratasi sebagian<br />P= anjurkan pada keluarga untuk selalu menemani klien terutama saat seranganApril Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-42286312072298891072010-06-12T10:16:00.000-07:002010-06-12T10:18:19.034-07:00askep DMASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAHPADA KLIEN Tn. S <br />DENGAN GANGGUAN PADA SISTEM ENDOKRIN:<br />DIABETES MELITUS DI RUANG MAWAR<br />DI RSUD Dr. RM. DJOELHAM BINJAI<br />TANGGAL 18 JUNI S/D 19 JUNI 2008<br />D<br />I<br />S<br />U<br />S<br />U<br />N<br />OLEH<br />NAMA: APRIL SISWANTO<br />NIM: 051 403 015<br /><br />DOSEN PEMBIMBING<br />TIARNIDA NABABAN S.Kep<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN<br />FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN<br />UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA<br />MEDAN<br />2008<br />KONSEP DASAR MEDIS / KEPERAWATAN<br /><br /><br />I. MEDIS<br />a. Defenisi/pengertian penyakit<br />Diabetes militus adalah metabolisme karbohidrat, protein, yang di sebabkan oleh kirangnya hormon insulin sehingga glukosa darah meningkat disebabkan oleh kurangnya produksi sel pancreas (Sylvia A,porce, 1995)<br />Diabetes militus (DM) adalah keadaan kronik disertai disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, syaraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan mikroskop electron (Arif Mansoer, 2000) <br /><br />b. Patofisiologis (medis /keperawatan)<br /> Reistensi kerja insulin<br /> <br />Insulin mengikat reseptor permukaan sel tertentu<br /> <br />transfer glukosa Reaksi intraseluler jumlah tempat reseptor insulin menurun<br /><br /> Penggabungan abnormal<br /><br /> Sekresi insulin menurun<br /><br />Glukosa di otot dan metabolisme lemak meningkat<br /><br />Penumpukan lemak didinding pembuluh darh menurun<br /><br />Aterosklerosis dan protein tubuh menurun<br /><br />Glikogen meningkat, tubuh melemah, BB menurun<br /><br />Pelepasan ion kalsium dan intraseluler<br /><br />Gangguan keseimbangan elektrolit<br /><br />Asidosis<br /><br /><br />c. Tanda dan gejala<br /> Poliuria (peningkatan pengeluaran urine)<br /> Polidipsia (peningkatan rasa haus)<br /> Polipagia (peningkatan rasa lapar)<br /> Rasa lemah dan kelemahan oto akibat metabolisme protein di oto dan ketidakmampuan sebagian sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.<br /> Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di sekresi, mengalami gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah.<br /> Gairah seks menurun<br /> Berat badan menurun, sebaliknya nafsu makan meningkat<br /> Penglihatan kabur<br /><br />d. Etiologi<br />Diabetes tipe I <br /> Genetik <br /> Imunologi<br /> Lingkungan<br />Diabetes tipe II<br /> Usia <br /> Obesitas<br /> Riwayat keluarga<br />Diabetes militus tergantung insulin disebabkan reproduksi sel B dan pulau langerhanns akibat proses autoimun<br />Sedangkan diabetes mellitus tidak tergantung insulin disebabkan kegagalan dan relatif. Sel B dan insulin sel B tidak mampu mengimbangi resisitensi insulin ini sepenuhnya.<br /><br />Komplikasi<br />1. Akut<br /> Koma hipoglikemia<br /> Ketoasidosis<br /> Koma hiperosmolar nonketotik<br />2. Kronik<br /> Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi.<br /> Mikroangipati<br /> Neuropati diabetik<br /> Rentan infeksi seperti: tuberkulosispam, gingitiivis, dan infeksi saluran kemih<br /> Kaki Diabetik<br />e. Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan<br /> KGD <br /> Elektrolit<br /> Trombosit darah<br /> Insulin darah<br /> Urine<br /><br /><br /><br />f. Penatalaksanaan<br />1. Kolaborasi dengan ahli penyakit dalam, ahli gizi dengan tujuan untuk meningkatkan KGD, maupun ngka kesakitan.<br />2. Pantau diet yang sesuai kebutuhan<br />3. Pemberian insulin<br />4. Olah raga<br /><br />II. KEPERAWATAN<br />a. Pengkajian<br /> Aktivitas/istirahat<br />Gejala : lemah , letih, kram otot, otot menurun, gangguan istirahat.<br /> Sirkulasi<br />Gejala : kebabs dan kesemutan pada ekstremitas<br />Tanda : Takikardia, nadi yang menurun <br /> Eliminasi<br />Gejala : Poliurine, nyeri tekan abdomen, diare.<br />Tanda : Urine encer, pucat, kuning<br /> Makanan/cairan<br />Gejala : Hilang nafsu makan, mual, muntah, penurunan BB<br />Tanda : Kulit kering, turgor kulit jelek<br /> Neurosensori<br />Gejala : Pusing, sakit kepala<br />Tanda : Mengantuk, gangguan memori, kacau mental<br /> Keamanan<br />Gejala : Kulit kering, gatal<br />Tnada : Demam, Menurunnya kekuatan umum/rentanng gerak.<br />b. Diagnosa keperawatan<br />Diagnosa keperawatan I <br />Resiko defisit cairan b/d gejala poliuria dan dehidrasi d/d turgor kulit jelek<br />Tujuan : Mencapai kesseimbangan cairan serta elektrolit<br />K/H : • Memperlihatkan keseimbngan asupan dan haularan.<br />• Menunjukkan nilai-nilai elektrolit dalam batas normal.<br />• Tanda-tanda vital tetap stabil<br />Intervensi <br />1. Ukur masukan dan haularan cairan<br />R/ : mengetahui masukan dan pengeluaran cairan<br />2. Pantau nilai elektrolit serum<br />R/ : Mengetahui kadar elektrollit dalam darah<br />3. Pantau tanda-tanda vital<br />R/ : Mendeteksi adanya tanda-tanda dehidrasi, takikardia, hipotensi ortotastik.<br />4. Kolaborasi dengan dokter<br /> R/ : Menentukan terapi yang akan diberikan<br /><br /><br />Diagnosa keperawatan II<br />Gangguan nutrisi b/d gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani d/d porsi yang disajikan tidak habis.<br />Tujuan : Meningkatkan kembali berat badan<br />K/H : • Mencapai keseimbangan metabolik<br />• Memperlihatkan perbaikan episode hipoglikemia yang cepat.<br />• Menghindari penurunan BB<br />Intervensi <br />1. Memberikan diet disertai dengan pengendallian KGD<br />R/ : Untuk mengetahui perkembangan penyakit<br />2. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi seluruh makanan dan cemilan yang dihindarkan menurut resep diet diabetik.<br />R/ : Menghindari resiko yang memperberat penyakit DM <br /><br />3. Kaji masukan diet dan status nutrisi<br />R/ : Mengetahui asupan dan kebutuhan nutrisi makanan.<br />4. Kolaborasi dengan dokter untuk menentukan program latihan untuk memenuhi kebutuhan dengan gaya hidup klien.<br />R/ : Untuk mengetahui tindakan keperawatan untuk pengobatan klien.<br /><br /><br /><br />Diagnosa keperawatan III<br />Kurangnya pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM b/d kurangnya informasi/ketrampilan perawtan mandiri DM d/d klien selalu bertanya-tanya tentang penyakitnya <br />Tujuan : Klien dapat mengetahui/dan memahami tentang penyakitnya.<br />K/H : • Pengetahuan keluarga tentang proses penyakit DM diet, perawatan dan obat-obatan <br /><br />Intervensi <br />1. kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM <br />R/ : Untuk mengetahui sejauh mana informasi tentang penyakit yang diketahui serta kebenaran informasi yang telah didapat sebelumnya <br />2. Kaji latar belakang pendidikan pasien <br />R/ : Agar perawat dapat memberikan penjelasan sesuai dengan pendidikan <br />3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet perawatan dan obat-obatan pada pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti <br />R/ : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman <br />4. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya bagi pasien <br />R/ : Pasien akan lebih kooperatid dan kecemasannya menurun <br />5. Berikan kesempatan pada pada pasien dan keluarga untuk menanyakan hal-hal yang ingin diketahui s/d penyakit yang dialami pasien <br />R/ : Mengurangi kecemasan dan memotivasi pasien <br /><br /><br />III. Daftar Pustaka <br />1. Mansjoer Arief, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, Media Aesculapius, Jakarta, 2000. <br />2. Doengous, Marylin, 1994. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta, 2000.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />FORMAT PENGKAJIAN <br /><br />Nama mahasiswa : April siswanto<br />Nim : 051 403 015<br />Ruangana : Mawar<br />Tgl masuk pasien : 2 juni 2008<br />Tgl pengkajian : juni 2008<br /><br />I. Identitas Data<br />Nama : Tn. S<br />Umur : 55 tahun<br />Pekerjaan : Petani<br />Pendidikan : SMP<br />Alamat : Tandem hilir pasar I-Binjai<br />Agama : Islam<br />Penanggung jawab : Istri/keluarga<br />Informasi/sumber data : Keluarga<br /><br />II. Keluhan Utama<br />Kllien mengatakan badan lemas, nyeri perut sebelah kiri, kebas pada daerah pinggang sampai kaki. <br />III. Alasan Masuk Rumah Sakit<br />Klien masuk RS Dr. RM Djoelham Binjai pada tanggal 2 juni 2008 karena klien mngalami nyeri perut, badan terasa lemas dan kaki kebas-kebas. <br />IV. Riwayat Penyakit<br />Pad pukul 10 00 pagi klien mearsa sakit pada derah perut dan badan terasa lemah karena keadaan semakin memburuk klien langsung di bawa ke RS. Djoelham pada tanggal 2 juni 2008 dan klien ingin mendapatkan perawatan yang intensif.<br /><br /><br />V. Riwayat Kesehatan masa lalu<br />a. Saat kecil : Klien tidak pernah mengalami penyakit yang serius<br />b. Pearnah di rawat : Klien tidak pernah di rawat sebelumnya<br />c. Pernah operasi : Klien tidak pernah di operasi<br />d. Obat-obatan yang digunakan bila sakit<br /> : Bila sakit klien hanya mennggunakan obat-obatan yang di dapat dari warung terdekat.