Cari Blog Ini

Sabtu, 12 Juni 2010

Askep Gerontik

BAB I
TUNJAUAN TEORITIS
A. Latar Belakang
Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Masyarakat atau populasi osteoporosis yang rentan terhadap fraktur adalah populasi lanjut usia yang terdapat pada kelompok di atas usia 85 tahun, terutama terdapat pada kelompok lansia tanpa suatu tindakan pencegahan terhadap osteoporosis. Proses terjadinya osteoporosis sudah di mulai sejak usia 40 tahun dan pada wanita proses ini akan semakin cepat pada masa menopause.
Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis. Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak masih muda. Tidak dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia 50 tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini. Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Dapat dibayangkan betapa besar jumlah penduduk yang dapat terancam penyakit osteoporosis.
Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasar Studi di Indonesia:
 Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%.
 Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. (Yayasan Osteoporosis Internasional)
 Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun. (Yayasan Osteoporosis Internasional)
 Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. (Yayasan Osteoporosis Internasional)
 Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. (depkes, 2006) Berdasar data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan penderita osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina.
B. Tujuan
Adapun tujuan yang dapat diambil yaitu : masyarakat Indonesia dapat mengetahui dampak berbahaya dari penyakit osteoporosis sehingga dapat dilakukan pencegahan sebelum terjadinya penyakit .Manfaat yang diharapkan yaitu : dengan dilakukan pencegahan dan penanganan yang tepat diharapkan angka kejadian penyakit osteoporosis dapat ditekan.
• Memahami macam- macam gangguan musculus sceletal pada gerontik
• Dapat memahami perubahan perubahan secara fisiologis pada gerontik
• Melaksanankan asuhan keperawatan pada gangguan sistem muskulus skeletal pada gerontik
• Pusat info kini dan masa kini
2. focus Gerontik
• Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.
• Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia melalui perawatan dengan pencegahan.
 Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup / semangat hidup lansia.
 Menolong dan merawat klien yang menderita sakit.
 Merangsang petugas kesehatan agar dapat mengenal dan menegakkan diagnosa secara dini.
 Mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu pertolongan pada lansia.
3. fokus Gerontik
• Peningkatan kesehatan (health promotion)
• Pencegahan penyakit (preventif)
• Mengoptimalkan fungsi mental.

C. Metode penulisan
o Studi kepustakaan
o Studi Internet/Website



BAB II
TINJAUAN KASUS
1. Osteoporosis
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan, kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosteron pada pria). Juga persediaan vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk menyerap kalsium dari makanan dan memasukkan ke dalam tulang. Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai kepadatan maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan berkurang secara perlahan. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.
Penyebab : Kekurangan Kalsium Pada Tubuh
2. Osteoporosis postmenopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.
3. Osteoporosis senilis
kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Beberapa penderita tidak memiliki gejala Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit. Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh.Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
4. Diagnosa :
Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya yang bisa diatasi, yang bisa menyebabkan osteoporosis. Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Pemeriksaan yang paling akurat adalah DXA (dual-energy x-ray absorptiometry). Pemeriksaan ini aman dan tidak menimbulkan nyeri, bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit. DXA sangat berguna untuk:
 wanita yang memiliki resiko tinggi menderita osteoporosis
 penderita yang diagnosisnya belum pasti
 penderita yang hasil pengobatannya harus dinilai secara akurat.
5. Pengobatan :
Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang.Semua wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Wanita pasca menopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis. Alendronat berfungsi:
- mengurangi kecepatan penyerapan tulang pada wanita pasca menopause
- meningkatakan massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul
- mengurangi angka kejadian patah tulang. Supaya diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas penuh air pada pagi hari dan dalam waktu 30 menit sesudahnya tidak boleh makan atau minum yang lain. Alendronat bisa mengiritasi lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga setelah meminumnya tidak boleh berbaring, minimal selama 30 menit sesudahnya. Obat ini tidak boleh diberikan kepada orang yang memiliki kesulitan menelan atau penyakit kerongkongan dan lambung tertentu. Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan dalam bentuk suntikan atau semprot hidung. Tambahan fluorida bisa meningkatkan kepadatan tulang. Tetapi tulang bisa mengalami kelainan dan menjadi rapuh, sehingga pemakaiannya tidak dianjurkan. Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi.Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron. Patah tulang karena osteoporosis harus diobati.Patah tulang panggul biasanya diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back brace dan fisioterapi
6. Pencegahan :
Pencegahan osteoporosis meliputiMempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup Melakukan olah raga dengan beban Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu). Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya semua wanita minum tablet kalsium setiap hari, dosis harian yang dianjurkan adalah 1,5 gram kalsium. Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang. Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi resiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapitidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.




BAB III
ANALISA DATA
No Symptom Etiologi Problem
1. Keluhan nyeri, ketidaknyamanan, kelelahan, berfokus pada diri sendiri, Perilaku distraksi/ respons autonomic Distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi Nyeri
2. Keengganan untuk mencoba bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.
Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ). Deformitas skeletal, nyeri, penurunan kekuatan otot Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan.
3. Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit. deformitas skeletal,
nyeri, penurunan kekuatan otot Gangguan Citra Tubuh
4. Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari. kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi Defisit perawatan diri
5. Sering terjatuh Aktifitas menggunakan alat bantu. Penurunan aktifitas motorik Hilangnya kekuatan otot dan sendi, penurunan kekuatan, Penurunan fungsi sensorik dan motorik. Kerapuhan tulang


BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS
1. Definisi
Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko fraktur oleh karena fragilitas tulang meningkat.
2. Epidemiologi
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.
Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4% per tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat barat badan lebih atau obesitas dan latihan yang teratur.
3. Etiologi
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun.
Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.
4. Faktor Resiko Osteoporosis
1. Usia
o Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
2. Genetik
o Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
o Seks (wanita > pria)
o Riwayat keluarga
3. Lingkungan, dan lainnya
o Defisiensi kalsium
o Aktivitas fisik kurang
o Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)
o
o Merokok, alkohol
o Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)
o Hormonal dan penyakit kronik
 Defisiensi estrogen, androgen
 Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme
 Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)
o Sifat fisik tulang
 Densitas (massa)
 Ukuran dan geometri
 Mikroarsitektur
 Komposisi
Selain itu ada juga faktor resiko faktur panggul yaitu,:
1. Penurunan respons protektif
o Kelainan neuromuskular
o Gangguan penglihatan
o Gangguan keseimbangan
2. Peningkatan fragilitas tulang
o Densitas massa tulang rendah
o Hiperparatiroidisme
3. Gangguan penyediaan energi
o Malabsorpsi
5. Klasifikasi Osteoporosis
Dalam terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi osteoporosis dari penderita. Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :
• Osteoporosis primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena daripada pria dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
• Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang.
• Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra menopause dengan faktor etiologik yang tidak diketahui.



6. Patogenesis
Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks
Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium
Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.
Patogenesis Osteoporosis primer
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif.
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dll.
7. Gambaran Klinis
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :
• Patah tulang akibat trauma yang ringan.
• Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
• Gangguan otot (kaku dan lemah)
• Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
8. Diagnosis
Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti :
- Tinggi badan yang makin menurun.
- Obat-obatan yang diminum.
- Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium.
- Jumlah kehamilan dan menyusui.
- Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
- Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari cukup.
- Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya.
- Apakah sering merokok, minum alkohol?
Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.

Pemeriksaan Radiologis
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur . untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:
1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score)
2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.
3. Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.
4. Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.
9. Penatalaksanaan
Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik ( senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid.Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban.
A. PENGKAJIAN
Untuk mengidentifikasi resiko pasien dan pengenalan masalah-masalah yang berkaitan dengan osteporosis, wawancara pasien mengenai riwayat keluarga, fraktur yang terjadi sebelumnya, kebiasaan diet, pola olah raga, awitan menopause dan penggunaan steroid
Amati terhadap fraktur, kifosis thorakal atau pemendekan batang tubuh saat melakukan pemeriksaan fisik
Riwayat dislokasi pada wanita post menopouse atau kondisi yang diketahui sebagai penyebab sekunder osteoporosis. Pasien (biasanya wanita tua) mungkin melaporkan penurunan kemampuan untuk mengangkat . Pasien mengatakan nyeri beberapa lama sampai beberapa tahun. Jika pasien mempunyai kolab vertebra, pasien merasakan nyeri punggung dan nyeri menjalar ke tubuh. Selain itu didapatkan :
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN UTAMA
1. Resiko tinggi Inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang kondisi, faktor resiko, terapi nutrisi dan pencegahan.
2. Potensial Komplikasi (fraktur, kifosis, paralitik ileus)
3. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
4. Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus
5. Resiko terhadap cedera; fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis tulang









C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi Inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi, faktor resiko, terapi nutrisi dan pencegahan.
Kriteria Pengkajian Fokus Makna klinis
1. Pengetahuan atau pengalaman dengan osteoporosis
2. Kesiapan dan kemampuan untuk belajar dan menyerap informasi 1. Pengkajian ini membantu perawat merencanakan strategi penyuluhan
2. Klien atau keluarga yang gagal untuk memenuhi tujuan belajar memerlukan rujukan untuk bantuan pasca pulang.
KRITERIA HASIL :
Klien atau keluarga akan :
Menyebutkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi atau dihilangkan
Menggambarkan modifikasi diet
Menyebutkan tanda dan gejala yang harus dilaporkan pada profesioal pelayanan kesehatan
Sasaran utama yang lain mencakup peredaan nyeri, perbaikan eliminasi usus dan tidak terdapat fraktur tambahan.
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Diskusikan osteoporosis dengan menggunakan alat bantu pengajaran yang sesuai dengan tingkat pengertian klien dan keluarga (mis; gambar, slide, model). Jelaskan hal-hal berikut :
a. Penurunan densitas tulang
b. Peningkatan insiden fraktur vertebral, panggul dan pergelangan
2. Jelaskan faktor resiko dan yang mana dapat dihilangkan atau diubah.
a. Gaya hidup menoton
b. Kerangka tubuh kecil, kurus
c. Diet rendah kalsium dan vitamin D dan fosfor tinggi
d. Menopause atau ooforektomi
e. Obat-obatan
f. Meminum alkohol
g. Kafein
h. Kadar natrium florida rendah
i. Merokok
3. Rujuk ke sumber komunitas seperti kelompok berhenti merokok, yayasan artritis dan kelompok yang terkait.
4. Ajarkan untuk memantau dan melaporkan tanda dan gejala fraktur :
a. Nyeri hebat tiba-tiba pada punggung bawah, terutama setelah mengangkat atau membungkuk
b. Spasme otot paravertebral nyeri
c. Kolaps vertebral bertahap (dikaji dengan perubahan tinggi badan atau pengukuran tanda khiposis)
d. Nyeri punggung kronik
e. Keletihan
f. Konstipasi
5. Pertegas penjelasan untuk terapi nutrisi, konsul dengan ahli diet bila ada indikasi :
a. perbanyak masukan kalsium 1000 sampai 1500 mg/hari
b. Identifikasi makanan tinggi kalsium, mis; sardin, salmon, tahu produk dari susu dan sayuran berdaun hijau
c. Pantau tanda dan gejala intoleransi laktosa, seperti; diare, flatulens dan kembung
d. Rekomendasikan multivitamin yang mengandung 400 sampai 800 IU vitamin D setiap hari
e. Identivikasi makanan yang menjadi sumber vitamin D, mis; susu diperkaya sereal, kuning telur, hepar dan ikan laut
f. Dorong masukan protein adekuat tetapi tidak berlebih, kurang lebih 44 g/hari pada kebanyakan klien
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan aktivitas fisik dan pembatasan tertentu :
a. Dorong latihan yang menghasilkan gerakan, tarikan dan tekanan pada tulang panjang, mis; berjalan, bersepeda statis dan mendayung
b. Instruksikan klien untuk latihan sedikitnya tiga kali seminggu selama 30 sampai 60 menit setiap bagian, sesuai kemampuan
c. Hindari latihan fleksi spina dan membungkuk tiba-tiba dan tersentak, mengangkat beban berat
d. Rencanakan periode istirahat adekuat, berbaring pada posisi terlentang selama sedikitnya 15 menit saat nteri punggung meningkat atau interval tertentu selama siang hari
e. Instruksikan klien dalam menggunakan sabuk punggung, korset, belat bila perlu
f. Dorong anggota keluarga atau pemberi perawatan lain untuk memberikan latihan rentang gerak pasif pada klien yang diimobilisasi di tempat tidur
7. Jelaskan pentingnya kewaspadaan keamanan seperti berikut ini :
a. Menyangga punggung dengan matras kuat, penyokong tubu dan mekanika tubuh yang baik
b. Lindungi terhadap kecelakaan jatuh dengan menggunakan sepatu dengan tumit rendah; menyingkirkan bahaya lingkungan, seperti rak laci, lantai licin, kabel listrik dijalan dan pencahayaan yang kurang baik dan menghindari alkohol, hipnotik dan tranquilizer
c. Menggunakan alat bantu sesuai kebutuhan, mis; tongkat atau kruk
d. Hindari gerakan fleksi, seperti menunduk, membungkuk dan mengangkat. Jelaskan bahwa fraktur kompresi vertebral dapat diakibatkan dari trauma minimal karena membuka jendela, menggendong anak, batuk atau menunduk.
8. Jelaskan terapi obat yang ditentukan, ditekankan pentingnya mematuhi rencana dan mengerti kemungkinan efek samping. Sesuai keperluan, pertaegas tentang hal berikut
a. Sumplemen kalsium : 1000 sampai 1500 mg/hari, 1500 mg/hari setelah menopause, disertai dengan peningkatan masukan cairan
b. Suplemen vitamin D : 100 sampai 500 IU/hari. (catatan; bila vitamin D digunakan dalam hubungannya dengan kalsitrio, kadar kalsium plasma harus dipantau setiap minggu selama 4 sampai 6 minggu dan kemudian frekuensinya menurun)
c. Terapi estrogen dosis rendah; 0,3 sampai 0,625 mg/hari unuk wanita pasca menopausal, disertai pemeriksaan payudara mandiri setiap bulan, pemeriksaan payudara klinis regular dan mamografi dengan Pap smear untur memonitor efek samping
d. Kalsitonin Salmon parenteral; dosis yang disetujui FDA adalah 100IU setiap hari. Seringkali 100IU/hari, tiga kali seminggu pada awalnya; kemudian setelah pemeriksaan rontgen dan evaluasi kalsium serum, dosis dapat menurun sampai 50 IU/hari setiap 1-3 hari
e. Natrium florida; biasanya 60 mg/hari pada waktu yang berbeda dari pemberian kalsium.
2. Masalah Kolaboratif : Potensial Komplikasi (fraktur, kifosis, paralitik ileus)
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Pantau tanda dan gejala fraktur (vertebral, panggul atau pergelangan tangan)
a. Nyeri pada punggung bawah atau leher
b. Nyeri tekan terlokalisasi
c. Nyeri menyebar pada abdomen dan pinggang
d. Spasme otot para vertebral
2. Pantau kifosis dari spina dorsal, ditandai dengan penurunan tinggi badan. Dikatakan kifosis bila jarak antara kaki dan simfisis pubis lebih dari 1 cm
3. Pantau tanda dan gejala paralitik ileus :
a. Tak terdengar bising usus
b. Ketidak nyamanan abdomen dan distensi
INTERVENSI PROGRAM DOKTER YANG BERHUBUNGAN :
Obat-obatan :
Kalsium, suplemen vitamin D
Kalsitonin salmon
Terapi pengganti estrogen dalam konjungsi dengan progresteron
Pemeriksaan Laboratorium :
Kalsium dan fosfat serum
Fosfat alkalin
Hidroksiprolin
Ekskresi kalsium urine
Hematokrit
Osteokalsin serum
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan sinar x
Absorpsimetri foton tunggal
Absorpsimetri sinar x energi ganda
Absorpsimetri foton ganda
Tomografi komputer kuantit
3. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Ajarkan cara menghilangkan nyeri punggung melalui tirah baring dan pengunaan matras yang keras dan tidak menggulung
2. Instruksikan pasien untuk menggerakkan trunkusnya sebagai satu unit dan hindari memutar ; berikan dorongan untuk melakukan postur tubuh yang baik dan melanik tubuh yang baik
3. Pasang korset lumbosakral untuk menyangga sementara ketika turun dari tempat tidur
4. Berikan analgesik narkotik oral saat awitan nyeri punggung ; gati menjadi analgesik non narkotik setelah beberapa hari
4. Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Berikan dorongan untuk mengkonsumsi diet tinggi serat, tingkatan masukan cairan dan gunakan pelunak feces yang telah diresepkan
2. Pantau masukan pasien, bising usus dan aktivitas usus (defekasi); ileus dapat terjadi jika kolaps vertebra mengenai tulang vertebra T10-12.


5. Resiko terhadap cedera; fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis tulang
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Tingkatkan aktivitas fisik untuk menguatkan otot, mencegah atropi disuse, dan hambat demineralisasi tulang progresif.
2. Berikan dorongan untuk melakukan latihan isometrik untuk menguatkan otot-otot trunkus
3. Berikan dorongan untuk berjalan, penggunaan mekanik tubuh yang baik, dan postur tubuh yang benar
4. Hindari membungkuk tiba-tiba, gerakan mendadak, dan mengangkat berat
5. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas diluar rumah di bawah sinar matahari untuk meningkatkan kemampuan tubuh memproduksi vitamin D











BAB V
P E N U T U P

A. Kesimpulan
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alamiah yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup. Proses menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menyerang kaum lanjut usia. Seperti diketahui bahwa lanjut usia akan selalu mengalami perubahan fisiologik maupun psikologik. Oleh karena itu dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia harus secara holistik dan kompehensif yang memandang klien lanjut usia sebagai manusia yang utuh dan unik sehingga teknik dan pendekatan yang diberikan perawatan berbeda-beda namun tetap berfokus pada kebutuhan dasar manusia itu sendiri.
B. Saran
1. Untuk meningkatkan mutu dan kualitas asuhan keperawatan lanjut usia yang jumlahnya semakin meningkat diharapkan untuk menambah tenaga kerja perawat yang mempunyai potensi dan dedikasi yang baik.
2. Kepada institusi pendidikan Prima Medan diharapkan untuk lebih banyak memberikan arahan dan bimbingannya.
3. Kepada mahasiswa diharapkan supaya dapat memberikan asuhan keperawatan kepada lanjut usia dengan pendekatan holistik dan komprehensif




DAFTAR PUSTAKA
1. Bahar. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta. FKUI.
2. Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
3. Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care, Third Edition, California : Addison Wesley Nursing.
4. Luecknote, Annete Giesler. 1994. Pengkajian Gerontologi. Jakarta : EGC
5. Nugroho, Wahyudi. 1999. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC.
6. Stanhope, Knollmueler. 1995. Buku Saku Keperawatan Komunitas dan Kesehatan Rumah. Jakarta . EGC

Askep IMPLAN

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
PADA KELUARGA BERENCANA
(KB) IMPLANT

I. PENGKAJIAN
A. Data Subjektif
1. Identitas
Nama Klien : Ny. N Nama Suami : Tn. J
Umur :29 tahun Umur : 32 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : STU Pendidikan : STM
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : DesaTembung Psr VIII


2. Pengkajian tanggal : 06 Agustus 2008 Pukul : 10.00 Wib
a. Alasan datang ke klinik KB : Ibu ingin mencabut implan dan ingin menjadi akseptor KB Implant lagi
Yang mengantar : -
b. Riwayat menstruasi
- Menarche : 13 tahun
- Siklus : 28 hari
- Lamanya : 7 hari
- Banyak : 3 x ganti doek
- Sifat darah : Encer
- Warna : Merah
- HPHT : 20 - 07- 08
- Riwayat perkawinan
- Kawin ke : Pertama
- Lama perkawinan : 21 tahun

c. Riwayat obstetri yang lain
- Riwayat seluruh kehamilan
- Gravida : 3 kali
- Partus : 3 kali
- Abortus : 0
- Lahir hidup : 3 orang
- Lahir mati : Tidak ada
- Riwayat persalinan terakhir / abortus terakhir
- Tanggal persalinan terakhir : 5 januari 2003
- Jenis persalinan : Spontan
- Apakah sedang menyusui : Tidak
d. Riwayat KB sebelumnya
- Dalam dua tahun terakhir apakah ada memakai kontrasepsi : Ya
- Bila Ya jelaskan masing-masing
No Metode Lama Pemakaian Alasan berhenti memakai metode kontrasepsi
1.
2.
3.
4.
5. Pil
IUD
Implan
Kondom
Dll