<br />e. Riwayat alergi : Klien tidak memiliki alergi baik dari makanan maupun<br /> Obat-obatan.<br /><br />VI. Riwayat kesehatan keluarga<br />Keluarga klien tidak ada yang mengalami penyakit yang sama seperti yang diderita klien pada saat ini.<br /><br />Genogram :<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /> Keterangan<br /> <br /> : Laki-laki<br /> <br /> : Perempuan<br /> <br /> : Tinggal serumah<br /> <br /> : Meninggal <br /> <br />VII. Riwayat Psiko-sosial-spritual<br /><br />a. Pola koping<br />Sebelum : Klien orang yang mempunyai keyakinan yang kuat sehingga setiap masalah yang dihadapi dapat diselesaikan.<br />Keadaaan saat ini : Klien tetap yakin bahwa penyakkit yang di deritanya sekarang dapat disembuhkan.<br />b. Faktor sterssor <br />Sebelum : Emosi klien stabil, dan klien jarang memikirkan penyakitnya.<br />Keadaa saat ini : Klien selalu cemas dan ia hanya dapat berdoa gar penyakit yang di deritanya sembuh.<br />c. Hubungan pola komunikasi<br />Sebelum : Klien orang yang enak diajak berkomunikasi tampak dari klien mau terbuka tentang keadaannya.<br />Keadaan saat ini : Klien tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan klien hanya berbaring di tempat tidur.<br />d. Hubungan dengan anggota keluarga<br />Sebelum : Klien dan keluarga selalu menjalin hubungan dengan baik. <br />Keadaan sa aat ini : Baik, istri dan keluarga sering berkunjung ke RS.<br />e. Hubungan dengan masyarakat<br />Sebelum : Baik, klien sering bersosialisasi dengan masyarakat.<br />Keadaan saat ini :Baik, klien dapat beradaptasi dengan lingkungan RS dan banyak teman dan tetangga klien ad yang berkunjung.<br />f. Aktivitas sosial <br />Sebelum : Klien sering mengikuti perwiritan dalam lingkungan masyarakat. <br />Keadaan saat ini : Karena klien dirawat di RS, klien tidak dapat mengikuti kegiatan perwiritan di masyarakat.<br />g. Kegiatan keagamaan<br />Sebelum : Klien seorang yang rajin beribadah disamping itu klien juga mengikuti kegiatan wirid di mesjid.<br />Keadaan sa at ini : Klien hanya dapat berdoa diatas tempat tidur.<br />h. Harapan terhadap penyakit<br />Sebelum : Klien ingin penyakit yang diderita sekarang ini tidak semakin parah.<br />Keadaan saat ini : Klien yakin penyakitnya akan sembuh.<br /><br />VIII. Kebutuhan dasar<br />a. Pola makan<br />Sebelum : Klien makan 3x sehari, selera makan klien baik, makanan kesukaan sambal ikan.<br />Keadaan saat ini : selera makan klien bekurang, kliena mendapat diet m2 mkanan yanga disajikan karena klien menderita penyakit yang lain.<br />b. Pola minum<br />Sebelum : Klien minum 6-7 gelas/hari, minuman kesukaan the manis.<br />Keadaan saat ini : Selama di RS klien minum 4-5 gelas/hari<br />c. Pola eliminasi :<br />Sebelum :<br /> BAB BAK<br />Frekwensi : 1 x sehari 4-5 x/hari<br />Jumlah : - tidak ada<br />Bau : Khas amoniak<br />Konsistensi : Lembek Cair<br />Warna : Kuning Kuning jernih<br />Lain-lain : tidak ada Tidak ada<br />Keadaan saat ini<br /> BAB BAK<br />Frekwensi : 1 x /3hari 3-4 x/hari<br />Jumlah : - tidak ada<br />Bau : Khas amoniak<br />Konsistensi : Lembek Cair<br />Warna : Kuning Kuning jernih<br />Lain-lain : tidak ada Tidak ada<br /><br />d. Pola istirahat<br />Sebelum : Klien tidur malam ± 6-7 jam/hari, klien idak mempunyai masalah dalam beristirahat. <br /> Keadaan saat ini : Selama di RS klien tidur ± 4-5 jam/hari, klien merasa terganggu dalam tidur.<br />e. Aktivitas sehari-hari<br />Sebelum :Klien bekerja setiap harinya sebagai petani.<br /> Keadaan saat ini : Klien hanya dapat berdiam diri di tempat tidur karena penyakitnya.<br />f. Personal hyegiene<br />Sebelum : Klien mandi setiap harinya 2x sehari dan gosok gigi setiap kali selesai makan.<br /> Keadaan saat ini : Klien tetap mandi seperti biasanya dengan di Bantu keluarga.<br /><br />IX. Pemeriksaan fisik<br />1. a. Keadaan umum :<br /> Tanda vital TD : 130/70<br /> HR : 72x/i <br /> RR : 20 x/i<br /> Temp : 36°C<br /> Sensori : Compos Mentis<br /> TB : <br /> BB : <br />b. Kulit : Warna kulit sawo matang, tiak ada dijumpai adanya kelainan pada kulit.<br />c. Kepala : Tidak di jumpai adanya benjolan maupun lesi pada kepala,dan tidak ada luka.<br />d. Rambut : Warna rambut hitam, rambut tampak bersih dan tidak di jumpai adanya ketombe.<br />e. Mata : Bentuk mamta simetris, mata tidak ikterus pada sclera dan klien tidak memakai kaca mata.<br />f. Telinga : Bentuk telinga simetris kanan kiri, tidak di jumpai serumen yang berlebihan dan pendengaran masih baik.<br />g. Hidung : Bentuk hidung simetris, tidak dijjumpai polip dan fungsi penciuman masih baik.<br /><br />h. Mulut : Mulut tampak bersih, tidak kelainan dan fungsi pengecapan masih baik. <br />i. Gigi : Gigi tampak bersih, terdapat karies pada gigi geraham belakang dan tidak dijumpai adanya gigi palsu.<br />j. Leher : Tidak ada dijumpai adanya peningkatan vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar thypoid.<br />k. Dada : Bentuk dada simetris bunyi nafas normal dan tidak dijumpai adanya bunyi nafas tambahan.<br />2. Sistem pernafasan : Frekwensi pernafasan 20x/I, bunyi nafas normal dan klien tidak mengalami gangguan pernafasan.<br />3. Sistem cardio vaskuler : Frekwensi denyut jantung 72x/I, bunyi jantung normal tidak dijumpai riwayat penyakit jantung<br />4. Sistem pencernaan : tidak ada kelainan adanya kelainan pada system pencernaan.<br />5. Sistem perkemihan : Klien tidak mengalami gangguan pada saat BAK, klien BAK 3-4 x/hari.<br />6. Sistem endokrin : Klien mempunyai penyakit DM.<br />7. Sistem muskulus skeletal : Pada pemeriksaan secara inspeksi, ada ekstremitas atas tentang gerak pada klien mengalami kelemahan. <br />8. Sistem reproduksi : Tidak dijumpai adanya kelainan ditandai pad a klien<br />9. Sistem neurology : Tingkat kesadaran klien compos mentis dan tidak dijumpai kelainan.<br /><br /><br />X. Pemeriksaan Diagnostik<br />Tanggal pemeriksaan jenis pemeriksaan Hasil Normal<br /> KGD 290gr/dl 100-200gr/dl<br /> KGD 325gr/dl 100-200gr/dl<br /> Hb 100 gr%<br /> Hematokrit 16,2 %<br /> LED 46 mm/jam<br /> Eritrosit 1,89.10<br /> Trombosit 210%<br /> Ureum 29,5<br /> Kreatin 1,8<br /> Klestrol total 176 mg/dl <br />XI. Penatalaksanaan/obat-obat yang diberikan<br />Nama obat Dosis Tanggal diberikan<br />IVFD 20 gtt/I 18 juni 2008<br />Inj.cefotaxim 1 gr/12 jam 18 juni 2008<br />Inj.Ulcumet 1 amp/8 jam 18 juni 2008<br />Inj.Neurotam 1 amp/8 jam 19 juni 2008<br /><br />Obat oral<br />Cefotaxim 2x10 gram 19 juni 2008<br />Sotatik 2x1 19 juni 2008<br />PCT 3x1 19 juni 2008<br />Neurodex 3x1 19 juni 2008<br /><br />XII. Ringkasan riwayat penyakit<br />Klien masuk RS Djoelham Binjai pada tanggal 2 juni 2008, untuk pertam kalinya klien mendapat terapi oleh dokter maupun perawat. <br /> <br /> Medan, juni 2008<br /> Yang menguji<br /> <br /><br /> April siswanto<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> ANALISA DATA<br /><br />Nama mahasiswa : April siswanto Nama pasien : Tn. S<br />Nim : 051 403 015 Ruangan : Mawar<br /> Dx pasien : DM<br /> No.Register : 076866<br /><br />No Data Penyebab Masalah<br />1<br /><br /><br /><br />2<br /><br /><br /><br /><br /><br />3 Ds : - Klien mengatakan tidak selera makan <br />Do : - Porsi yang disajikan tidak habis (<1/4)<br /><br /><br />Ds : - Klien mengatakan badan tersa lelah<br /> - Klien mengatakan bagian ekstremitas atas dan bawah sering kesemutan<br />Do : - Klien tampak berbaring diatas tempat tidur badan lemah<br /><br /><br />Ds : - Klien mengatakan apakah penyakitnya akan sembuh<br />Do : - Klien selalu bertanya-tanya tentang penyakitnya Karena berhubungan dengan mual dan muntah. Proses penyakit<br /><br />K/ Proses penyakit diabetes mellitus<br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br />Kurangnya informasi tentang penyakit. Tingkat pendidikan yang rendah<br /><br /> Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan.<br /><br /><br /><br />Gangguan pola aktivitas<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Kurangnya pengetahuan klien<br /> <br /> Masalah Keperawatan Sesuai Prioritas :<br />1. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual dan muntah dan proses penyakit d/d porsi yang disajikan tidak habis<br />2. Gangguan pola aktivitas ekstremitas b/d proses penyakit diabetes mellitus d/ d kesemutan, lemah<br />3. Kurang pengetahuan klien tentang penyakit b/d kurangnya informsi tentang penyakit d/d klien selalu bertanya-tanya tantang penyakitnya <br />RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN <br /><br />Nama Mahasiswa : April siswanto Nama Pasien: Tn. S<br />Nim : 051 403 015 Ruangan : Mawar<br /> No.Register : 076866<br /> Dx. Pasien : DM<br /><br />No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasionalisasi<br />1<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />3 Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual dan muntah,proses penyakit b/d porsi yang disajikan tidak habis<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gangguan ekstremitas b/d proses penyakit diabetes mellitus dari kesemutan lemah<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Kurangnya pengetahuan klien tentang penyakitnya berdasarkan proses penyakit diabetes mellitus dari klien sering bertanya-tanya tentang penyakitnya Nutrisi dapat terpenuhi<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Ekstermitas kembali normal<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Klien dapat memahami tentang penyakitnya • Kaji masukan diet dan status nutrisi<br />• Pantau masukan makanan harian klien<br />• Berikan porsi makan sedikit tapi sering <br />• Kolaborasi dengan dokter untuk menentukan program latihan<br /><br /> Ubah posisi minimal setiap 2 jam<br /><br /> Letakkan posisi telungkup 1x atau 2x sehari<br /><br /> Tinggikan tangan dan kepala<br /> Monitor keterbatasan aktivitas kelemahan saat aktivitas<br /><br /> Jelaskan Tentang penyakit DM yang spesifik<br /> Bicarakan tentang kontrol penyakit melalui penatalaksanaan<br /> Ciptakan lingkungan yang saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian<br /> Jelaskan kepada os tentang prosedur tindakan medis yang akan kita lakukan<br /><br /> - Untuk memenuhi diet sesuai kebutuhan<br />- Untuk mencegah terjadinya peningkatan KGO<br />- Untuk membantu peningkatan masukan kalori<br />- memberikan tindakan <br />yang spesifik<br /><br /><br /><br />o Menurunkan resiko terjadinya sirkulasi yang lebih buruk<br />o Mempertahankan ekstensi panggul<br /><br /><br />o Meningkatkan aliran balik vena<br />o Merencanakan intervensi dengan tepat<br /><br /><br /><br /> Supaya pasien pasien memahami penyakitnya<br /><br /> Mempercepat penyembuhan penyakit<br /><br /> Menanggapi dan memperhatikan <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />CATATAN PERKEMBANGAN<br />Nama Mahasiswa : April siswanto Nama Pasien: Tn. S<br />Nim : 051 403 015 Ruangan : Mawar<br /> No. Register : 076866<br /><br />Tgl/Bln Dx Keperawatan Implementasi Catatan Perkembangan Tanda tangan/Paraf<br />Kamis, 18 juni 2008<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Jumat, 19 juni 2008<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Sabtu 20 juni 2008<br /><br /><br /><br /><br /><br /> I<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />II<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />III<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />I<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />II<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />I<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />II<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> Mengkaji masukan diet dan status nutrisi<br /> Memantau masakan makanan harian klien <br /> Memberikan porsi makanan sedikit tapi sering<br /> Berkolaborasi dengan dokter untuk menentukan program latihan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />- Mengubah posisi minimal setiap 2 jam<br />- Meletakkan posisi telungkup 1x atau 2x sehari<br />- Meninggikan tangan dan kepala <br />- Memonitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />- Menjelaskan tentang penyakit DM yang spesifik<br />- Membicarakan tantang kontrol penyakit melalui penatalaksanaan<br />- Menciptakan lingkungan yang saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />- Mengkaji Masakan diet<br />- Memantau masukan makanan harian klien<br />- Memberikan porsi makanan sedikit tapi sering<br />- Berkolaborasi dengan dokter untuk menentukan program latihan<br />- Memberi makanan / disajikan dalam keadaan hangat<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />-Mengubah posisi minimal setiap 2 jam.<br />-Meletakan posisi telungkup I kali atau 2 kali sehari.<br />-Meninggikan tangan dan kepala<br />-Memonitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />- Mengkaji Masakan diet<br />- Memantau masukan makanan harian klien<br />- Memberikan porsi makanan sedikit tapi sering<br />- Berkolaborasi dengan dokter untuk menentukan program latihan<br /><br />- Mengubah posisi minimal setiap 2 jam.<br />-Meletakan posisi telungkup I kali atau 2 kali sehari.<br />-Meninggikan tangan dan kepala<br /> dan Memonitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> S : Klien Mengatakan Tidak Selera Makan<br />O : Porsi Yang Disajikan Tidak Habis<br />A : Pemenuhan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan<br />P : - Kaji Masukan Diet Dan Status Nutrisi <br /> - Pantau Masukan Makanan Harian Klien<br /> - Berikan Porsi Makan Sedikit Tapi Sering<br /> - Kolaborasi Dengan Dokter Untuk Menentukn Program Latihan<br />I : * Mengkaji Masukan Diet Dan Ststus Nutrisi<br /> * Memantau Masukan Makanan Harian Klien<br /> * Memberikan Porsi Makanan Sedikit Tapi Sering <br /> * Berkolaborasi Dengan Dokter Untuk Menentukan Program Latihan<br />E : Masalah belum teratasi<br />R : Rencana tindakan dilanjutkan<br /><br />S : - Klien mengatakan badan tersa lemah<br /> - Klien mengatakan bagian ekstremitas atas dan bawah sering kesemutan<br />O : Klien tampak berbaring diatas tempat tidur<br />A : gangguan ekstremitas gerak <br />P : - Ubah posisi setiap 2 jam<br /> - Letakkan posisi telungkup 1x atau 2x sehari<br /> - Tinggikan tangan dan kepala<br /> - Monitor keterbatasan aktivitas<br />I : - Mengubah posisi minimal setiap 2 jam<br /> - Meletakkan posisi <br /> telungkup 1x atau 2x sehari<br /> - Meninggikan tangan dan kepala<br /> - Memonitor keterbatasan aktivitas ,kelemahan saat aktivitas<br />E : Masalah belum teratasi<br />R : Rencana tindakan dilanjutkan<br /><br />S : Klien mengatakan apakah penyakitnya akan cepat sembuh<br />O : Klien selalu bertanya-tanya tentang penyakitnya<br />P : - Jelaskan tentang penyakit DM spesifik<br /> - Bicarakan tentang kontrol penyakit melalui penatalaksanaan<br /> - Ciptakan lingkungan yang saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian <br />I : - Menjelaskan tentang penyakit DM yang spesifik<br /> - Membicarakan tentang kontrol penyakit melalui penatalaksanaan <br /> - Menciptakan lingkungan yang saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian<br />E : Masalah teratasi<br />R : Rencana tindakan dihentikan<br /><br />S : Klien mengatakan tidak selera makan <br />O : Porsi yang disajikan tidak habis (1/4)<br />A : Pemenuhan Nutrisi kurang dari kebutuhan <br />P : Rencana tindakan sda<br />I : - Mengkaji masukan diet <br /> - Memantau masukan makanan makanan klien <br /> - Memberfi porsi makan sedoikit tapin sering<br /> - Memberi makan disajikan dalam keadaaan hangat<br /> - berkolaborasi dengan dokter untuk menentukan program latihan.<br />E : Masalah sebagian teratasi<br />R : R/tindakan di lanjutkan <br /><br /><br />S : Klien mengatakan badan terasa lemah<br /> - klien mengatakan bagian ekstremitas atas dan bawah sering kesemutan<br />O : klien tampak berbaring ditempat tidur.<br />A : Gangguan pola aktivitas<br />P : Rencana tindakan dilanjutkan.<br />I : - Mengubah posisi minimal setiap 2 jam<br /> - Meletakkan posisi telungkup 1 kali/ 2 kali sehari<br />- Meninggikan tangan dan kepala<br />- Memonitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas<br />E : Masalah sebagian teratasi.<br /> R : R/tindakan dilanjutkan<br /><br /><br />S : Klien mengatakan tidak selera makan <br />O : Porsi yang disajikan tidak habis (1/4)<br />A : Pemenuhan Nutrisi kurang dari kebutuhan <br />P : Rencana tindakan sda<br />I : Intervensi sda.<br />E : Masalah sebagian teratasi<br />R : R/tindakan di lanjutkan<br /><br /><br /><br /><br />S : Klien mengatakan badan terasa lemah<br /> - klien mengatakan bagian ekstremitas atas dan bawah sering kesemutan<br />O : klien tampak berbaring ditempat tidur.<br />A : Gangguan pola aktivitas<br />P : Rencana tindakan sda<br />I : Intervensi sda<br />E : Masalah sebagian teratasi<br />R : Rencana tindakan dilanjutkan.April Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-87526227995512160232010-06-12T10:14:00.000-07:002010-06-12T10:16:17.999-07:00Askep TB paruKONSEP DASAR MEDIS / KEPERAWATAN<br /><br />I. Medis <br />a. Defenisi <br />Tuberkulosis (TB) paru a/ penyakit infeksi yang disebabkan oleh miycobacterium tuberculosis dan gejala bervariasi (Brunet,dkk,2002)<br /><br />b. Etiologi <br />Peneyebab tuberculosis (TB) a/ miycobacterium tuberculosis yang merupakan sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran, panjang 1-4 cm tebal 02-06 cm (Brunet,dkk,2002)<br /><br />c. Phatofisiologi <br /> Mycobacterium tuberculosis<br /><br /> Menempel pada bronchiale / alveolus<br /><br />Proliperasi sel epitel disekeliling basil dan terinfeksi (tuberkel) <br />dan basil menyebar melalui getah bening menuju regional <br />dan menimbulkan exudat<br /><br /> Lesi primer menyebar kerusakan jaringa adanya peradangan pada <br /> Jaringan paru <br /> Meluas keseluruh paru-paru (Bronchi dan Pleura) perdangan pada paru <br /><br /> Erosi pembuluh darah<br /> Sesak nafas, batuk <br /> Basil menyebar ke arah yang dekat dan jatuh<br /> Anoreksia berlebihan <br /> Tulang ginajal otak<br />d. Pemeriksaan diagnosis yang lazim dilakukan <br />• Photo toraks <br />Dapat menunjukan infitrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer sembuh primer atau effusi cairan. Perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga area fibrosa.