5 tahun

Ingin menjadi akseptor KB Implant lagi

e. Riwayat medis sebelumnya
- Sedang mendapat pengobatan jangka panjang : Tidak ada
- Saat ini sedang menderita penyakit kronis : Tidak ada

f. Riwayat sosial
- Merokok : Tidak ada
- Minuman keras : Tidak ada
g. Riwayat ginekologi
- Tumor ginekologi : Tidak ada
- Operasi ginekologi yang pernah diderita : Tidak ada
- Penyakit kelamin :
• G.O : Tidak ada
• Sifilis : Tidak ada
• Herpes : Tidak ada
• Keputihan : Tidak ada
- Perdarahan tanpa sebab yang jelas : Tidak ada

B. Data Objektif
Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Baik
- TB : 150 cm
- BB : 50 kg
- TD : 120/70 mmHg
- Pols : 80 x/i
- RR : 24 x/i
- Temp : 36,5 oC
2. Pemeriksaan khusus obstetri
- Abdomen : -
- Pembesaran : Tidak ada
3. Pemeriksaan penunjang
- Plano test : Negatif (-)

C. Data Psikologis
- Pengertian ibu tentang efek samping saat kontrasepsi : Tidak mengerti
- Pengaruh alat kontrasepsi dengan agama yang dianut : Tidak tahu
- Pengaruh alat kontrasepsi dengan hubungan suami/istri : Tidak tahu



II. IDENTIFIKASI, MASALAH, DIAGNOSA DAN KEBUTUHAN
Diagnosa : Ibu akseptor KB Implant
Dasar : Usia ibu 29 tahun
: Jumlah anak terkecil 9 tahun
: Plano test (-)
Masalah : Tidak ada
Dasar : Ibu sudah pernah menjadi akseptor KB implan
Kebutuhan : Penkes tentang kontrasepsi implant

III. ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL
- Ekspulsi

IV. TINDAKAN SEGERA
Pemasangan Implan dengan benar

V. PERENCANAAN
1. Informasikan tentang keadaan umum ibu
2. Beri penkes tentang kontrasepsi implant
3. Berikan surat persetujuan pada ibu
4. Siapkan alat-alat pemasangan pada ibu.
5. Lakukan pencabutan dan pemasangan KB implant
6. Beritahu ibu tentang hal-hal yang harus diperhatikan setelah pemasangan implant
7. Anjurkan ibu untuk datang kontrol ulang 3 hari kemudian.

VI. PELAKSANAAN
1. Menginformasikan kepada ibu tentang keadaannya :
Vital Sign
- TD : 120/70 mmHg RR : 20 x/i
- Pols : 80 x/i Temp : 36,5 C

2. Memberikan penkes tentang kontrasepsi KB implant yaitu :
 Pengertian Implant
Implant adalah alat kontrasepsi berbentuk kapsul kecil terbuat dari cylicon berisi lavonorgastrol yang ditanam di bawah kulit yang terdiri 2 kapsul berisi hormone yang dipakai selama 3 tahun.
 Cara Kerja Implant
• Lendir serviks menjadi kental
• Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi
• Mengurangi transportasi sperma.
• Menekan ovulasi
 Keuntungan Implant :
• Kembalinya kesuburan cepat
• Sekali pasang dapat bertahan lama
• Tidak memerlukan pemeriksaan dalam, tidak mengganggu ASI
• Dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan
• Daya guna tinggi
• Perlindungan jangka panjang
 Efek samping :
Adanya gangguan siklus haid berupa perdarahan tidak teratur, perdarahan bercak, dan amenorea, perdarahan banyak dan lama

 Yang tidak dapat menggunakan implant
• Hamil atau diduga hamil
• Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
• Benjolan/ kanker payudara atau riwayat kanker payudara
• Tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi
• Mioma uteri
• Gangguan toleransi glukosa
3. Memberikan surat persetujuan pemasangan alat kontrasepsi implant pada ibu untuk ditandatangani.
4. Mempersiapkan alat-alat pemasang KB implant
 Alat-alat steril
• Bak instrumen berisi alat steril :
• Handscone 1 pasang
• Doek berlubang
• Spuit 5-10 cc
• Trokart
• Scalpel ukuran 11 dan 15
• 2 batang implant steril
• Klem penjepit
• Kasa steril
 Alat-alat non steril
• Plester
• Betadhine dalam tempatnya
• Obat anastesi lokal
• Spuit
• Nierbeken
5. melakukan pencabutan implan
• Menganjurkan ibu untuk mencuci tangan dan lengan terlebih dahulu.
• Mengatur posisi ibu berbaring hizontal
• Penolong mencuci tangan
• Memasang handscone
• Lengan sebelah ibu diletakkan tegak lurus, tentukan daerah pencabutan di areal implan sebelumnya.Lakukan pencucian halaman didaerah tindakan dan sekitarnya dengan antiseptic. Lakukan anastesi lokal di daerah KB implant sebelumnya.


Melakukan pemasangan implant
• Lengan sebelah ibu diletakkan tegak lurus, tentukan daerah pemasangan 8-10 cm diatas lipatan siku, lakukan pencucian halaman didaerah tindakan dan sekitarnya dengan antiseptic.
• Lakukan anastesi lokal ditempat insisi dan dengan arah seperti kipas panjang 4-5 cm dengan bius lokal.
• Lakukan sayatan lokal selebar 2-3 mm di tempat suntikan agar luka tidak dijahit dan mengurangi kemungkinan infeksi.
• Masukan trokart melalui sayatan di bawah kulit, perhatikan tanda batasnya dan tusukan sampai tanda batas dengan pangkal trokart.
• Kaluarkan batang dalam trokart dan masukan kapsul implant kedalam batang trokar dengan memakai klem penjepit, dorong pelan-pelan dengan batang pendorong sampai ada tahanan.
• Perhatikan posisi batang pendorong, tarik pendorong pelan-pelan sepanjang batang pendorong sampai batang paling ujung, implant terlepas dari trokar kalau tanda batas paling ujung terlihat pada luka insisi dan pastikan dengan meraba ujung trokar dengan jari-jari.
• Raba implant terpasang dengan telunjuk jari, dorong trokar pada posisi sebelah tanpa terlebih dahulu mengeluarkan ujungnya dari sayatan pasang kedua kapsul dengan menyerupai kipas dengan baik, olesi sayatan dengan anti septic, tutup dengan plester dan kasa steril kemudian balut dengan perban.
6. Memberitahukan ibu tanda-tanda yang harus diperhatikan setelah pemasangan implant.
• Menganjurkan ibu agar tidak mengangkat benda yang berat pada tangan kiri.
• Menganjurkan ibu agar lengan yang telah dipasang KB ini tidak kena air untuk 3-5 hari dan Jaga kebersihan daerah pemasang KB implant
7. Menganjurkan ibu untuk kontrol ulang 3 hari kedepan


VII. EVALUASI
Tanggal : 06 Agustus 2008 Pukul :10.30 WIB
1. Ibu sudah menjadi akseptor KB implant
2. Implant sudah terpasang dengan baik
3. Ibu akan menjalani anjuran yang diberikan oleh bidan
4. Ibu akan kontrol ulang 3 hari ke depan.

























MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU DENGAN
KB IMPLANT



D
I
S
U
S
U
N

OLEH:


AFRI SYAHYUNI HSB
0506003












AKADEMI KEBIDANAN HELVETIA
MEDAN
2008
LEMBAR PENGESAHAN


LAPORAN UJIAN AKHIR


MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
PADA KELUARGA BERENCANA
DENGAN METODE IMPLANT





Disetujui Oleh :



Penguji I






( RAPIDA SARAGIH, SKM ) Penguji II






( MEY ELISA SAFIRI, SKM )




Diketahui Oleh :

Direktris
Akademi Kebidanan Helvetia Medan






(Mey Elisa Safitri, SKM)

KTI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan diarahkan pada peningkatan derajat kesehatan yang dicerminkan oleh besar kecilnya kematian maternal dan kematian neonatal. Di sisi lain, dalam mewujudkan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 MPS (Making Pregnancy Safer) mempunyai misi bahwa persalinan berlangsung aman, bayi yang dilahirkan hidup dan sehat dengan sasaran yaitu menurunkan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian neonatal menjadi 16 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan pada kenyataannya angka kematian di Indonesia masih mencapai 307 per 100.000 dan angka kematian neonatal 20.000 per 100.000 kelahiran hidup, sehingga dapat dikatakan derajat kesehatan di Indonesia masih rendah (Ivana, 2007).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab. Demikian pula angka kematian bayi (AKB), khususnya angka kematian bayi baru lahir (neonatal) masih berada pada kisaran 20 per 1.000 kelahiran hidup (Eka, 2008).
Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi serviks, lahirnya bayi dan plasenta dari rahim ibu. Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks hingga mencapai pembukaan lengkap. Kebutuhan seorang wanita dalam proses persalinan adalah pemenuhan kebutuhan fisik, kehadiran seorang pendamping secara terus-menerus, keringanan dari rasa sakit, penerimaan atas sikap dan perilakunya, pemberian informasi tentang kemajuan proses persalinan dan hasil persalinannya. Bidan diharapkan dapat memberikan asuhan persalinan kala I sehingga ibu merasa nyaman dan proses persalinan berjalan dengan lancar (Fitri, 2009).
Nyeri dalam persalinan dapat juga disebabkan oleh faktor psikologis yaitu karena rasa ketakutan, kecemasan, kesedihan, stres atau kemarahan yang berlebihan, wanita yang tidak didukung secara emosional atau mengalami kesulitan dalam persalinan yang lalu, kelelahan, ketakutan dan perasaan putus asa adalah akibat dari persalinan atau fase laten yang panjang (Simkin dkk, 2005).
Perawatan satu persatu yang terus menerus oleh para bidan yang berfokus pada aspek-aspek psikososial dari kelahiran telah menunjukkan hasil akhir yang lebih baik jika dibandingkan dengan perawatan biasa oleh para dokter ahli kebidanan. Dukungan persalinan berkelanjutan dari bidan dalam tindakan kenyamanan psikososialnya adalah mengkaji status emosional wanita memberikan rangsangan sensorik yang menentramkan atau nyaman memberikan ketentraman dan pujian, mengurangi rangsangan atau tindakan yang memicu rasa takut, mengupayakan lingkungan yang lebih pribadi dan tidak menghambat. Bidan juga menggunakan tekhnik dan alat untuk mengurangi nyeri punggung saat persalinan adalah couterpressure, peremasan kedua pinggul, penekanan lutut, kompres dingin dan panas, hidroterapi, gerakkan bola persalinan (Simkin dkk, 2005).
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui mengenai “Tindakan Bidan Dalam Mengatasi Rasa Nyeri Pada Ibu Bersalin Di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah di atas adalah “Bagaimana tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010.