<br />• Pemeriksaan sputum <br />Kultur sputum = positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit. <br />• Tes montoox<br />Reaksi positif area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48 – 72 cm setelah injeksi intradenal antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit altif <br />e. Penatalaksanaan<br />• Pemberian obat OAT antara lain : <br />o Isoniazid <br />o Rifampisin <br />o Prazinarid <br />o Streptemisin <br /><br />II. KEPERAWATAN <br />A. Pengkajian <br />1. Aktifitas / istirahat <br />Gejala : kelemahan umum dan kelemahan nafas pendek karena kerja menggil atau berkeringat <br />Tanda : takikardi, takipnea / dispnea, pada kerja kelemahan otot nyeri dan sesak <br /><br />2. Makanan / cairan<br />gejala : kehilangan nafsu makan penurunan BB<br />tanda : tugor kulit buruk, kering / kulit bersisik kehhilangan lemak subkatat <br /><br />3. Nyeri / kenyamanan<br />gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang perilaku gelisah <br /><br />4. Pernafasan atau tak produktif <br />gejala : nafas pendek batuk produktif atau tidak produktif <br />tanda : peningkatan frekwensi pernafasan bunyi nafas meningkat <br />5. Integritas ego<br />gejala : adanya factor stress dan perasaan tak berdaya <br />tanda : ansietas, ketakutan dan menyangkal <br /><br />B. DIAGNOSA KEPERAWATAN / INTERVENSI (Rencana, Tindakan, Rasionalisasi)<br />Diagnosa I : resiko tinggi terhadap infeksi berdasarkan dengan pertahanan primer tak adekuat d/d tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala membuat diagnosa yang adikuat <br />Tujuan : agar tidak terjadi infeksi <br />K.H : menhidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko penyebaran infeksi <br /> I : anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari meludah <br /> R : perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi <br /> I : awasi suhu sesuai indikasi <br /> R : reaksi demam indicator adanya infeksi lanjut <br /> I : tekankan pentingnya tindakan menghentikan terapi obat <br /> R : mengurangi resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut <br /><br />Diagnosa 2 : bersihkan jalan nafas yang tidak efektif b/d secret kental atau secret atau secret darah d/d frekwensi pernafasan bunyi nafas tidak normal (mengi) stridor dan dipsnea <br />Tujuan : jalan nafas kembali normal <br />K,H : mempertahankan jalan nafas pasien dan mengeluarkan secret tanpa bantuan agar dapat mempertahankan kebersihan jalan nafas.<br /> I : kaji fungsi pernafasan bunyi nafas kecepatan irama dan kedalaman serta penggunaan otot aksesori <br /> R : peningkatan bunyi nafas dapat menunjukan akumulasi secret <br /> I : berikan posisi semi fowler <br /> R : posisi membantu memaksimalakan ekspansi paru, dan menurunya upaya pernafasan <br /> I : bersihkan secret dari mulut dan trakea <br /> R : mencegah obtruksi / aspirasi <br /><br />Diagnosa 3 : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kelemahan d/d anoreksia dan sering batuk / produksi sputum dan dispnea <br />Tujuan : pola nutrisi terpenuhi <br />KH : menunjukan BB meningkat mencapai tujuan untuk meningkat dan mempertahankan berat yang tepat <br /> I : pastikan pola diet biasa pasien yang disukai / tidak disukai <br /> R : membantu dalam mengidentifikasikan kebutuhan atau kekuatan khusus agar dapat memperbaiki masukan diet <br /> I : awasi masukan / pengeluaran dan BB secara periodic <br /> R : berguna dalam mengukan keefektifan nutrisidan dukungan cairan <br /> I : selidiki anorekisa mual dan muntah dan gatal kemungkinan kebutuhan dengan obat awas frekwensi volume konsistensi keset<br /> R : dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk meningkat pemasukan / penggunaan nutrisi <br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />FORMAT PENGKAJIAN<br /><br />Nama mahasiswa : SONITA . P. SIHOMBING <br />Nim : 06330205063<br />Ruangan : Flamboyan<br />Tanggal masuk os : 09-06-08<br />Tanggal pengkajian : 10-06-08<br /><br />I. Identifikasi data <br />Nama : Ny.R<br />Umur : 60 tahun <br />Pekerjaan : IRT<br />Pendidikan : SD<br />Alamat : JL. Teluk Betung <br />Agama : Islam <br />Penanggung jawab : Tn.J<br />Informasi / sumber data : Tn.J dan beserta keluarga <br /><br />II. Keluhan utama <br />Berdahak sesak nafas 30 x/i berkeringat malam hari BB menurun, anoreksia, demam temp 38,5 oC lemah, gelisah. <br />III. Alasan masuk rumah sakit <br />Batuk yang dialami oleh os tidak dapat diatasi sejak 3 bulan berturut-turut <br /><br />IV. Riwayat penyakit <br />Pada tahun lalu os pernah dirawat di rumah sakit<br /> 1. provokative / paliative <br />A. Karena penyebabnya mycobakterium tuberculosis <br />B. Hal-hal yang memperbaiki keadaan istirahat <br /> 2. Quality <br />A. Bagaimana dirasakan <br />B. Bagaimana dilihat <br /> 3. Region <br />A. Di mana lokasinya di bagian dada <br />B. Apakah menyebar tidak menyebar <br /> 4. severty (menggangu aktivitas) yang menggangu <br /> 5. Time (kapan timbul dan bagaimana terjadinya sejak batuk 3 bulan Berturut-Turut <br /><br />V. Riwayat kesehatan masa lalu <br />f. Saat kecil : os pernah menderita demam tinggi dan diare <br />g. Pernah dirawat : pernah dirawat karena demam tinggi dan diare <br />h. Pernah dioperasi : belum pernah dioperasi <br />i. Obat-obatan yang digunakan bila sakit : parasetamol, entrostop, bodrex<br />j. Riwayat alergi : tidak ada elergi terhadap makana mauoun obat-obatan <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />VI. Genogram <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Keterangan :<br /> <br /> : Klien <br /><br /> : Perempuan <br /><br /> : Laki-laki <br /><br />: Meninggal <br /><br /> : tinggal satu rumah <br /><br />VII. Riwayat psikosoisal spiritual (sebelum dan sesuadah di RS)<br />a. Pola koping<br />Sebelum : klien orang yang berkeyakinan kuat sehingga setiap masalah dapat diatasi dengan baik <br />Keadaan saat ini : ketika os sesak diberi setengah duduk dan diberi O2 <br /><br />b. Factor stresor <br />Sebelum : klien orang yang bersemangat dan ceria dan dapat mengatasi masalah <br />Keadaan saat ini : klien merasa cemas, dan sedih karena penyakitnya <br /><br />c. Konsep diri <br />Sebelum : os kurang percaya terhadap penyakitnya yang dideritanya <br />Keadaan saat ini : saat ini os merasa malu karena penyakit yang dideritanya <br /><br />d. Poal komunikasi <br />Sebelum : klien dapat berkomunikasi dengan baik, baik terhadap keluarga lingkungan sekitar dan tempat kerja<br />Keadaan saat ini : masih tetap berkomunikasi terhadap perawat, teman satu ruangan, keluarga <br /><br />e. Hubungan dengan anggota keluarga <br />Sebelum : hubungan os dengan keluarga sangat baik <br />Keadaan saat ini : hubungan os dengan keluarga masih baik dibuktikan dengan orang tua menemani di RS <br /><br />f. Hubungan dengan masyarakat<br />Sebelum : hubungan os dengan masyarakat cukup baik terliahat dari banyaknya kegiatan yang dilakukannya <br />Keadaan saat ini : hubungan os dengan masyarakat masih baik baik ditandai dengan teman dan keluarga banyak yang mengunjunginya ke RS<br /><br />g. Kegiatan keagamaan <br />Sebelum : os rajin sholat dan mengaji <br />Keadaan saat ini : os tidak dapat menjalankan kegiatan keagamaan karena penyakit yang dideritanya <br /><br />h. Aktivitas sosoial <br />Sebelum : baik, sering mengikuti aktivitas sosoial <br />Keadaan saat ini : tidak dapat mengikuti aktivitas sosoial dan os hanya terbaring di rumah sakit <br /><br />i. Harapan terdapat keadaan penyakitnya <br />Sebelum : os berharap penyakitnya tidak kambuh lagi <br />Saat ini : os sangat berharap semoga penyakitnya cepat sembuh <br /><br /><br />VIII. KEBUTUHAN DASAR <br />a. Pola makan <br />Sebelum masuk RS : os makan 3 x sehari dengan komposisi nasi satu piring + lauk selera makan baik <br />Keadaan saat ini : os makan 3 x sehari dan komposisi nasi + lauk tetapi porsi makan berkurang, yang habis hanya ½ porsi yang disajikan <br /><br />b. Pola minum<br />Sebelum masuk RS : klien minum air putih ± 2000-2500cc/hari minuman kesukaan adalah teh manis <br />Keadaan saat ini : klien hanya minum 6-7 gelas / hari <br /><br /><br /><br /><br /><br />c. Pola eliminasi <br />Sebelum <br /> BAB BAK <br />Frekwensi : 1x/hari 5-4 x/hari <br />Jumlah : - ± 800x/hari <br />Bau : khas khas amoniak <br />Konsistensi : lembek cair <br />Warna : kuning kuning <br />Keadaan saat ini : klien BAB 1x/hari, warna kuning kecoklatan, bau khas, konsistensi lembek BAK 4-5 x sehari, banyaknya 150cc warna kuning bau khas .amoniak <br /><br />d. Pola istirahat / tidur <br />Sebelum : klien adalah kenyamanan tidur siang, malamnya 6-7 jam <br />Keadaan saat ini : klien tidur siang ± 2 jam, malam 6 jam, klien mengalami gangguan tidur karena batuk.