2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin berdasarkan pendidikan di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010
2. Untuk mengetahui tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin berdasarkan umur di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010

D. Manfaat Penelitian
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi bidan
sebagai bahan masukkan untuk setiap bidan agar mengetahui tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010.
2. Bagi penulis
untuk mengaplikasikan ilmu yang penulis dapat selama di bangku kuliah, dalam meneliti tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010.
3. Bagi RSUD DR Djoelham
Sebagai bahan masukan dan pengetahuan bagi pihak rumah sakit untuk mengetahui tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010.
4. Bagi universitas prima indonesia
Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya untuk meneliti tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindakan
1. Pengertian tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.
3. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik tingkat tiga.



4. Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Syakira, 2010).
Secara Etiomologi bahwa persepsi berasal dari Bahasa Inggris “Perception” yang artinya tanggapan, daya memahami sesuatu. Menurut Walgito (2000), persepsi merupakan suatu tindakan proses yang dialami oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses pelaksanaan suatu kegiatan yang diterima oleh individu melalui alat indera atau disebut juga proses sensoris (Notoadmojo, 2003).
Tindakan terbentuk atas dasar data-data yang diperoleh dari lingkungan yang diserap oleh indera serta bagian lain diperoleh dari pengolahan ingatan (Memory) kita (diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki). Adanya objek atau peristiwa akan memberi respon pada individu itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut tindakan itu tercermin dalam tingkah laku dan pendapat, yang mana menjadikan adanya dinamika dalam kehidupan manusia itu sendiri (Notoadmojo, 2003).
Dengan kata lain, tindakan dibangun atas 3 unsur yaitu : pengamatan, penilaian dan pendapat. Pengamatan berarti subjek mampu memberikan penilaian tentang sesuatu yang dilakukan dan diamati, sehingga subjek mampu menginterprestasikan objek yang dilihatnya. Berdasarkan hal tersebut tindakan sangat mengandalkan segenap indera-indera yang dimiliki dengan tingkat kesadaran yang tinggi. Oleh karena itu, tindakan orang berarti mengetahui, memahami dan menyadari sesuatu itu. Sehingga tindakan seseorang akan mempengaruhi perilakunya terhadap objek atau peristiwa lainnya (Notoadmojo, 2003).
Prinsip dasar tentang tindakan yang perlu diketahui yaitu :
1. Relatif
Dalam hubungannya dengan kerelatifan tindakan, dampak pertama dari suatu perubahan rangsangan dirasakan lebih besar daripada rangsangan yang datang kemudian. Berdasarkan kenyataan bahwa tindakan itu relatif untuk mengetahui rangsangan yang dimilki oleh orang lain.
2. Selektif
Seseorang hanya akan memperhatikan beberapa rangsangan saja dari banyak rangsangan yang ada disekelilingnya pada saat-saat tertentu. Ini berarti bahwa rangsangan yang diterima akan tergantung pada apa yang pernah ia pelajari, apa yang pada suatu saat menarik perhatiannya dan kearah mana tindakan itu mempunyai kecenderungan. Ini berarti juga bahwa ada keterbatasan dalam kemampuan sseorang untuk menerima rangsangan.
3. Mempunyai tatanan
Orang menerima rangsangan tidak dengan cara sembarangan. Ia akan menerimanya dalam bentuk hubungan-hubungan atau kelompok-kelompok, jika rangsangan yang datang tidak lengkap ia akan melengkapinya sendiri sehingga hubungan itu menjadi jelas.
4. Harapan dan kesiapan
Harapan dan kesiapan penerima pesan akan menentukan pesan mana yang akan dipilih untuk diterima, selanjutnya bagaimana pesan yang dipilih itu akan ditata dan demikian pula bagaimana pesan tersebut akan diinterprestasikan
5. Dapat bertentangan dengan orang lain tanpa ada kesamaan
Perbedaan persepsi ini dapat itelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan individu, perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi (Notoadmojo, 2003).
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin, meliputi:
1. Umur
Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan hingga saat dilakukan penelitian.Bidan yang memiliki umur di bawah 20 atau diatas 30 mempengaruhi sikap bidan (Notoatmodjo, 2007).
2. Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain secara kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Yang diharapkan dari pendidikan itu sendiri adalah setiap individu mampu untuk meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2007).

B. Bidan
1. Pengertian bidan
Seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku, dicatat, diberi ijin secara sah untuk menjalankan praktik (IBI, 2007).
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku (Menkes, 2007).
Bidan adalah seseorang yang telah diakui secara regular dalam program pendidikan kebidanan sebagaimana yang telah diakui skala yuridis, dimana ia ditempatkan dan telah menyelesaikan pendidikan kebidanan dan memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan (WHO, 2007).
2. Bidan sebagai profesi
Bidan sebagai profesi memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu :
1. Bidan disiapkan melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya secara profesional
2. Bidan memiliki alat yang dijadikan panduan dalam menjalankan profesinya, yaitu standar pelayanan kebidanan, kode etik,dan etika kebidanan
3. Bidan memiliki kelompok pengetahuan yang jelas dalam menjalankan profesinya
4. Bidan memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya
5. Bidan memberi pelayanan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
6. Bidan memiliki organisasi profesi
7. Bidan memiliki karakteristik yang khusus dan dikenal serta dibutuhkan masyarakat
8. Profesi bidan dijadikan sebagai suatu pekerjaan dan sumber utama penghidupan (WHO, 2007).
3. Kewajiban bidan terhadap profesinya
1. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu pada masyarakat.
2. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IBI, 2007).
4. Perilaku profesional bidan
1. Bertindak sesuai keahliannya
2. Mempunyai moral yang tinggi
3. Bersifat jujur
4. Tidak melakukan coba-coba
5. Tidak memberikan janji yang berlebihan
6. Mengembangkan kemitraan
7. Terampil berkomunikasi
8. Mengenal batas kemampuan
9. Mengadvokasi pilihan ibu (IBI, 2007).

C. Nyeri Persalinan
1. Pengertian nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensonik yang dicetuskan oleh rangsangan yang merupakan ancaman untuk menghancurkan jaringan, disebut sebagai sesuatu yang menyakitkan (Mander, 2004).
2. Pengertian persalinan
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dari janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Nisa, 2008).
3. Nyeri persalinan
Nyeri persalinan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Kala I persalinan
Tahap pertama atau awal persalinan nyeri diakibatkan oleh dilatasi serviks dengan segmen bawah uterus dan dustensi korpus uteri. Intensitas nyeri selama kala ini diakibatkan oleh kekuatan kontraksi dan tekanan yang dibangkitkan.
2. Kala II persalinan
Pada fase akhir proses melahirkan setelah jalan lahir telah terbuka lengkap nyeri tambah disebabkan oleh regangan atau robekan jaringan pada perinium dan tekanan pada otot skelet perinium. Nyeri diakibatkan oleh rangsanan struktur somatik suprfisial dan digambarkan sebagai nyeri yang tajam dan terlokalisasi terutama pada daerah yang disuplai oleh saraf pudendus (Mander, 2004).
3. Asal nyeri persalinan
Menurut Mander (2004), asal nyeri pada persalinan terbagi 2 (dua) yaitu :
1. Nyeri pada persalinan tanpa komplikasi
Nyeri dan respon tubuh yang nyata, nyeri persalinan biasanya dikaitkan dengan tegangan, tekanan dan robekan struktur-struktur lokal.
2. Nyeri persalinan dengan komplikasi
Pada persalinan yang dimulai tanpa komplikasi yang mengancam kesejahteraan bayi, ibu atau keduanya. Nyeri persalinan dengan komplikasi dibagi 2 (dua) lagi, yaitu :
a. Persalinan Oksipito Posterior (OP)
Nyeri persalinan dengan kepala janin dalam posisi oksipito posterior (OP).
b. Ruptur uteri
Nyeri ruptur uteri bervariasi dan dominasi tergantung pada keparahan tanda dan gejala yang menyertai, yang selanjutnya berhubungan dengan luasnya ruptur uteri.
c. Inversio uteri
Inversio uteri adalah bencana dalam persalinan yang membahayakan kehidupan wanita. Inversio uteri lebih mungkin terjadi pada kala III persalinan dapat sejumlah faktor predisposisi termasuk berbagai bentuk kesalahan tatalaksana : penekanan fundus yang tidak tepat dan penarikan tali pusat.
4. Penyebab nyeri persalinan
Menurut Simkin dkk (2005), ada beberapa penyebab munculnya rasa nyeri pada persalinan, yaitu :
1. Penyebab fisik
a. Kontraksi yang dipicu oksitoksin kadang sangat nyeri dan melelahkan wanita, khususnya ketika wanita mengalami kontraksi setiap 2 atau 3 menit dan serviksnya hanya membuka 1 atau 2 cm.
b. Luka perut serviks dari pendarahan sebelumnya (misalnya bedah krio, pembukaan awal beberapa cm). Kontraksi dengan intensitas besar selama berjam-jam atau berhari-hari mungkin diperlukan untuk mengatasi resistensi ini kemudian pembukaan baru terjadi.
c. Posisi penyebab psikologis.
2. Penyebab kecemasan, kesendirian, stres atau kemarahan yang berlebihan dapat menyebabkan pembentukan katekolamin dan menimbulkan kemajuan persalinan melambat. Wanita yang tidk di dukung secara emosional atau mengalami kesulitan dalam persalinan yang lalu, kelelahan, ketakutan dan perasaan putus asa adalah akibat dari prapersalinan atau fase laten yang panjang.
5. Mekanisme nyeri pada persalinan
Nyeri pada tahap I persalinan timbul dari uterus dan adnexa saat berkontraksi, dan hal itu adalah nyeri viseral yang alami. Beberapa kemungkinan mekanisme yang menjelaskan hal ini yaitu: nosiseptif yang berasal dari uterus telah diajukan namun pengamatan saat ini bahwa nyeri itu lebih banyak dihasilkan akibat dilatasi serviks dan segmen bawah uterus, dan mekanisme distensi sesudahnya. Intensitas nyeri berhubungan dengan kekuatan kontraksi dan tekanan yang dihasilkan uterus yang akan melawan obstruksi yang terjadi, serviks dan perineum mungkin juga berperan terhadap terjadinya nyeri. Beberapa nosiseptik kemudian berperan dalam terjadinya nyeri, yaitu bradikinin, leokotrin, prostaglandin, serotonin, asam laktat, dan substan P (Jack, 2009).
6. Metode meredakan nyeri pada pesalinan
Menurut Mander (2004), penggunaan metode psikologis untuk melawan nyeri berasal dari penilaian yang menunjukkan signifikan kontribusi psikologis terhadap nyeri sebagai berikut :
1. Relaksasi
Relaksasi adalah metode pengendalian nyeri yang memberikan wanita masukkan terbesar. Bersama dengan pendidikan latihan dan pernafasan, relaksasi telah menjadi landasan persalinan yang dipersiapkan. Teori yang menyokong penggunaan relaksasi selama persalinan terletak pada fisiologi sistem saraf otonom.
2. Hipnoterapi
Hipnoterapi didefenisikan sebagai penggunaan hipnosis untuk membuat statu kepatuhan dan kondisi tidur dalam terapi kondisi-kondisi dengan komponen psikologis yang besar.
3. Imajinasi
Imajinasi terbimbing melibatkan wanita yang menggunakan imajinasi untuk mengontrol nyerinya. Hal ini dicapai dengan menciptakan bayangan yang mengurangi keparahan nyeri atau yang terdiri dari pengganti yang lebih dapat diterima dan tidak nyeri. Namun, peredaan yang Sangay penting berkaitan dengan pembentukan bayangan dan imajinasi yang bertujuan untuk alasan khusus seperti meredakan nyeri.
4. Umpan balik biologis
Umpan balik biologis didefenisikan sebagai : sebuah proses tempat seseorang relajar untuk mempengaruhi respon fisiologi yang riabel. Yang biasanya tidak berbeda dalam control volunter. Kesesuaian metode ini dapat bertambah seiring berjalannya waktu selama kehamilan ketika mempersiapkan diri, dengan mempelajari tekhnik, untuk menggunakan metode pilihannya selama pengalaman akut persalinan.
5. Psikoprofilaksis
Pada relaksasi dalam persalinan dan mengenal istilah psikoprofilaksis yang berarti mencegah nyeri dengan metode psikologis. Psikoprofilaksis ini Sangat membantu untuk mengendalikan bahwa distraksi memberikan kontribusi pada pengendalian nyeri dalam persalinan.
Mander (2004) juga mengatakan, ada beberapa metode tertentu modulasi sensorik menggunakan alat bukan manual, yaitu :
1. Musik
Terapi musik digunakan untuk terapi keadaan kronis yang menggambarkan gangguan emosional, tetapi pengguanaannya dalam persalinan kurang di publikasikan dengan baik. Bagaimana cara verja musik membantu wanita dalam menghadapi nyeri persalinannya terletak pada distraksinya dan kemampuannya untuk membuat seseorang kehilangan alur waktu seperti efek lingkungan yang umum ini, lebih signifikasi dalam konteks ini, musik dapat memberikan energi dan membawa perintah melalui irama sehingga musik dengan tempo yang tepat membantu wanita mengatur pernafasannya. Di dalam literatur tersebut bahwa intervensi bebas bahaya ini memiliki potensi hiburan disetiap kehadirannya, walaupun penerimaan umum musik di dalam kamar bersalin Belum di pertimbangkan secara potencial bermanfaat sedang diperkenalkan dengan mengabaikan data penilaian.
2. Hidroterapi
Melahirkan dalam air (persalinan dalam air) telah menarik banyak publicitas dan beberapa kemasyuran yang kurang baik, memfokuskan pada air yang digunakan untuk membantu wanita menghadapi nyeri persalinan dengan baik sekali disebut sebagai hidroterapi. Keterkaitan baru dalam hidroterapi untuk persalinan menyebabkan peningkatan jumlah bidan dan unit maternitas yang menawarkan persalinan dalam air. Hidroterapi menimbulkan banyak masalah yang berkaitan dengan otonomi wanita dalam kolam lebih dapat mengontrol persalinan dan jauh lebih sulit bagi staff untuk mengintervensi.
3. Homeopati
Homeopati berkembang dari pengamatan yaitu serupa menyembuhkan. Obat homeopati tidak bekerja dengan menyembuhkn penyakit, tetapi dengan merangsang tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Pengobatan homeopati terhadap tekanan emosional persalinan, seperti akonit, untuk meredakan kecemasan, ketakutan dan panik untuk mempermudah menghadapi persalinan dianjurkan perlengkapan persalinan yang digunakan tanpa supervisi. Perlengkapan ini termasuk obat seperti kali karbonikum untuk meredakan nyeri punggung dalam persalinan.