<br /><br />e. Aktifitas sehari-hari <br />Sebelum : klien adalah ibu rumah tangga <br />Keadaan saat ini : klien hanya bisa berbaring diatas tempat tidur <br /><br />f. Personal hygiene<br />Sebelum : klien mandi 2 x sehari, gosok gigi dan cuci rambut <br />Keadaan saat ini : klien mandi 1x 2 hari gosok gigi dan cuci rambut dibantu <br /><br />IX. PEMERIKSAAN FISIK <br />a. Keadaan umum : lemah, gelisah <br />Tanda vital : <br />TD : 120/80 mmHg <br />Pols : 90 x/i<br />RR : 30 x/i<br />Temp : 38, 5 0C<br />Sensori : compos mentis <br />TB : 155 cm BB ideal : 44, 5-55,5 kg <br />BB : 45 Kg <br /><br />b. Kulit <br />Warna kulit sawo matang, tidak terdapat peradangan, tugor kulit jelek <br /><br />c. Kepala <br />Bentuk kepala bulat, pada kulit kepala tidak dapat dijumpai ketombe, tidak dijumpai adanya benjolan <br /><br />d. Rambut <br />Rambut hitam dan agak berminyak, ranbut klien ikal <br /><br />e. Mata <br />Pada mata konjungtiva tidak anemia, scelera interik bentuk mata simetris dan tidak memakai alat bantu <br /><br />f. Telinga<br />Pada telinga tidak dijumpai serumen yang berlebihan ketajaman pendengaran baik, bentuk simetris tidak ditemukan peradangan<br /><br />g. Hidung <br />Fungsi penciuman baik, terdapat dua lubang hidung, tidak ada polip dan perdarahan <br /><br /><br /><br />h. Mulut <br />Tidak ada kelainan pada bibir mulut tempat bersih tidak terdapat perdarahan <br />i. Gigi <br />Jumlah gigi 30 terdapat caries pada gigi geraham bawah <br /><br />j. Leher<br />Tidak di jumpai pembesaran kelanjar tiroid, tidak terdapat pembekakan vena jugularis <br /><br />k. Sistem pernapasan <br />Bentuk dada simetrik pemeriksaan coping hidung terdapat bunyi tambahan ronchi, frekuensi pernafasan 30 x/i irama pernapasan regular terdapat sputum + darah <br /><br />l. System kardiovasculer <br />Ferekuensi denyut jantung 90 x/i TD : 120/80 mmHg <br /><br />m. Sistem pencernaan<br />Tungar kulit abdomen baik, bising usus ada dalam nomal tidak terdapat nyeri tekan, hepar, limpa dan ginjal tidak teraba klien tidak ada gangguan pada BAB <br /><br />n. System perkemihan <br />Tidak di jumpai gangguan ferekuensi BAK 4-5 x/hari dan jumlah 1500 cc/hari dan klien tidak ada gangguan pada ginjal <br />o. Sistem endokrin <br />Pada ekstermitas atas kiri terpasang infuse dengan cairan RL 20x/i, tidak dijumpai edema, rentang gerak baik dan turgor kulit baik, demikian juga ekstermitas bawah <br />p. System musculuskletal<br />Tidak ada gangguan peradangan, ataupun perdarahan, tetapi os merasa kebas pada bagian estermitas bawah karena kurang mobilisasi 3 2<br /> 3 3<br />q. System reproduksi<br />Tidak dijumpai kelainan, reproduksi dan organ reproduksi lengkap<br /><br />X. Pemeriksaan laboratorium <br />Tgl pemeriksaan jenis pemeriksaan hasil nilai normal<br />11-01-08 Darah 6.8 gr %<br />21-01-08 HB 56 mm/jam p : 12 - 16 gr % <br />21-01-08 Eritrosit 2,6 106 /mm p : 3,8 - 5,8 x 106/mm3<br />I : 4.5-55 x 106/mm3<br />21-01-08 Leokosit 7.2 103/mm 5 – 103/mm3<br />21-01-08 HT 22% 1 = 46 – 48 %<br />P : 37 – 43 %<br />21-01-08 Trombosit 485.103/mm3 150 – 450 x 103/mm3<br /><br />XI. Penatalaksanaan/Obat-Obatan Yang Di Peroleh<br />Nama Dosis<br />Isoniazid`<br />Rifomisin<br />Pirazinamid<br />Streptomisin<br />Etambutal 3 x 1<br />3 x 1<br />1 x1<br />4 x 1<br />2 x 1<br /> <br /> <br />XII. Ringkasan Riwayat Perawat<br />Sejak klien dibawa ke RS djoelham binjai klien langsung menerima perawatan dan sampai saat ini klien masih dirawat di RS<br />FORMAT PENGKAJIAN<br /><br />Nama mahasiswa : sonita.p. Sihombing nama pasien : Nn. R <br />Nim : 06330205063 ruangan : flamboyan<br /> Dx. Pasien : TB. Paru <br /><br />No Data Etiologi Masalah <br />1. <br /><br /><br /><br /><br /><br />2. <br /><br /><br /><br />3. <br /><br /><br /><br />4. <br /> DS : klien mengeluh sesak bila bernafas <br />DO : pasien batuk bercampur sputum <br />RR: 30 x/i pernafasan cuping hidung <br />DS : pasien mengatakan badanya demam <br />DO : temp 38,5 0C<br /><br />DS : pasien mengeluh tidak bisa tidur <br />DO : pasien tampak gelisah mual pucat, mata cekung <br />DS : pasien mengatakan badanya demam <br />DS : pasien mengatakan tidak selera makan <br />DO : diet makan yang disajikan tidak habis, BB: 45 kg hanya ½ porsi yang habis dari yang disajikan Adanya peradangan pada jaringan paru <br /><br /><br /><br /><br />Perdangan pada paru <br /><br /><br /><br /> Sesak nafas batuk<br /><br /><br /><br />Anoreksia kelebihan Tidak efektifnya jalan nafas <br /><br /><br /><br /><br />Peningkatan suhu tubuh<br /><br /><br /><br />Gangguan istirahat dan tidur <br /><br /><br />Kurangnya pemenuhan kebutuhan nutrisi <br /><br /><br />MASALAH KEPERAWATAN SESUAI PRIORITAS <br />1. Tidak efektifnya jalan nafas b/d adanya perdangan pada jaringan paru d/d pasien mengeluh sesak bernafas <br />2. Peningkatan suhu tubuh s/d peradangan pada paru d/d pasien mengatakan badanya demam dengan temp 38,5 0C<br />3. Gangguan istirahat dan tidur b/d sesak nafas, batuk d/d pasien mengeluh tidak biasa tidur <br />4. Kurangnya pemenuhan kebutuhan nutrisi s/d anoreksia kelebihan d/d pasien menagatakan tidak selera makan <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN<br /><br />Nama mahasiswa : sonita.p. Sihombing nama pasien : Nn. R <br />Nim : 06330205063 ruangan : flamboyan<br /> Dx. Pasien : TB. Paru <br />NO Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi <br />1. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />2. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />3. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />4. Tidak efektifnya pola pernafasan s/d adanya peradangan pada jaringan paru b/d pasien mengeluh sesak bernafas<br />RR = 30 x/i<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Peningkatan suhu tubuh s/d peradangan pada paru d/d pasien mengatakan badanya demam dengan temp 38,5 0C<br />Gangguan istirahat s/d sesak nafas d/d pasien mengeluh tidak bisa tidur karena batuk <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Kurangnya pemenuhan nutrisi s/d anoreksi, keletihan, mual muntah d/d pasien mengatakan tidak selera makan <br />Porsi yang disediakn hanya ½ porsi yang habis <br /><br /> • Pasien dapat mempertahankan pernafasan efektif <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />• Suhu tubuh kembali normal<br /> Temp 36 oC<br /><br /><br /><br /><br />• Pasien dapat memenuhi kebutuhan tidurnya <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />• Pasien dapat mempertahankan kebutuhan nutrisi <br /><br /><br /><br /><br /><br /> • Kaji pola nafas frekwensi <br />• Anjurkan minum air hangat <br />• Bantu latihan nafas <br />• Beri posisi semi fowler <br />• Beri O2 <br />• Kolaborasi dengan dokter <br /><br />• Beri kompres dengan air hangat <br />• Beri banyak minum<br />• Kolaborasi dengan dokter<br />• MB II TKTP<br />• Beri posisi yang nyaman <br />• Genti pakaian pasien <br />• Beri lingkungan yang nyaman dan tenang<br /><br />• Kaji kebiasaan diet beri diet sering tetapi sedang atau sedikit-sedikit <br />• Berikan perawatan oral <br />• Memberi diet • Mempermudah askep <br />• Menagatasi sesak <br />• Mengurangi sesak <br />• Mempercepat kesembuhan <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />• Menurunkan panas <br /><br />• Menurunkan panas <br /><br />• Mempercepat kesembuhan<br />• Agar dapat relaksasi waktu tidur <br />• Member rasa nyaman <br />• Agar pasien merasa nyaman <br /><br /><br /><br />• Mengetahui pola diet <br />• Penurunan pemasukan kalori <br />• Mengurangi bau mulut <br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br />CATATAN KEPERAWATAN<br />Nama mahasiswa : sonita.p. Sihombing nama pasien : Nn R<br />Nim : 06330205063 ruangan : flamboyan<br /> DX pasien : TB paru <br />Tanggal No DX Implementasi & observasi Evaluasi Nama paraf <br />10-06-2008<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />11-06-2008<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />06-2008<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />12-06-2008 DX I<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DX II<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DX III<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DX IV<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DX I<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DX II<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DX III<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DX. I <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DX.II<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DX III<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DX I <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DX II - Pengkaji pola nafas, frekwensi <br />- Menganjurkan minum air hangat <br />- Membantu pasien untuk latihan nafas <br />- Memberi posisi semi fowler<br />- Member O2 2-3 L/i<br />- Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi <br /> IVFD : RC 20 gtt / i<br /> o/oral :Isoniazid` 3x1<br /> Rifomisin 3x1<br /> Pirazinamid 1x1<br /> Streptomisin 4x1<br /> Etambutal 2x1<br /><br />- Mengkaji kebiasaan diet <br />- Member diet sering dan sedang <br />- Member perawatan oral <br />- Member diet MB II TKTP<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />- Memberi posisi yang nyaman <br />- Mengganti pakaian pasien <br />- Memberi lingkungan yang nyaman dan tenang dengan mengurangi kunjungan pasien <br />- Memberikan kompres dengan air hangat <br /><br />- Memberikan kompres dengan air hangat <br />- Memberikan banyak minum air hangat <br />- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi <br /><br /><br /><br />- Mengkaji pola nafas, frekwensi <br />- Menganjurkan minum air hangat <br />- Membantu pasien untuk latihan nafas <br />- Memberi posisi semi fowler <br />- Memberi O2 2-3 L/I <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />- Menkaji kebiasaan diet <br />- Member diet sering dan sedang <br />- Memberi perawatan oral <br />- Memneri diet MB II TKTP<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />- Member posisi yang nyaman <br />- Mengganti pakaian pasien <br />- Member lingkungan yang nyaman dan tenang <br /><br /><br /><br /><br />- Mengkaji pola napas frekuensi<br />- Menganjurkan minum air hangat<br />- Membantu pasien untuk latihan <br />- Member posisi semi fowler<br />- Member O2<br /><br /><br /><br />- Membagi kebiasaan diet<br />- Member diet sering dan sedang<br />- Memberi perawatan oral <br />- Memberi diet MB II TKTP <br /><br /><br /><br /><br />- Memberi posisi yang nyaman <br />- Mengganti pakain pasien <br />- Member lungkungan yang nyaman dan tenang <br /><br /><br /><br /><br />- Mengkaji poala nafas, frekwensi <br />- Menganjurkan minum air hangat <br />- Membantu pasien untuk latihan nafas <br />- Member O2 <br /><br /><br /><br />- Member posisi yang nayaman <br />- Mengganti pakaian pasien <br />- Member lingkunagan yang nyaman dan tenang S : pasien mengatakan sesak bernapas <br />O : RR = 30 x/i pernapasan cuping hidung <br />A : tidak epektifnya pola napas<br />P : kaji pola napas, frekuensi, anjurkan pasien minum air hangat , latih napas, beri posisi semi fowler<br />T : - mengkaji pola nafas, frekuensi<br />- menganjurkan minum air hangat <br />- membantu pasien untuk melatih napas<br />- Member posisi semi powler<br />E : sesak nafas berkurang <br />R : perawatan di lanjutkan <br /><br /><br /><br /><br /><br />S : pasien mengatakan tidak selera makan <br />O : diet disajikan hanya habis ½ bagian <br />A : gangguan pemenuhan nutrisi <br />P : - kaji kebiasaan diet <br />- Beri diet sering dan sedang tetapi sedikit-sedikit <br />- Beri perawatan oral <br />- Memberi diet MB II TKTP<br />I : - mengkaji kebiasaan diet <br />- Memberi diet sering dan sedang<br />- Memberikan perawatan oral <br />- Memberikan diet MB II TKTP<br />E : masalah belum teratasi <br />R : perawatan masih di lanjutkan <br /><br /><br /><br />S : klien mengeluh tidak bisa tidur <br />O : klien batuk, sesak nafas, keringatan <br />A : gangguan poala tidur <br />P : interprestasi data <br />I : implementasi sudah ada <br />E :masalah belum teratasi <br />R : perawatan masih dilanjutkan <br /><br />S : klien mengatakan badanya demam <br />O : temp 38.5 oC <br />A : masalah belum teratasi <br />P : rencana dilanjutkan <br />I : memberikan kompres dengan air hangat <br />E : masalah belum teratasi <br />R : perawatan masih dilanjutkan <br /><br />S : pasien mengatakan sesak bernafas <br />O : RR 30 x/I pernafasan cuping hidung <br />A : tidak efektifnya poala nafas <br />P : kaji pola nafas, frekwensi anjurkan pasien minum air hangat, latihan nafas, beri posisi semi fowlwer <br />I : - mengkaji poal nafas, frekwensi <br />- Menganjurkan minum air hangat <br />- Membantu pasien untuk latihan bernafas <br />- Memberi posisi semi fowler<br />E : sesak nafas berkurang <br />R : perawatan dilanjutkan <br /><br />S : pasien mengatakan tidak selera makan <br />O : diet yang di sajikan hanya habis ½ bagian <br />A : gangguan pemenuhan nutrisi <br />P : - kaji kebiasan diet <br />- Beri diet sering dan sedang <br />- Berikan perawatan oral <br />- Memberi MB II TKTP <br />I : - mengkaji kebiasaan diet <br />- Member diet sering dan sedang <br />- Memberikan perawatan oral <br />- Member diet MB II TKTP<br />E : masalah belum teratasi <br />R : perawatam masih dilanjutkan <br /><br /><br />S : klien mengeluh tidak bisa tidur <br />O : klien batuk, sesak nafas, keringatan <br />A : gangguan poala tidur <br />P : interpensi sudah ada <br />I : implementasi sudah ada <br />E : masalah sebagian teratasi <br />R : perawatan dilanjutkan <br /><br />S : pasien mengatkan sesak napas<br />O : RR 90 x/I pernafasan cuping hidung<br />A : tidak efektifnya pola napas <br />P : intervensi sudah ada<br />I : implementasi sudah ada<br />E : masalah mulai teratasi<br />R : perawatan di lanjutkan<br /><br />S : klien mengatakan selera makan bertambah <br />O : diet yang disajikan habis <br />A : gangguan pemenuhan nutrisi teratasi <br />P : intevesnsi sudah ada <br />I : implementasi sudah ada <br />E : masalah teratasi <br />R : intervensi dihentikan <br /><br />S : klien mengeluh tidak bisa tidur <br />O : klien batuk, sesak nafas, keringatan <br />A : gangguan pola tidur <br />P : intervensi sudah ada<br />I : implementasi sudah ada <br />E : masalah sebagian sudah teratasi <br />R : perawatan masih dilanjutkan <br /><br />S : pasien mengatakan sesak <br />O : RR 30 x/I pernafasan cuping hidung <br />A : tidak efektifnya poal nafas <br />P : intervensi suadah ada <br />I : implementasi sudah ada <br />E : masalah mulai teratasi <br />R : perawatan dilanjutkan <br /><br />S : klien mengeluh tidak bisa tidur <br />O : klien batuk, sesak nafas, keringatan <br />A :gangguan pola tidur <br />P : intervensi sudaah ada <br />I : implementasi sudah ada<br />E : masalah sebagian teratasi <br />R : perawatan dilanjutkanApril Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-65724574816176750092010-06-12T10:05:00.002-07:002010-06-12T10:14:38.805-07:00askep hipertensiKONSEP DASAR
<br />
<br />I. MEDIS
<br />A. Defenisi / pengertian penyakit
<br />Hipertensi ialah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg atau disebut dengan tekanan darah yang lebih tinggi dari 140 mmHg. (Doenges, 1999)
<br />
<br />B. Phatofisiologi
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />perubahan
<br />nutrisi lebihdari
<br />kebutuhan tubuh
<br /> - Gangguan rasa nyaman
<br /> - Intoleransi Aktivitas
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />C. Etiologi
<br />• Stres
<br />• Kegemukan
<br />• Kebiasaan merokok
<br />• Kelemahan fisik
<br />• Adanya riwayat penyakit keturunan
<br />Klasifikasi riwayat penyakit keturunan
<br />• Hipertensi primer / esensial meliputi :
<br /> Aktifitas berlebihan
<br /> Penggunaan garam berlebihan
<br />• Hipertensi sekunder meliputi :
<br /> Penyakit ginjal seperti gagal ginjal
<br /> Obat – obatan seperti :
<br /> Pil KB
<br /> Minuman beralkohol
<br /> Kokain (Mansjoer, 1999)
<br />
<br />D. Tanda dan gejala
<br />• Sakit kepala, pusing
<br />• Rasa pegal di bahu
<br />• Denyut nadi menjadi cepat setelah bergerak
<br />• Badan terasa lemas
<br />• Mual dan muntah
<br />• Nafsu makan menurun
<br />• Ganggun dalam penglihatan
<br />• Gelisah dan gemetaran
<br />• Muka sembab
<br />• Sering marah – marah.
<br />
<br />E. Pemeriksaan Diagnostik yang lazim dilakukan
<br />• Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel –sel terhadap volume cairan dan dapat mengidentifikasi faktor – faktor resiko.
<br />• Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal / adanya diabetes.
<br />• Glukosa : hiperglikemia dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katokolamin.
<br />• EKG : dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi.
<br />• Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi.
<br />
<br />
<br />
<br />F. Penatalaksanaan
<br />• Menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler dan mortalitas serta morbilitas yang berkaitan. Tujuan therapy adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik di bawah 140 mmHg dan mengontrol faktor resiko.
<br />• Obat anti hipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara fitrasi sesuai dengan umur, kebutuhan dan usia.
<br />• Diuretik (Burner,2001)
<br />
<br />
<br />
<br />II. KEPERAWATAN
<br />A. Pengkajian
<br /> Aktfitas /Istirahat
<br />Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
<br />Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung.
<br /> Sirkulasi
<br />Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner.
<br />Tanda : Kenaikan TD, kulit pucat, sianosis dan diaforesis.
<br /> Integritas ego
<br />Gejala : Ansietas atau marah kronik
<br />Tanda : Gelisah
<br /> Eliminasi
<br />Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.
<br /> Makanan / cairan
<br />Gejala : Makanan tinggi garam, kolesterol lemak dan mual.
<br />Tanda : Penurunan berat badan atau obesitas.
<br /> Neurosensori
<br />Gejala : Pening, pusing
<br />Tanda : Perubahan keterjagaan.
<br /> Nyeri / ketidaknyamanan
<br />Gejala : Sakit kepala
<br /> Pernafasan
<br />Gejala : Dispnea berkaitan dengan aktifitas, riwayat ,merokok.
<br />Tanda : Sianosis
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />B. Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Kriteria Hasil, Intervensi dan Rasionalisasi
<br />DX. 1 : Penurunan curah jantung b/d vosokontriksi d/d peningkatan TD .
<br />Tujuan : Menormalkan TD
<br />K. hasil : Berpartisipasi dalam menurunkan TD
<br />Intervensi
<br />a. Pantau TD
<br />Rasionalisasi : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang masalah vaskuler.
<br />b. Awasi warna kulit, kelembapan, suhu dan masa pengisian kapiler.
<br />Rasionalisasi : adanya pucat, dingin, kulit lembab dan pengisian kapiler lambat berkaitan dengan vasokontriksi.
<br />c. Berikan lingkungan yang tenang,nyaman kurangi aktifitas.
<br />Rasionalisasi : Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi.
<br />
<br />DX. 2 : Gangguan rasa nyaman : nyeri, sakit kepala b/d peningkatan tekanan vaskuler serebral d/d pasien memegangi kepalanya pusing, penglihatan kabur.
<br />Tujuan : Mengurangi rasa nyeri,sakit kepala.
<br />K Hasil : Melaporkan nyeri / ketidaknyamanan terkontrol.
<br />Intervensi :
<br />a. Mempertahankan tirah baring selama fase ikut.
<br />Rasionalisasi : Meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi.
<br />b. Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala.
<br />Rasionalisasi : Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan yang memperlambat respon simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
<br />c. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
<br />Rasionalisasi : Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan sakit kepala.
<br />
<br />DX. 3 : Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan b/d masukan berlebihan kebutuhan metabolik d/d,berat badan 10 – 20 % lebih dari ideal.
<br />Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
<br />K Hasil : Perubahan prilaku untuk meningkatkan BB.
<br />Intervensi :
<br />a. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak, garam, gula, sesuai indikasi.
<br />Rasionalisasi : Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerposin dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk hipertensi.
<br />b. Tetapkan rencana penurunan berat badan yang realistik dengan pasien, mis : penurunan berat badan 0,5 kg per minggu.
<br />Rasionalisasi : Penurunan masukan kalori seorang sebanyak 500 kalori perhari secara teori dapat menurunkan berat badan 0,5 kg / minggu.
<br />c. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
<br />Rasionalisasi : Mengidetifikasi kekuatan / kelemahan dalam program diet terakhir.
<br />
<br />DX. 4 :Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum, ketidak seinbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen b/d rasa tidak nyaman saat bergerak/dispnea
<br />Tujuan : aktivitas terpenuhi
<br />Kritaria hasil : - Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan /diperlukan
<br /> -Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur
<br /> - Menunjukkan penurunan dalam tanda- tanda intoleransi fisiologi.
<br /> Interpensi
<br />a. Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 per menit diatas prekuensi istirahat.
<br />Rasionalisasi : Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons fisiologi terhadap stress aktivitas dan jika ada indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
<br />
<br />b. Intruksikan pasin tentang teknik penghematan energi misalnya : kursi saat mandi.
<br />Rasionalisasi : Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen
<br />c. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi berikan bantuan sesuai kebutuhan
<br />Rasionalisasi : kemajuan aktivitas berharap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba memberi bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.
<br />
<br />Dx 5 kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, rencana pengobatan b/d keterbatasan koqnitif, kurang informasi d/d menyatakan masalah meminta informasi
<br />Tujuan : pengetahuan klien bagus tentang penyakitnya
<br />Krriteria hasil : - menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengonbatan
<br />- mempertahankan TD dalam parameter normal
<br />- mengidentivikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan
<br />intervensi :
<br />a. kaji kesipan dan hambatan dalam belajar, termasuk orang terdekat
<br />rasionalisasi : kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien / orang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis
<br />b. tetapkan dan nyatakan batas TD normal, jelaskan hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh dara ginjal dan otak
<br />rasionalisasi : memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkan TD dan mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan
<br />c. hindari menyatakan TD “normal” dan gunakan istilah “terkontrol dengan baik” saat menggambarkan TD pasien dalam batas yang diinginkan
<br />rasionalisasi : karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang kehidupan, maka dengan menyampaikan “terkontrol” akan membantu pasien untuk memahami kebutuhan untuk melanjukan pengoabatan
<br />d. bantu pasien dalam mengidentivikasi faktor-faktor resiko kardiovaskuler yang dapat diubah, mis obesitas diet tiggi lemak jenuh dan kolestrol
<br /> rasionalisasi : faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal
<br />e. atasi masalah dengan pasien untuk mengidentivikasi cara dimana perubahan gaya hidup yang tepat dapat dibuat untuk mengurangi faktor-faktor resiko
<br />rasionalisasi : faktor-faktor resiko dapat meningkatkan proses penyakit / memperburuk gejala
<br />f. Bahas pentingnya menghentikan merokok atau bantu pasien dalam membuat rencana untuk berhenti merokok
<br />Rasionalisasi : nikotin meningkatkan pelepasan katekolamin, mengakibatkan peningkatan frekwensi jantung, TD dan vasokontriksi, mengurangi oksigenasi jaringan, dan meningkatkan beban kerja miokardium
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /> .
<br />FORMAT PENGKAJIAN
<br />
<br />Nama Mahasiswa : Editawati Zebua
<br />NIM : 051403007
<br />Ruangan : UGD
<br />Tanggal masuk pasien : 19 Juni 2008
<br />Tanggal Pengajian : 19 Juni 2008
<br />
<br />I. Identitas Data
<br />Nama : Tn. S
<br />Umur : 56 Tahun
<br />Pekerjaan : Tani
<br />Pendidikan : SMP
<br />Alamat : Jln. Cempaka No. 39, Binjai
<br />Agama : Islam
<br />Penanggung Jawab : Istri
<br />Informasi sumber data : Klien dan keluarga
<br />
<br />II. Keluhan Utama
<br />Sakit kepala,badan lemas, nafsu makan menurun sudah 5 hari, mual (+) muntah (+)
<br />
<br />III. Alasan Masuk Rumah Sakit
<br />Untuk mendapatkan perawatan yang intensif, agar penyakitnya cepat sembuh.
<br />
<br />IV. Riwayat Penyakit
<br />1. provokative / polliative
<br />A. karena penyebabnya
<br />karena sterss
<br />B. hal-hal yang meperbaiki keadaan
<br />istirahat
<br />2. Quality
<br />A. Bagaimana dirasakan
<br />Sakit kepala
<br />B. Bagaimana dilihat
<br />Klien tampak menangis kesakitan
<br />3. Region
<br />A. Dimana lokasinya
<br />Dibagian kepala
<br />B. Apakah menyebar
<br />Tidak menyebar
<br />4. severity
<br />menggangu aktivitas
<br />ya menggangu
<br />5. Tiem
<br />Kapan mulai tmbul dan bagaimana terjadinya sejak tanggal 19 juni 2008
<br />
<br />V. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
<br />a. Saat kecil : Klien tidak pernah menderita penyakit serius seperti saat ini.
<br />b. Pernah dirawat : Klien Tidak pernah dirawat di RS
<br />c. Pernah dioperasi : Klien Tidak pernah dioperasi
<br />d. Obat-obatan yang digunakan bila sakit : Klien mengkomsumsi obat yang dibeli di warung seperti : Bodrex, Inza, dan obat dari resep dokter
<br />e. Riwayat alergi : tidak ditemukan adanya riwayat alergi makanan maupun obat-obatan
<br />
<br />VI. Riwayat Kesehatan Keluarga
<br />Klien anak pertama dari 5 bersaudara dan tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti yang di derita klien.
<br />
<br />
<br />
<br />Genogram :
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />VII. Riwayat Psikososial Spritiual (sebelum dan sesudah di RS)
<br />a. Pola Koping
<br />Sebelum : Klien dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik dan dibantu suami dan anak
<br />Keadan saat ini : Klien tampak lemas dan gelisah.
<br />b. Faktor Stressor
<br />Sesudah : Klien selalu menyelesaikan masalah dengan bermusyawarah dengan keluarga
<br />Keadaan saat ini : Klien merasa sedih, khawatir atas penyakitnya
<br />c. Konsep Diri
<br />Sesudah : Klien orang yang periang dan suka berbagi cerita dengan keluarganya dan klien penuh dengan semangat
<br />Sesudah : Klien lebih banyak diam
<br />d. Pola Komunikasi
<br />Sesudah : Klien suka berbagai cerita dengan keluarganya dan dapat berkomonikasi dengan baik
<br />Keadaan keadaan saat ini : klien tetap mau diajak bicara
<br />e. Hubungan dengan anggota keluarga
<br />Sebelum : Baik, hubungan dengan keluarga harmonis dan akrab satu sama lainnya,dan sering berkumpul bersama
<br />Sesudah : baik karena pasien terus dijaga oleh keluarga
<br />
<br />f. Hubungan dengan masyarakat
<br />Sebelum : Baik, klien suika bergotong- royong bilaada kegiatan dan klien orang yang bersahabat dengan lingkungan sekitarnya.
<br />Sesudah : klien sering dijenguk oleh keluarga dan tetangga
<br />g. Aktivitas Sosial
<br />Sebelum : Klien anak yang rajin dalam kegiatan sosial di lingkungannya seperti bergtong royong dan organisasi – organisasi.
<br />Sesudah : Klien tidak dapat mengikuti kegiatan apapun karena dirawat di RS.
<br />h. Kegiatan Keagamaan
<br />Sebelum : Klien tetap taat beribadah seperti melaksanakan sholat 5 waktu.
<br />Sesudah : Klien hanya dapat berdoa agar penyakitnya cepat sembuh.
<br />i. Harapan tentang keadaan penyakitnya
<br />Klien sangat berharap agar penyakitnya cepat sembuh.
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />VIII. Kebutuhan Dasar
<br />a. Pola Makan
<br />Sebelum masuk Rs :
<br />Klien makan 3 x sehari dengan komposisi nasi 1 piring, ikan, sayuran, buah, selera makan baik, makanan kesukaan nasi goreng
<br />Sesudah di RS :
<br />Klien makan 3 x sehari, dengan komposisi nasi 1 piring + ikan 1 potong + sayuran + buah, tapi hanya ½ porsi yang habis dimakan.
<br />b. Pola Minum
<br />Sebelum : Klien minum 7 - 8 gelas / hari, dengan minuman kesukaan teh manis.
<br />Sesudah : Klien minum7 gelas / hari, ± 200- 2500 cc / hari
<br />c. Pola Eliminasi
<br />Sebelum masuk RS :
<br />
<br /> BAB BAK
<br />Frekuensi : 2 x sehari 4-5 x / hari
<br />Jumlah : Tidak dapat di kaji ± 300 cc
<br />Bau : Khas Amoniak
<br />Konsistensi : Lembek Cair
<br />Warna : Kuning kecoklatan Kuning Jernih
<br />Sesudah
<br /> BAB BAK
<br />Frekuensi : 2 x sehari 4-5 x / hari
<br />Jumlah : Tidak dapat di kaji ± 300 cc
<br />Bau : Khas Amoniak
<br />Konsistensi : Lembek Cair
<br />Warna : Kuning kecoklatan Kuning keruh
<br />d. Pola Istirahat / Tidur
<br />Sebelum : Klien jarang tidur siang, malamnya 6 – 7 jam.