4. Posisi, postur dan ambulasi
Postur dan ambulasi dalam persalinan ditentukan oleh budaza yang berlaku dan postur selain terlentang, yang berkaitan dengan masyarakat primitif dan seluruh dunia. Implikasi budaya dan keuntungan postur dan ambulasi tampak jelas ketika wanita bersalin memutuskan untuk berlatih tarik perut. Tarik perut melibatkan gerakan panggul yang kompleks yang sebaiknya dapat brsifat erotas tetapi bagi wanita membantu kesegarisan kepala janin. Ikatan analogi posisi terlentang wanita menunjukkan kelemahan inferioritas dan keparuhannya, dibandingkan dengan ahli obstetri yang kuat dan superior yang berdiri didepannya Bahwa wanita dalam posisi tegak dapat mengembangkan hubungan yang lebih baik dengan mereka. Berbaring aman dan nyaman bagi pemberi perawatan, karena sampai tingkat tertentu posisi lain dapat mengancam control oleh perawat.
5. Lingkungan persalinan
Dukungan mengubah lingkungan fisik asing, yang Sangay sering dihadapi oleh wanita dalam hal keseimbangan dan isolasinya, tidak menyebutkan intervenís yang kemungkinan bersifat invasif, perdebatan mengenai tempat persalinan sering menyebutkan wanita yang bersalin dirumah dan mengaitkan hal ini dengan penurunan dan penggunaan pendapat analgesik tetapi Belem tampak adanya hubungan klausal antara fenomena ini walaupun lingkungan fisik adalah satu aspek persalinan yang sangat mempengaruhi nyeri wanita.
Adapula tekhnik analgetik (obat pereda nyeri tanpa hilangnya secara total) yaitu :
1. Analgesik inhalasi
Saat ini hanya N2O (5%) dan O2 Enionox yang diizinkan digunakan oleh ibu-ibu dalam persalinan dibwah persalinan dibawah pengawasan seorang bidan diinggris. Konsentrasi yang lebih tinggi tidak diizinkan digunakan oleh bidan karena resiko analstesi, yaitu menyebabkan ibu tidak sadar.
2. Obat opioid
Meskipun istilah penggunaan dapat saling bertukar (Melzack dan Wall, 1991), narkotik dan opiat memiliki perbedaan yang halus. Opiat dibuat secara alami atau sintetik dari bunga opium, sedangkan narkotik adalah zat yang menyebabkan rasa kantuk atu pada akhirnya menimbulkan ketidaksadaran. Opioid yang digunakan dalam persalinan juga tergolong narkotik. Efek opioid yang kuat membuat tepat digunakan pada saat persalinan tiga opioid yang paling umum digunakan, yaitu :
a. Diamorfin
Struktur kimia diamorfin menghasilkan kelarutan lemah yang lebih besar dari pada morfin, sehingga kemungkinan terjadinya penetrasi yang lebih cepat kedalam jeringan otak. Diamorfin yang diberikan secara IM akan memberikan efeknya dalam 5-10 menit, dan bertahan selama 3 jam. Penelitian swedia beranggapan bahwa pemberian diamorfin selama persalinan dikaitkan dengan tingginya resiko ketergantungan pada saat bayi beranjak dewasa. Dengan demikian hanya kendali ibu yang dibahayakan dalam penggunaan diamorfin.
b. Petidin hidroklorida
Petidin hidroklorida adalah analgesik yang dimetabolisme dihati, efek analgesik petidin yang diberikan secara IM akan dimulai dalam 15 menit dan berlanjut sampai 2 jam.
c. Meptanizol
Meptanizol mungkin lebih dianjurkan dari pada petidin karena lebih sedikit menyebabkan depresi pernafasan neonatos. Efek analgesik dalam 15 menit dan berlanjut setidaknya selama 4 jam (Mander, 2004).
7. Metode-metode meredakan nyeri persalinan yang dilaksanakan
Nyeri yang luar biasa pada saat persalinan memang tidak dapat dihindari. Kurangi nyeri pada saat persalinan dengan cara cara alami berikut ini :
1. Gunakan kompres
Kompres biasanya dapat mengendalikan rasa nyeri juga memberikan rasa nyaman sekaligus meredakan ketegangan. Bungkus botol air panas dengan handuk dan celupkan kedalam air dingin untuk mengurangi pegal punggung dan kram. Gunakan pula handuk dingin di wajah untuk mengurangi ketegangan.
2. Banyak bergerak
Cobalah untuk terus bergerak agar sirkulasi darah meningkat, nyeri punggung berkurang dan untuk mengalihkan perhatian dari rasa nyeri. Gunakan kursi atau bantal untuk menyangga hingga mendapatkan posisi yang nyaman.
3. Pijat
Minta pasangan anda untuk memijat. Dengan pijatan lembut, ketegangan otot bahu, leher, wajah, dan punggung bisa berkurang. Sirkulasi darah pun meningkat sehingga nyeri berkurang.
4. Terapi aroma
Pilihan aroma yang tepat bisa membantu meredakan ketegangan dan membuat anda merasa nyaman.
5. Hipnoterapi
Pada bulan terakhir kehamilan cobalah untuk berlatih hipnoterapi dengan bantuan tenaga ahli. Ini bisa digunakan pada saat persalinan, untuk mengontrol rasa nyeri lewat sugesti positif yang anda tanam dalam pikiran (Lisa, 2007).
Ada juga Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mengatasi nyeri saat persalinan, diantaranya:
1. Terapi non farmakologis
Terapi yang digunakan yakni dengan tanpa menggunakan obat-obatan, tetapi dengan memberikan berbagai teknik yang setidaknya dapat sedikit mengurangi rasa nyeri saat persalinan tiba. Beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Imaging guide
Tekhnik ini dengan mengarahkan sang ibu membayangkan sesuatu yang dapat membuatnya nyaman. Ajak dia membayangkan sesuatu tempat yang memberikan dirinya tenang, seperti sawah yang terhampar luas dengan hijaunya dedaunan padi yang melambai-lambai ditiup angin sore. Atau ajak dia ke suasana laut yang mengajak kita untuk mendengarkan deburan ombak yang perlahan mengenai kaki kita yang tercelup dalam air laut di tepian pantai. Atau hal lainnya dimana pendamping lebih tahu bagaimana memberikan ketenangan pada ibu bersalin saat ia membutuhkan ketenangan itu.
b. Music therapy
Hal ini ditujukan bagi pendamping yang memang suka dengan yang namanya mendengarkan alunan nada. Musik alam seperti suasana air terjun dengan gemericik air yang turun, atau dengan musik klasik.
c. Fisik dan Psikis
Ini sederhana sekali untuk dilakukan, bila memang pendamping kebingungan untuk menceritakan sesuatu yang indah-indah pada ibu bersalin, terlebih lagi bagi pendamping yang memang bukan ahlinya bercerita, atau memang keterbatasan alat musik yang pendamping miliki. Pendampingan ibu atau kehadiran suami saat istri berada di rumah sakit saat menunggu kelahiran, adalah sesuatu yang dapat mengurangi kecemasan pasangan. Meskipun ada perawat atau tenaga kesehatan yang senantiasa siap membantunya, namun kehadiran pendamping sebagai pasangan hidup atau keluarga terdekat istri sangat membantu mengurangi kecemasan bahkan nyeri sang istri.
d. Massage
Pijatan atau sentuhan pada area tertentu ternyata dapat mereduksi nyeri pasangan. Adapaun area yang bisa dilakukan pemijatan yakni di area pinggul, punggung, dan lutut.
e. Posisi
Posisi ini dimaksudkan pada posisi yang enak dan nyaman saat melahirkan. Ada beberapa posisi yang bisa dipilih
2. Terapi farmakologis
Berbagai obat disuntikkan ke ibu, baik itu anastesis umum yang di suntikkan epidural, spinal, ataupun sekedar regional (Ahmad, 2007).
9. Pendamping persalinan
Beberapa wanita ingin didampingi lebih dari satu orang. Pendamping persalinan anda mungkin saja adalah suazi, ibu, relasi, teman, bidan. Pendamping persalinan dapat membantu sebelum persalinan dengan :
1. Mengikuti kelas ibu-ibu hamil
2. Mendengarkan ketika ibu berbicara tentang berbagai keperluan dan rencana ibu untuk kelahiran bayinya
3. Membantu ibu menulis rencana persalinan.
Pendamping persalinan dapat membantu ibu selama proses melahirkan dengan :
1. Membantu ibu melewati waktu selama tahap persalinan awal (dengan berjalan-jalan, bermain kartu, mendengarkan musik, berbincang-bincang dan sebagainya)
2. Tetap bersama ibu sepanjang persalinan
3. Menghitung kontraksi
4. Membantu ibu rileks selama dan diantara kontraksi
5. Membantu ibu mengatasi rasa sakit selama kontraksi :
a. Memelihara irama pernafasan ibu
b. Membantu ibu menggunakan beberapa posisi atau gerakan
c. Membantu ibu mengalihkan fokus ibu dari rasa nyeri
6. Memberikan atau menyarankan langkah-langkah kenyamanan seperti :
a. Menggosok punggung ibu
b. Menawarkan sesuap air atau potongan kecil es
c. membantu ibu masuk kedalam bak berendam atau kebawah pancuran air
7. Tetap tenang dan terus bersikap penuh keyakinan
8. Menghibur ketika diperlukan
9. Membantu ibu merasa aman dan dicintai
10. Berbagi kegembiraan atas kelahiran bayi ibu


10. Menggunakan posisi persalinan dalam mengatasi rasa nyeri
Bergerak selama persalinan dapat membantu mengatasi rasa sakit mengubah posisi ibu setiap 30 menit juga dapat membantu mempercepat persalinan. Posisi-posisi persalinan ini adalah :
1. Duduk
2. Berdiri
3. Berbaring (menyamping atau terlentang di tempat tidur)
4. Posisi merangkak
Berdiri selama proses persalinan akan memberi ibu rasa kendali yang lebih besar dibanding selalu berbaring. Cobalah mengubah posisi diantara periode istirahat dan periode ketika ibu lebih efektif. Gerakkan berirama memberikan kenyamanan, misalnya :
1. Berjalan
2. Berayun kesamping kiri dan kanan
3. Bergoyang duduk dikursi goyang
4. Menggunakan bola besar
Seperti yang digunakan dikelas ibu hamil (beberapa rumah sakit menggunakan bola bersalin, ibu bisa duduk diatas bola dan berayun-ayun selam kontraksi, atau ibu bisa menaruhnya ditempat tidur dan membungkuk diatasnya, menjadikan penopang).
5. Mencoba gerakan ritmos lain yang dapat membantu ibu mengatasi rasa sakit bersalin (Simkin dkk, 2005).

11. Dukungan selama persalinan
Asuhan yang sifatnya mendukung selama persalinan merupakan ciri dari asuhan kebidanan. Asuhan yang mendukung artinya kehadiran yang aktif dan ikut serta dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Dukungan tersebut antara lain meliputi:
a. Lingkungan
Suasana yang rileks dan bernuansa rumah akan sangat membantu wanita dan pasangannya merasa nyaman. Sikap bidan adalah sangat penting, mungkin lebih penting dari pada bentuk fisik lingkungan tersebut. Ruangan persalinan harus dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi keadaan darurat bisa ditangani denagn cepat dan efisien. Wallpaper dan gordin yang menarik akan dengan warna yang sejuk dan penggunaan tirai untuk menutup peralatan rumah sakkit akan mengurangi keangkeran dari ruangan tersebut. Lampu haruslah mudah dipindah-pindah. Banyak wanita merasa lebih suka dengan penerangan redup atau setengah gelap pada saat berada dalam ruangan persalinan, tetapi tetap harus disediakan lampu untuk membantu saat bidan melakukan penjahitan perineum. Bidan harus berusaha memastikan agar orang yang masuk ke dalam ruangan persalinan bisa sesedikit mungkin dan harus diarahkan untuk menjaga suasana yang santai dan hening.
b. Pendamping persalinan
Asuhan kebidanan dukungan persalinan Kala I dapat diberikan dengan cara menghadirkan orang yang dianggap penting oleh ibu untuk mendampingi ibu selama proses persalinan seperti suami, keluarga, atau teman dekat. Suami dan keluarga dianjurkan untuk berperan aktif dalam mendukung dan melakukan kegiatan yang dapat memberikan kenyamanan bagi ibu. Pendamping ibu saat persalinan sebaiknya adalah orang yang peduli pada ibu, yang paling penting adalah orang-orang yang diinginkan oleh si ibu untuk mendampinginya selama persalinan. Di beberapa tempat, hanya wanita yang boleh menemani ibu pada saat ia melahirkan. Dalam budaya lain, sudah menjadi kebiasaan bagi suami menjadi pendamping dalam persalinan bahkan menolong persalinan.
c. Mobilitas
Ibu dianjurkan untuk merubah posisi dari waktu ke waktu agar merasa nyaman dan mungkin persalinan akan berjalan lebih cepat karena ibu merasa menguasai keadaan.
d. Pemberian informasi
Suami harus diberi informasi selengkapnya tentang kemajuan persalinan dan perkembangannya selama proses persalinan. Setiap pengobatan atau intervensi yang mungkin dan akan dilakukan harus dijelaskan terlebih dahulu. Ibu dan suaminya dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
e. Tehnik relaksasi
Jika ibu telah diajarkan teknik-teknik relaksasi ia harus diingatkan mengenai hal itu dan didukung sewaktu ia mempraktekkan pengetahuannya.
f. Percakapan (komunikasi)
Bila seorang ibu berada sedang dalam persalinan, akan ada waktunya untuk bercakap-cakap dalam dan ada waktunya untuk diam. Wanita yang sedang dalam proses persalinan fase aktif akan menyukai ketenangan. Pada tahap ini seorang wanita akan merasa lelah dan setiap kontaksi akan memerlukan konsentrasi penuh dan semua cadangan emosional fisik yang bisa dikerahkannya. Ia mungkin akan menutup matanya dan ingin sendirian pada tahap ini. Jika ibu menyadari apa yang terjadi pada dirinya ia akan berkonsentrasi pada kemajuan persalinannya dan percakapan yang tidak bermanfaat tidak dibutuhkannya, melainkan sentuhan dan ekspresi wajah akan lebih penting.
g. Dorongan semangat
Bidan harus berusaha memberikan dorongan semangat kepada ibu selama proses persalinannya. Sebagian besar wanita akan mencapai suatu tahap dimana mereka merasa tidak bisa melanjutkan lagi proses persalinannya dan merasa putus asa. Hanya dengan beberapa kata yang diucapkan secara lembut setelah tiap kontraksi atau atau beberapa kata pujian non-verbal sering sudah cukup memberi semangat. Ibu yang dibuat merasa bahwa ia sanggup dan sudah membuat kemajuan besar biasanya akan merespon dengan terus berusaha. Bidan yang ketrampilan komunikasinya sudah terlatih baik dan yang memberi respons dengan kehangatan dan antusiasme biasanya kan berhasil dalam hal ini (Fitri, 2009).
D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian tentang tindakan bidan dalam mengatasi nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010.








BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan kuesioner yang diisi responden dengan tujuan untuk mengetahui tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD DR RM Djoelham Binjai. Alasan pemilihan lokasi ini karena :
1. Di RSUD DR RM Djoelham Binjai ini belum pernah dilakukan penelitian tentang tindakan bidan dalam mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin.
2. Di lokasi penelitian masalah nyeri pada ibu bersalin masih sangat banyak dan kurang diperhatikan.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010.



C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh bidan yang ada di RSUD DR RM Djoelham Binjai sebanyak 35 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh bidan yang ada di RSUD DR RM Djoelham Binjai Tahun 2010. Pengambilan sampel ini menggunakan metode purposive sampling dimana pengambilan sampel didasarkan atas ciri-ciri dan sifat dari populasi yang sudah diketahui sebelumnya yakni semua bidan di RSUD DR RM Djoelham Binjai sebanyak 35 orang.

D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh sendiri dari kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi.

E. Tekhnik Pengolahan Data
1. Editing (pemeriksaan data), data yang masuk diperiksa kembali apakah ada kekeliuan data, kemungkinan tidak lengkap atau data yang tidak sesuai.
2. Coding (pengkodean data), memberikan tanda atau kode pada data yang telah lengkap sesuai dengan variabel yang akhirnya dapat diolah.
3. Entrying memasukkan data ke komputer.
4. Tabulating (pemasukan data), data selanjutnya dikelompokkan secara teliti, dihirung dan dijumlahkan kemudian dimasukkan kedalam tabel-tabel distribusi frekuensi.

F. Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi operasional Parameter Alat ukur Skala Skor
1. Tindakan mengatasi nyeri pada ibu bersalin Melakukan suatu aktivitas dalam hal mengatasi rasa nyeri pada ibu bersalin 1. Baik
2. Buruk Kuesioner Ordinal 1. Baik, jika bidan mampu menjawab pertanyaan benar 1-15 60-100% (kode=1)
2. Buruk, jka bidan mampu menjawab pertanyaan benar 1-7 > 60% (kode=2)
2. Umur Usia lahir hingga saat ini 1. < 20 tahun
2. 20-35 tahun
3. > 35 tahun Kuesioner Ordinal 1. < 20 tahun (kode=1)
2. 20-35 tahun (kode=2)
3. > 35 tahun (kode=3)

3. Pendidikan Jenjang pendidikan formal yang ditamatkan responden terakhir (pendidikan terakhir). 1. D1 Kebidanan
2. D 3 Kebidanan
3. D 4 Kebidanan Kuesionere Ordinal 1. D1 Kebdanan (kode=1)
3. D 3 Kebidanan (skor=2)
D 4 Kebidanan (kode=3)


G. Aspek Pengukuran
1. Tindakan
Tindakan bidan dalam mengatasi nyeri pada ibu bersalin di ukur melalui 15 pertanyaan dengan memilih jawaban pada kuesioner. Untuk masing-masing pertanyaan apabila responden menjawab dengan benar di beri nilai 1 (satu) dan bila salah di beri nilai 0 (nol).
Menurut Notoatmojo (2003), berdasarkan jumlah skor yang di peroleh responden maka tindakan responden di kategorikan atas 2 kategori :
1. Tingkat tindakan baik bila skor yang diperoleh 1-15 (60%-100%).
2. Tingkat tindakan buruk bila skor yang diperoleh antara 1-7 (< 60%)

G. Analisa Data
Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melihat persentase data terkumpul dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi kemudian dilanjutkan dengan membahas hasil penelitian berdasarkan teori.

Akep BBL

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
BAYI BARU LAHIR ( BBL )PADA NY. F


I. PENGUMPULAN DATA
A. Identitas/Biodata
Nama Bayi : Anak dari .Ny : F
Umur Bayi : 1 hari
Tanggal Lahir/Jam : 10 Februari 2009
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan Lahir : 3,4 Kg
Panjang Badan Lahir : 50 cm
Pukul : 10.00 wib

Nama Ibu : Ny.F
Umur : 26 tahun
Suku/Bangsa : Karo /Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama Ayah : Tn.R
Umur : 28 tahun
Suku/Bangsa : Batak/Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta


B. Anamnese (Data Subjektif)
Pada tanggal: 10 Februari-2009 Pukul : 06.00 WIB
1. Riwayat kehamilan :
- Perdarahan : Tidak tampak selama hamil
- Pre-eklampsia : Tidak tampak selama hamil
- Eklampsia : Tidak tampak selama hamil
- Penyakit kelamin : Tidak tampak selama hamil
- Lain-lain : Tidak tampak selama hamil
2. Kebiasaan waktu hamil
- Makanan : tidak ada
- Obat-obatan/jamu : tidak ada
- Merokok : tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada
3. Riwayat persalinan sekarang
a. Jenis persalinan : Spontan Indikasi : Inpartu
b. Ditolong oleh : Bidan dan perawat
c. Lama persalinan :
 Kala I : 10jam 30 menit
 Kala II : 20 menit
 Kala III : 15 menit
d. Ketuban pecah : Jam : 02.00 WIB spontan
Warna : Putih , bau amis
Jumlah : 1000 cc
e. Komplikasi persalinan :
 Ibu : tidak ada
 Bayi : tidak ada
Resusitasi
Pengisapan lendir : Tidak tampak Rangsangan : Ya
Ambu : Tidak dilakukan Lamanya : 9 jam 30 mn
Massage jantung : Tidak dilakukan Lamanya : 0 menit
Intubasi endotracheal : Tidak dilakukan Nomor : Tidak ada
Oksigen : Tidak diberi Lamanya : 0 ltr/menit
Therapi : Infus asering
Keterangan : Tidak ada

C. Pemeriksaan Fisik (Data Objektif)
- Keadaan umum : Baik, dan sehat
- Suhu : 36,5 0C, axilla, pukul : 06.15 WIB
- Pernafasan : 84 x/menit, teratur, pukul : 06.15 WIB
- HR : 46 x/menit, teratur, pukul : 06.15 WIB
- BB : 3400 gram
- PB : 50 cm
Pemeriksaan Fisik Secara Sistematis
- Kepala : Tidak ada caput dan cepat hematon
- Ubun-ubun : Normal , tidak ada cekungan
- Muka : Simetris kanan dan kiri
- Mata : Simetris kanan dan kiri
- Telinga : Simetris kiri dan kanan
- Mulut : normal tersusun baik.
- Hidung : Normal kiri dan kanan,tidak ada secret
- Leher : Tidak ada pembengkakan pada kalenjar tiroid
- Dada : Simetris kiri dan kanan dan tidak ada retraksi
- Tali pusat : Lengkap, tebal 2 cm, diameter : 700 cm
- Punggung : Tidak ada penonjolan
- Ekstremitas : Simetris, tidak ada sianotik
- Genitalia : Testisnya, tidak ada sianotik.
- Anus : Berlubang

Refleks
- Refleks morro : Tampak
- Refleks rooting : Tampak
- Refleks walking : Tampak
- Refleks graps/plantar : Tidak tampak
- Refleks sucking : Tampak
- Refleks tonic neck : Tampak

Antropometri
- Lingkar kepala : 23 cm
- Lingkar dada : 37 cm
- Lingkar lengan atas : 12 cm

Eliminasi
- Miksi : Sudah ada setelah 2 jam, warna : kuning, tanggal : 05.00, pukul : 07.00 Wib
- Meconeum : Sudah, warna : hitam, tanggal 05-11-2008, pukul 07.00 WIB

f. Keadaan bayi
Tanda 0 1 2 JumlahNilai
Menit
Ke-1 Frekuensi jantung
Usaha bernafas
Tonus otot
Refleks
Warna ekstremitas [-] tidak ada
[-] tidak ada
[-] lumpuh
[-] tidak bereaksi
[-] biru/pucat [ - ] < 100
[ - ] lambat tidak teratur
[] ekstremitas fleksi sedikit
[ - ] gerakan sedikit
[] tubuh kemerahan, tangan
dan kaki biru [] >100
[] menangis kuat
[ ] gerakan aktif
[-] menangis
[ ] kemerahan 9
Menit
Ke-5 Frekuensi jantung
Usaha bernafas
Tonus otot
Refleks
Warna ekstremitas [-] tidak ada
[-] tidak ada
[-] lumpuh
[-] tidak bereaksi
[-] biru/pucat [ - ] < 100
[ - ] lambat tidak teratur
[ - ] ekstremitas fleksi sedikit
[ - ] gerakan sedikit
[ - ] tubuh kemerahan, tangan
dan kaki biru [] >100
[] menangis kuat
[] gerakan aktif
[] menangis
[] kemerahan 10


























FORMAT ANALISA DATA

Nama mahasiswa : Satri Yunita Nama pasien : anak Ny,F
NIM : 06330205013 Ruangan : Anjelir
No.Register : - Dx.pasien :BBL Normal

No Data Penyebab Masalah
1 DS: Ibu Mengatakan Anaknya Kedinginan
DO: Bayi tampak menggigil kedinginan - Memendikan terlalu lama
- terlalu cepat memendikan Hipotermi resting terjadinya hipotermia b/d bayi terus menangis
2 DS: Ibu Mengatakan tali pusat anaknya infeksi
DO: tali pusat merah - pakaiyan bayi terlalu lama di biarkan basah Resting terjadinya infeksi pada talipusat b/d pemotongan tali pusat
3 DS: Ibu Mengatakan anak lapar
DO: bayi mengisap-isap BB menurun 3200 gram -Tidak dapat diberikan asi karena asi tidak keluar sewaktu disusui Resting pemenuhan nutrisi b/d ibu tidak selera makan

Masalah keperawatn sesuai perioritas
1. Resiko tinggi terjadinya hipotermia
2. Resiko Tinggi terjadinya infeksi pada tali pusat
3. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi










RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


No Diagnosa
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1.