<br />Sesudah : Klien tidur siang ± 1 jam, malamnya 4 – 5 jam, tapi klien sering terbangun gelisah.
<br />e. Aktivitas sehari-hari
<br />Sebelum : Klien adalah ibu rumah tangga yang rajin.
<br />Sesudah : Klien terbangun di tempat tidur, tidak dapat melakukan aktifitas seperti biasanya.
<br />f. Personal Hygiene
<br />Sebelum : Klien mandi 2 x / hari, cuci rambut, gosok gigi.
<br />Sesudah : Klien mandi 1 X sehari, dilapoleh suami dan terkadang anaknya, gosok gigi juga dibantu.
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />IX. Pemeriksaan Fisik
<br />1. Pemeriksaan Umum
<br />a. Keadaan Umum : pasien lemah (+) sakit kepala (+)
<br />Tanda Vital:
<br />TD : 180/ 100 mmHg
<br />Pols : 88 x /i
<br />RR : 28 x / i
<br />Temp : 36,80 C BB : 55 kg TB : 160 cm
<br />b. Kulit
<br />Warna kulit putih, klien tampak pucat, tidak ada pendarahan dan peradangan.
<br />c. Kepala
<br />Bentuk kepala bulat, tidak dijumpai ketombe dan benjolan.
<br />d. Rambut
<br />Rambut hitam dan sudah ada yang beruban, ikal dan agak berminyak.
<br />e. Mata
<br />Pada mata konjungtifa anemia, sklera ikterik, bentuk mata simetris dan tidak memakai alat bantu kacamata.
<br />f. Telinga
<br />Pada telinga tidak ditemukan serumen yang berlebihan ketajaman pendengaran baik, bentuk telinga sama besar.
<br />g. Hidung
<br />Fungsi penciuman baik, terdapat 2 lubang hidung tidak ada polip
<br />h. Mulut
<br />Tidak ada kelainan pada bibir, mukosa mulut bersih tidak ada pendarahan
<br />i. Gigi
<br />Jumlah gigi lengkap,bersih terdapat sedikit caries
<br />j. Leher
<br />Tidak dijumpai pembesaran kelenjar tiroid
<br />k. Dada
<br />Bentuk dada simetris, tidak ada nyeri dada
<br />
<br />2. Sistem Pernafasan
<br />Tidak ditemukan suara tambahan, frekuensi pernapasan 28 x/I (tidak normal)
<br />
<br />3. Sistem Cardiovaskuler
<br />Terjadi peningkatan TD yaitu ; 180 / 100 mmHg, tidak ditemukan riwayat penyakit jantung
<br />
<br />4. Sistem Pencernaan
<br />Turgor kulit abdomen baik, bising usus ada dalam batas normal, tidak ada nyeri tekan
<br />
<br />5. Sistem Perkemihan
<br />Tidak dijumpai gangguan BAK 4- 5 x / hari, tidak dijumpai adanya darah
<br />6. Sistem Endoksin
<br />Tidak ditemukanadanya riwayat DM
<br />
<br />7. Sistem Musculuscletal
<br />Pada Ekstremitas atas dan bawah baik,tentang gerak baik
<br />
<br />8. Sistem Reproduksi
<br />Tidak dijumpai kelainan,dan organ reproduksi lengkap
<br />
<br />9. Sistem Neurologi
<br />Tingkat kesadaran compos mentis yaitu GCS 15 (kesadaran penuh)
<br />
<br />X. Penatalaksanaan Obat-obatan yang diperoleh
<br />
<br />No Nama obat Dosis Efek samping
<br />1.
<br />2.
<br />3.
<br />4. Catapress
<br />Dopamet
<br />Cairan infus
<br />Manipress 2 x ½ tablet
<br />1 x 250 mg
<br />30 tetes / menit
<br />2 x 0,5 mg Sick sinus sindrome
<br />Hepatitis akut, sirosis akut, gangguan jantung
<br />
<br />Hipertensivitas
<br />
<br />
<br />
<br />XI. Ringkasan Rangkaian Perawatan
<br />Pasien dibawa ke RS. DR. DJOELHAM BINJAI pada tanggal 19 Juni 2008 dan langsung menerima perawatan dari dokter dan perawat di ruang UGD.
<br />
<br />Medan, 19 Juni 2008
<br />Yang Mengkaji
<br />
<br />
<br />( Editawati Zebua )
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />FORMAT ANALISA DATA
<br />
<br />Nama Mahasiswa : aprl siswant0 Nama Pasien : Tn. S
<br />NIM : 051403007 Ruangan : UGD
<br /> No. Register : 077064
<br /> DX pasien : Hipertensi
<br />No DATA ETIOLOGI MASALAH
<br />1.
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />2.
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />3.
<br /> DS : Klien mengatakan sakit kepala dan mudah marah
<br />DO : TD klien meningkat
<br />TD : 180/100 mmHg
<br />Pols : 88 x/i
<br />RR : 28 x/ I
<br />
<br />DS : Klien mengatakan pusing, penglihatan kabur, nyeri.
<br />DO : Klien tampak lemas dan memegangi kepalanya.
<br />TD : 180/100 mmhg pols : 88x/I
<br />RR : 28 x/I temp : 37 oC
<br />
<br />DS : Klien mengatakan tidak selera makan
<br />DO: Tampak dari makanan yang disajikan tidak habis yaitu hanya ½ dari porsi yang disajikan & penurunan BB. Dari 55 menjadi 53 Vasokontriksi
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />Peningkatan tekanan vaskuler serebral
<br />
<br />
<br />Anoreksia, mual Penurunan curah jantung
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />Gangguan rasa nyaman
<br />
<br />
<br />
<br />Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
<br />
<br />Masalah keperawatan sesuai prioritas :
<br />1. Penurunan curah jantung b/d vasokontriksi d/d peningkatan TD : 180/100 mmHg, Pols : 88 x/i. RR : 28 x / I, temp : 37 oC
<br />2. Gangguan rasa nyaman b/d peningkatan tekanan vaskuler serebral d/d pasien memegangi kepalanya dan os tampak lemas dengan TD : 180/100 mmhg, pols : 88 x/i, temp : 37 oC
<br />3. Gangguan pemenuhan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d Anoreksia, mual d/d makanan yang disajikan tidak habis yaitu hanya ½ dari porsi yang disajikan & penurunan BB dari 55 menjadi 53 dan klien muntah
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />Rencana Asuhan Keperawatan
<br />
<br />No Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi Rasionalisasi
<br />1.
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />2.
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />3. Penurunan curah jantung b/d vasokontriksi d/d peningkatan TD : 180/100 mmHg pols 88 x/I RR : 28 x/I temp : 37 oC
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />Gangguan rasa nyaman b/d peningkatan tekanan vaskuler serebral d/d pasien memegangi kepalanya dan os tampak lemas dengan TD : 180/100 mmhg, pols : 88 x/I, RR 28 x/I, temp : 37 oC
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />Gangguan pemenuhan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d Anoreksia, mual d/d makanan yang disajikan tidak habis yaitu hanya ½ dari porsi yang disajikan & penurunan BB dari 55 menjadi 53 dan klien muntah
<br />
<br />
<br /> Menormalkan TD
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />Mengurangi rasa nyeri sakit kepala.
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />Kebutuhan nutrisi terpenuhi. Pantau TD
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /> Awasi warna kulit, suhu kelembapan & masa pengisian kapiler.
<br />
<br />
<br />
<br /> Beri lingkungan yang tenang, nyaman kurnag aktifitas.
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /> Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
<br />
<br /> Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala.
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /> Bantu pasien dalam atubulasi sesuai dengan kebutuhan.
<br /> Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /> Beri cairan, makanan dan perawatan oral.
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /> Selingi makan dengan minum
<br /> Sajikan makanan yang mudah dicerna dan berikan sedikit tapi sering.
<br /> Hindarkan makanan yang mengandung gas. Perbandingan tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang masalah vaskuler.
<br /> Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat berkaitan dengan vosokontridiksi.
<br /> Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi.
<br />
<br />
<br />
<br /> Memindahkan stimulasi / meningkatkan relaksasi.
<br /> Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan yang memperlambat respons simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
<br /> Pusing dan penglihatan kabur sering b/d sakit kepala.
<br /> Mempercepat proses penyembuhan.
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /> Meningkatkan kenyamanan umum dan menghindari ganguan dalam menelan,sehingga menurunkan rangsangan muntah.
<br /> Memudahkan makanan masuk,
<br /> Meningkatkan selera makan dan intake cairan.
<br />
<br />
<br /> Mengurangi rasa mual.
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />Catatan Perkembangan
<br />
<br />Nama Mahasiswa : Editawati Zebua Nama Pasien : TN. S
<br />NIM : 051403007 Ruangan : UGD
<br /> No. Register :077064
<br /> DX pasien : Hipertensi
<br />
<br />Hari/ tgl No. Dx Kep-an Jam Implementasi Evaluasi Nama
<br />Paraf
<br />Kamis
<br />19 Juni 08 I
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /> 15.30
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /> Memantau TD, Nadi, Suhu, dan RR
<br /> Mengawasi warna kulit, kelembapan, suhu dan masa pengisian kapiler.
<br /> Memberikan lingkungan yang tenang, nyaman dan mengurangi aktivitas.
<br /> Memasang Infus RL 30 tetes/menit.
<br /> Mengantar pasein ke ruang rawatan yaitu ruang melati S : Klien mengatakan sakit kepala, mudah marah.
<br />O : TD 180/100 mmHg, Nadi 88x/I, RR 28x/I, Temp 37ºC
<br />A : Masalah belum teratasi.
<br />P : Intervensi dilanjutkan di ruangan perawatan.
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /><span style="font-weight:bold;"></span>April Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3999539526695723956.post-29553061786569406072010-06-12T10:05:00.000-07:002010-06-12T10:07:12.208-07:00April Bloggerhttp://www.blogger.com/profile/01796113670917361711noreply@blogger.com0