Dx I Hopotermia
teratasi  Beri pakaian tebal
 Peluk bayi dgn erat
 Beri bayi ASI dengan segera  Membantu menghangatkan tubuh bayi.
 Membantu mengembalikan suhu tubuh.
2 Dx II Infeksi teratasi  Lakukan perawatan sekalipun setiap hari.
 Menjaga kebersihan bayi
 Mengganti popok yang basah  Membantu mengurangi infeksi.
 Dengan keadaan bersih infeksi tidak akan terjadi.
 Popok yang basah menimbulkan yang dapat mengakibatkan infeksi.
3 Dx III Nutrisi terpenuhi  Memberikan ASI 1 x per 2 jam.
 Melakukan perawatan payudara  ASI akan membantu untuk memenuhi nutrisi bayi
 Membantu mempercepat keluarnya ASI.




























CATATAN KEPERAWATAN


Nama mahasiswa : Satri Yunita Nama pasien : Anak Ny,F
NIM : 06330205013 Ruangan : Anjelir
No.Register : Dx.pasien :BBL Normal


Tgl/
hari/jam Dx. Keperawatan Imlplementasi dan Observasi memberikan tindakan Hasil evalusi
(perkembangan) Nama/ /Paraf
10 Feb09 DX I













DX II















DX III




10.00

11.00

12.00









10.00

11.00













13.00
14.00

- Memberikan pakaian tebal
- Memeluk bayi dengan erat
- Memberi ASI pada bayi








- Melakukan perwatan tali pusat
- Memperhatikan bayi













- Memberi ASI 1 x / 2 jam
- Melakukan perwatan payudara.
S : Bayi hiportemi
O : Bayi menggigil kedinginan
A : Hipotermi belum teratasi
P : Beri pakaian yang tebal
L : Memberi pakaian tebal
E : Masalah sebagian teratasi
R : Intervensi dilanjutkan
S : Kemungkinan terjadi infeksi
O : Sekitar pusat merah
A : Kemungkinan terjadi infeksi
P : Lakukan perawatan tali pusat
L : Melakukan perawatan tali pusat
E : Masalah belum teratasi
R : Intervensi dilanjutkan
S : Ganguan pemenuhan nutrisi
O : ASI belum keluar
A : Gangguan pemenuhan nutrisi 1x/2 jam
P : beri ASI 1x/2jam
L : Beri ASI 1x / 2 jam
E : Sebagain masalah teratasi
R : Intervensi dilanjutkan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU NIFAS

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA IBU NIFAS

I. Pengkajian Data
A. Identitas
Nama ibu : Ny.F
Umur : 23 tahun
Suku/kebangsaan : Jawa/indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Melati no 1A

Nama suami : Tn. A
Umur : 27 tahun
Suku/kebangsaan : Batak/indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : wiraswasta
Alamat : Jl. Melati no 1A

B. Anamnesa (Data subjektif)
Pada tanggal 06 Februari 2009 Pukul : 08.00 wib
1. Alasan masuk : Post partum hari pertama
2. Keluhan : Mulas pada perut ibu
3. Riwayat persalinan :
G:0 P:1 AB:0
Tempat persalinan : Ruang VK RS Djoelham Binjai
IBU
Jenis persalinan : Spontan
Komplikasi persalinan : Tidak ada
Persalinan macet : Tidak ada
Plasenta : Lengkap
Kontiledon : Lengkap 20 buah
Ukuran : Diameter 18 cm, tebal 3 cm, berat 500 gram
Kelainan : Tidak ada
Tali pusat : 50 cm
Perenium
Robekan : Tidak ada
Perdarahan kala I : 50 cm
KalaII : 150 cc
KalaIII : 100 cc
Tindakan lain Kala IV : 50 cc
Catatan waktu kala I : 9 jam
KalaII : 30 menit
KalaIII : 15 menit
Ketuban pecah : dipecah kan

Bayi
Lahir tanggal : 05 Februari 2009 Pukul : 08:30 Wib
BB : 3500 gram
Apgar score : I/V : 8/10
Cacat bawaan : Tidak ada
Komplikasi : Tidak ada
Air ketuban : Jumlah ± 1000cc
Warna : Keruh

C. Pemeriksaan fisik
1. Keadan umum : Baik
2. keadaan emosional : Stabil
3. Tanda vital sign
TD : 110/70 mmHg
HR : 80x /i
RR : 20x/i
Temp : 37˚c
4. Mata
Oedema : Tidak ada
Konjung tiva : Tidak ada anemia
Sklera : Tidak ada ikterus
5. Dada
Jantung : Tidak ada bunyi mur-mur
Paru-paru : Tidak ada bunyi ronchi
Mammae : Simetris ka/ki
Clostrum : Ada
Areola : Hyperpigmentasi
Puting susu : Menonjol keluar
6. Abdomen
Kontraksi : Ada
Kekuatan : Kuat
Konsistensi : Keras
Luka parut : Tidak ada
7. Ektremitas
Oedema tangan dan jari : Tidak ada
Oedema tibia dan kaki : Tidak ada
Beti merah/lembek/keras : Tidak ada
Varices tungkai : Tidak ada
Replek patella : Ada, ka/ki
8. Supra pubik
Kandung kemih : Kosong
Nyeri tekan : Tidak ada
9. Anogenital
Vulva vagina pengeluaran : Ada, lochea rubra
Jumlah : ±50 cc
Warna : Merah
Konsistensi : Cair
Perineum Robekan : Tidak ada
Lain –lain :Tidak ada

D. Uji diagnostik
Hb : 12 gram %


II. Interpretasi Data, Diagnosa, Masalah Dan Kebutuhan
Tanggal 06 Februari 2009 pukul: 08.20 wib
Diagnosa : Ibu post partum hari pertama
Dasar : G :0 P: I AB: 0
Ibu bersalin tanggal 08 Februari 2009 pukul 13.15 wib
Pengeluaran lochea rubra warna merah segar
Konsistensi cair, jumlah 50 cc
TFU dua jari dibawa pusat
Vital sign ibu
TD : 120/80mmHg
HR : 80x/i
RR : 20X/i
Temp : 37˚c
Masalah : Mules pada perut ibu
Dasar Keluhan ibu
Kebutuhan :penkes tentang:
1. Pola istirahat
2. Perawatan payudara
3. personal hygiene
4. Pola nutrisi

III. ANTISIPASI MASALAH
TIDAK ADA

IV. TINDAKAN SEGERA
TIDAK ADA

V. PERENCANAAN
Tanggal 09 Februari 1008 pukul : 08.30 wiB
1. Informasikan keadaan umum ibu pada ibu dan keluarga
2. Beri terapi obat pada ibu:
 Ampicillin
 Gentamicin
 Pil SF
3. Pantau keadaan umum ibu
4.Beri penkes tentang:
 Personal Hygiene
 Pemenuhan nutrisi
 Pola istirahat
 Perawatan payudara
 Pemberian ASI eklusif
 Penggunaan KB
5.Anjurkan ibu untuk mobilisasi

VI. PELAKSANAAN
Tanggal 09 Februari 2009 Pukul: 09.45 wib
1. Mengimformasikan keadaan ibu dan bayi kepada ibu dan keluarga bahwa ibu dalam keadaan baik dengan vital sign
TD : 120/80mmHg
HR : 80x/i
RR : 20x/i
Temp : 37˚C
2. Memberi teraphy obat:
 Ampicillin 500 gram secara IV
 Gentamycin 250 gram secara IV
 Pil SF secara oral 3x sehari
3.Memantau keadaan umum ibu selanjutnya yaitu:
 TFU 2 jari dibawah pusat
 Pengeluaran lochea rubra
 Jumlah : 50 cc
4.Memberi penkes tentang :
 Personal Hygiene
 Menganjurkan ibu membersikan daerah kelamin dengan sabun dan air (membersikan daerah sekitar vulva terlebih dahulu dari depan kemudian keanus)
 Menyarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersikan daerah kelamin
 Mengganti doek 2-3 x sehari
 Pemenuhan nutrisi
Menganjurkan ibu agar mengkonsumsi makanan yang bergizi seperti sayuran berwarna hijau, buah dan suplemen vitamin untuk memulihkan tenaga ibu
 Pola istirahat
Menganjurkan ibu untuk istirahat dengan pola istirahat yang baik
 Siang : 1 – 2 jam
 Malam : 7 - 8 jam
 Perawatan payudara
 Menjaga payudara agar tatap bersih dan kering terutama pada putting susu dan areola mammae yaitu dibersikan setiap pagi, basahi dengan kapas yang direndam dengan air hangat minimal 2x sehari
 Menggunakan pakain yang longgar dan Bra yang menyokong payudara dari bawah
 Melakukan masase payudara
o Mengompres payudara dengan air hangat lalu oleskan dengan baby oil
o Pijat payudara dengan sisi tangan sebanyak 20x searah jarum jam
o Kemudian pijat payudara dengan kepalan tangan searah jarum jam
o Plintir perlahan puting payudara
 Menganjurkan ibu untuk memberikan ASI eklusif sampai bayi berusia 6 bulan agar membantu menanamkan imunitas pada bayinya dan mempercepat pemulihan alat-alat reproduksi serta menjarangkan kehamilan
 Memberikan konseling KB pada ibu bahwa KB dapat menjarangkan kelahiran dan mengenalkan pada ibu alat KB seperti:
 Implant
 IUD
 Spiral
 Pil KB
 KB suntik
 Dan lain-lain

5.Meganjurkan ibu untuk melakukan mobilisasi

VII. EVALUASI
Tanggal 06 Februari 2009 pukul: 09.00 wib
1. Ibu dalam keadan baik dengan vital sign
TD : 120/80mmHg
HR : 80x/i
RR : 20x/i
Temp : 37˚c
2. Tertapi obat sudah diberikan
3. Keadaan umum ibu telah dipantau
4. Ibu telah mengerti tentang penkes yang telah diberikan dan dapat mengulangnya kembali serta mau melaksanakannya
5. Ibu sudah melakukan mobilisasi